DO'A

11 1 0
                                    

Rumah ini tak pernah sepi. Sejak pagi sampai malam selalu saja ada suara. Baik dari suara emak, barang-barang yang jatuh tersenggol atau bahkan sengaja ditabuh Emak untuk cek pendengaran kami agar segera melaksanakan instruksinya.

"Pak, sudah dibilangin kalau habis pakai handuk langsung dijemur. Handuk basah kok ditaruh di atas kasur!" Emak ngedumel sambil menggelar handuk biru pada jemuran aluminium.

"Nita. Anak perempuan kok makan sambil tiduran," tegur Emak saat memergokiku tiduran di sofa sambil ngemil dan nonton TV. "Nanti suamimu pemalas!" lanjutnya menakutiku.

"Budi. Kalau pulang itu jangan nunggu Maghrib. Main sepak bola kok sampai lupa waktu. Kalau udah sore ya kembali ke rumah. Mandi, makan, istirahat, tinggal siap-siap ngaji," omel Emak yang dibalas ceracau tak bersuara adikku. Mimik bibirnya terlihat lucu.

Rasanya kami tak perlu lagi beli radio atau CD player. Suara Emak sudah cukup mengisi hari-hari kami. Semua yang dikatakan Emak seperti sabda. Tak ada yang berani membantah. Karena satu kalimat jawaban justru akan membuat nasihat Emak semakin panjang.

Sampai di suatu hari, Budi sholat dhuhur dengan tergesa. Apalagi teman-teman bermainnya sudah menunggu di teras. Sarung yang dipakainya hanya dilepas dan digantungkan pada pintu.

"Sholat itu yang khusyu," tegur Emak. "Berdo'a dulu. Minta sama Allah biar pintar, besok gede jadi orang hebat, punya uang banyak, rumah bagus, mobil..."

Belum selesai wejangan yang diucapkan Emak,  Budi memotongnya.

"Budi sudah do'a, Mak. Budi nggak minta macam-macam, cukup minta satu saja sama Tuhan."

"Kamu berdo'a apa?"

"Minta Tuhan ngasih Emak baru."

----------------
#SaatnyaEmakIntrospeksi
#MaksudBaikHarusDisampaikanDenganCaraBaik

KUMPULAN Flash FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang