"Paman kenapa?" Si raven mungil tersebut mengerutkan alisnya. Tangannya yang kecil menyentuh permukaan dahi sang pria yang kini terbaring lemas di kasurnya. Keringatnya mengucur deras sehingga tampak seperti orang yang baru saja habis mandi.
"Kalau begitu paman istirahat saja." Si mungil itu sadar setelah suhu yang ia rasakan dari pria itu tak normal. Kemudian ia nunduk murung. "Padahal Riren ingin jalan-jalan." Katanya.
Sang Pria dewasa itu hanya tersenyum getir. "Kau ingin jalan-jalan Hm? Kau bisa jalan-jalan bersama Jasper. Maaf paman tidak bisa menemanimu hari ini." Kata Arano.
Anak laki-laki tersebut hanya diam kemudian berdengus kesal. "Kalau begitu Riren disini saja." Katanya ketus dengan bibir dimajukan seperti orang yang sedang jengkel. "Riren tidak mau jalan-jalan bersama paman itu, dia tidak seru." Lanjutnya.
Arano hanya diam saja tak membalas perkataan Riren. Ia mengurut pelipisnya dengan napas yang berhembus gusar. Ia sangat lelah hari ini--sangat lelah. Begitu banyak tekanan menyerangnya. Rasanya ingin menyerah saja, itulah yang bersarang di hatinya hingga atensi anak laki-laki yang masih berdiri di samping kasurnya teralihkan. Tangan mungil putih itu mengusap rambutnya dengan pelan. "Paman cepat sembuh ya, Riren rindu jalan-jalan bersama paman." Ucap Anak itu sebelum menyium dahinya. Kemudian anak itu keluar dari kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan pelan.
"Apa-apaan ini?"
Arano mengusap kedua matanya yang basah. Ya Arano menangis. Hatinya seketika hangat seperti ia dipeluk oleh kedua orang tuanya. Tidak. Ini benar-benar melampaui semua kebahagiaan di masa lalunya.
"Lama sekali aku tak merasakan ini." Gumamnya.
Hari ini Levi bilang kepada Eren bahwa ia harus kembali ke Shigasina karena ada masalah bisnisnya yang harus ia selesaikan. Eren pun hanya menurutinya saja dan tinggallah ia seorang diri perumahan mewah ini. Ia masih menetap di Marley demi putranya yang sangat ia rindukan.
Jujur saja, ia ketakutan jika Levi tak ada bersamanya. Bukan tanpa alasan, hanya saja ia takut jika dirinya masih dalam pencarian Arano. Meskipun ia sudah dijaga oleh beberapa bodyguard Levi, tetap saja rasa was-was tetap menjalar di seluruh tubuhnya. Tak hanya bodyguard, Levi mengirimkan asisten pribadinya agar Eren tak kelelahan.
"Jadi apa yang harus aku lakukan agar tak mati kebosanan?"
Untuk kesekian kalinya Eren menghela napasnya tak karuan. Menjadi orang miskin melelahkan tapi menjadi orang kaya sungguh membuatnya kebosanan.
Para bodyguard ini sama saja seperti bodyguard Arano. Tak ada bedanya, sama-sama membosankan. Kemudian ia memutuskan untuk membuka web browser di laptopnya--lebih tepatnya laptop milik Levi. Munculah berita yang membuatnya terkejut. "M-maksudnya apa?!" Ia melihat wajahnya sendiri di layar monitor itu.
Ia masih termasuk orang yang dicari-cari di seluruh Marley maupun paradis. Seketika ia melihat di sekeliling ruangnya dengan napas yang sesak. "Aku takut." Ucapnya pelan.Angin dingin menerpa wajahnya saat Ia membuka pintu kamarnya. Entah kenapa perutnya yang lapar mendesaknya berjalan menuju dapur. Ia tak enak jika menyuruh asisten pribadi Levi di saat pukul 2 pagi seperti ini. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk masak sendiri.
Namun apa yang ada di perasaannya, rasanya sungguh berbeda. Ia merasa seperti ada seseorang mengikutinya. Ia kemudian menepis semua yang ada di perasaannya, mencoba untuk berpikir positif.
Eren pun mulai merasa takut, entah kenapa napasnya semakin sempit dan secara bersamaan ia mencium bau darah segar.
Ini petanda buruk, ia segera mengakhiri kegiatan masaknya dan kembali berjalan dengan cepat menuju kamarnya. Eren dengan cepat mengunci pintu kamarnya setelah ia masuk ke dalam kamarnya. Namun ia tak sadar jika ada seseorang sudah ada di dalam kamarnya terlebih dahulu.
Keringatnya pun mengucur entah kenapa perasaannya sangat tidak nyaman sekarang. Ia pun kembali berada di kasurnya dan ia pun baru sadar. Seorang lelaki dewasa menatapnya tersenyum seolah-olah ingin memeluknya. Eren pun berteriak minta tolong, tetapi keadaan masih tetap sama.
"Lakukan saja. Lakukanlah hingga pita suaramu itu rusak." Ucap lelaki itu sambil berdiri di hadapannya.
Eren pun mundur, menjauhi lelaki itu. Namun semakin ia mundur, jarak di antara mereka malah semakin terkikis hingga Eren hanya bisa bersandar di pintu balkon terkunci yang Eren tidak tahu kemana kunci pintu itu berada.
Lelaki itu menyeringai membuat Eren ketakutan. Eren bergetar hebat saat melihat pakaian lelaki itu berlumuran darah dan sebilah pisau dipegang oleh lelaki itu.
"A-apa yang ingin kau lakukan disini?"
"Ku mo-mohon ja-jangan bunuh aku hiks."
Eren lemas dan menangis saat lelaki itu mendekatinya. "Aku tidak membunuhmu bodoh." Ucap lelaki itu.
"Jika aku membunuhmu, maka aku juga akan terbunuh."
Eren terdiam, ia sama sekali tak mengerti maksud lelaki itu.
"Aku membunuh semua isi rumah ini, kecuali kau." Lelaki itu dengan santainya membersihkan pisaunya yang masih berlumuran darah dengan kaosnya.
"Ke-kenapa?"
"Ck, dasar bodoh!"
Dengan sigap lelaki itu menangkap Eren dan mengikatnya. Eren panik dan berusaha melepaskan diri, namun sayang kemampuannya kalah telak jika dibandingkan dengan lelaki itu. Hingga kemudian sebuah jarum suntik menembus kulitnya dan pembuluh darahnya. Dengan cepat, Eren merasa matanya begitu berat dan akhirnya terlelap.
Lelaki tersebut dengan sigap membawa Eren keluar dari rumah dan menghampiri mobilnya yang sendari tadi terparkir tapi di depan perumahan mewah itu. Ia mengabari seseorang lewat sambungan telepon sambil memastikan bahwa Eren tetap aman bersamanya.
"TUAN ARANO!!!"
"GAWAT!"
"EREN DICULIK!"
Praaanng!
Sebuah gelas berisikan kopi panas itu pecah karena keteledoran Arano ketika seorang asistennya berteriak kepadanya. Ia juga sebenarnya terkejut, sejak kapan asistennya itu mendapat kabar bahwa Eren sedang diculik?
Nancy datang sambil membawa Kain lap dan membersihkan sisa-sisa gelas yang telah jatuh tersebut."Sialan!!!"
"Bagaimana bisa ia menculik Eren? Bagaimana bisa?"
Arano sangat murka hingga ia membanting ponselnya sendiri.
"Tuan, kita harus bagaimana? Jika Tuan tak membayar hutang kepadanya, maka Eren akan—"
"MATI? IYA BEGITU?"
Asisten Arano yang diketahui adalah seorang perempuan ini hanya terdiam. Ia tahu jika Tuannya benar-benar sangat marah. Ia harus melakukan sesuatu agar masalah ini benar-benar selesai.
-Tbc-
Ada yang masih baca cerita ini? Komen dong
Aaaa Author benar-benar minta maaf ya 😭😭🙏
Aku udah usahain buat nulis lagi tapi kenapa mood aku ini selalu ga mendukung 😭
Tugas kuliah makin Hari makin menumpuk, jadi maafkan authornya ya. Aku bakal usahain buat nulis lagi 😭😭🙏Makasih buat yang masih mau baca. Tunggu ya kelanjutannya 💕