Sebagai artis pendatang baru yang tengah naik daun, Dewi tak menyia-nyiakan kesempatan yang datang. Berbagai undangan konser selalu dia setujui. Tak peduli tempat yang jauh, medan yang ekstrim atau cuaca yang tak bersahabat.
Sebetulnya dia bukan benar-benar pendatang baru di dunia musik dangdut. 'Dangdut is music of my country' sudah melekat di kepalanya sejak dia SD. Panggung ke panggung sudah dia jalani. Berbagai sensasi goyang para artis senior pun dia pelajari dan kuasai.
Hingga akhirnya dia menciptakan sebuah goyangan baru. Saat menyanyikan sebuah lagu, dia akan meliukkan tubuhnya dengan ekspresi menyeringai dan mata kelap-kelip seperti orang kelilipan. Ternyata goyangannya cukup fenomenal. Maka Dewi pun tak keberatan saat pihak management menjulukinya 'Ratu Mpot-mpotan'.
Desember yang basah. Dewi konser di pelosok dalam rangka perayaan kemenangan seorang kepala desa. Acara cukup meriah. Sayangnya Dewi dan Tim tak bisa langsung pulang karena hujan sangat deras dan jembatan satu-satunya penghubung ke desa sebelah runtuh oleh banjir. Maka Dewi dan Tim dititipkan ke rumah Pak Wijan, salah satu tim sukses sekaligus kerabat Pak Kades.
Pagi yang sejuk. Gerimis rintik-rintik. Dewi berniat membantu Bu Laksmi di dapur. Tapi Dewi justru berpapasan dengan Bu Laksmi yang membawa sepiring makanan di pintu dapur.
"Wah, apa nih namanya, Bu?" tanya Dewi sambil menyambar sebuah panganan renyah bundar seperti roda.
"Kembang goyang," jawab Bu Laksmi berjalan mengantar makanan ke ruang tamu.
Dewi tetap ke dapur sekalian berniat menghangatkan tubuh di depan tungku perapian.
"Kembang goyangnya diangkat, Pak'e!" teriak Bu Laksmi dari depan.
"Iya," jawab Pak Wijan yang segera melaksanakan perintah istrinya.
"Wah, rupanya Pak Wijan type suami sayang istri," puji Dewi berbasa-basi.
Hidung Pak Wijan kembang kempis mendengar pujian Sang Artis.
"Saya dong yang buat," kata Dewi sambil menyerobot cetakan, "caranya gemana nih, Pak?"
"Dicelupkan ke adonan, lalu goyang sampai panas."
Dewi melongo sambil menatap Pak Wijan tak percaya. Tapi Pak Wijan segera mengangguk memantapkan. Akhirnya Dewi pun percaya. Mulailah dia mempraktekkan kembang goyang pertamanya sambil menggerakkan pinggul, hot.
"Begini, Pak?"
"I iya," jawab Pak Wijan gagap.
Beberapa kali Pak Wijan mengelap keringat di dahinya. Tak berapa lama ternyata Bu Laksmi kembali ke dapur. Dia terkejut menyaksikan sang artis bergoyang erotis, sementara sang suami menatap tak berkedip dengan mulut terbuka.
Bu Laksmi segera memuntir kumis sang suami yang hanya bisa meringis kesakitan.
"Goyangnya sampai kapan nih, Pak?"
"Yang digoyangkan cetakannya, Mba. Bukan badannya." Akhirnya Pak Wijan memberi arahan yang benar, namun dengan suara lirih seperti tercekik.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPULAN Flash Fiction
General FictionHidup itu jangan terlalu spaneng. Seperti tali yang ditarik terlalu kencang jadi mudah putus. Nah, kalau apa-apa tegang, apa-apa tegang. Hati-hati nih. Urat syaraf juga bisa putus, lho! Makanya, yuk sejenak selow. Ukir senyummu dengan membaca flash...