Akhir-akhir ini kebiasaan Mami berubah. Sejak merengek minta hp android, dan Si Papi yang cinta sekonyong-konyong koder pada Si Mami, maka dengan tulus merelakan seperempat gajinya untuk memanjakan Mami.
Setelah mempunyai ponsel pintar itulah Mami mulai sering tidak menjawab panggilan Papi dan anak-anak. Alasannya tentu saja satu. Tidak mendengar. Mami terlalu fokus, baik dengan teman-teman group WhatsAppnya, keliling FB dan klik jempol sana-sini, juga nonton video-video di YouTube.
Untuk yang terakhir sih Papi senang. Selain Mami jadi tambah cantik dan sedikit modis, Papi berharap suatu saat tutorial kuliner yang ditontonnya bakal dipraktekkan dan beliau siap menjadi jury. Tapi kalau yang pertama dan kedua, sebetulnya Papi sedikit jealous. Masalahnya Papi khawatir Mami ketemu lagi sama Si Mantan. Apalagi menurut cerita mantan Mami cukup banyak.
"Mi, udah dong main HP-nya, masa Papi dianggurin terus," keluh Papi.
"Iya, ini sebentar lagi," sahut Mami tanpa menoleh. Tetapi setiap selesai video yang satu, Mami selalu tergoda memutar video serupa lainnya. Akhirnya sering-sering terjadi Papi terlelap dengan wajah memelas.
Hingga suatu hari saat Papi istirahat siang, Mami mendekat. Direbahkan kepalanya pada lengan kanan Papi. Sementara tangan kanannya mengusap-usap dada Papi yang berbulu tipis. Papi mengulum senyum. Dia teringat nyanyian 'Lagi Pengin Dimanja' punya Siti Badriah. 'Wah, biasanya ini signal bagus nih," batin Papi.
"Pi," panggil Mami dengan nada aduhai.
"Apa, Sayang?" jawab Papi mesra.
"Sekarang lagi musim lho perempuan-perempuan punya wajah glowing sebening kristal," kata Mami.
Papi masih menyimak terusan kalimatnya. Sementara Mami sedang mengatur siasat agar rayuannya tepat sasaran. Dengan suara yang lebih manja Mami meneruskan serangan.
"Nah, biar Mami nggak malu-maluin diajak kondangan, boleh ya seperempat gaji Papi buat perawatan dan beli skincare?"
Dada Mami dag dig dug menunggu jawaban Papi. Sesaat kemudian setelah menghembuskan napas berat, Suami tercinta mulai bersuara.
"Aduh, Mami. Mami kan tahu sendiri...,"
Belum sempat Papi menyelesaikan kalimatnya Mami segera bangkit dan menempelkan jari telunjuknya di bibir Papi.
"Stop! Mami sudah tahu terusannya!" potong Mami ketus.
Mami beranjak dari tempat tidur dan segera meninggalkan kamar. Papi hanya bisa mengelus dada sabar.
Sejak itu Mami mengunci mulutnya. Kuota kata 25 ribu perhari yang biasanya habis begitu cepat menjadi cukup hemat. Tapi Papi malah bingung kalau Mami enggak cerewet karena itu berarti Mami lagi ngambek.
Seperti malam ini, lampu kamar dimatikan dan Mami asyik dengan HP-nya bahkan Papi mondar-mandir beberapa kali Mami tak mempermasalahkan.
"Mi, Mami itu nggak perlu skincare yang mahal-mahal. Percaya deh sama Papi, wajah Mami itu sudah bercahaya," bujuk Papi mengeluarkan jurus mautnya.
Diam-diam Mami tersenyum. Mami menunggu rayuan apalagi yang akan dilancarkan Papi. Tapi senyap, rupanya bujukan Papi hanya sebatas itu. Terdorong oleh rasa penasaran sekaligus tersanjung, Mami bangkit dan duduk mendekati Papi yang berada di tepi ranjang.
"Omongan Papi tadi benar apa fitnah, Pi?"
"Benar. Asli. 💯%. Wajah Mami sekarang sering bercahaya. Apalagi kalau malam," jawab Papi bersemangat. Tapi ucapan Papi selanjutnya justru membuat Mami jengkel. "Cahaya itu dari lampu HP Mami yang selalu menyala."
Dan Mami langsung memukul Papi dengan bantal.
#FF
![](https://img.wattpad.com/cover/199312736-288-k19d963.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPULAN Flash Fiction
Ficción GeneralHidup itu jangan terlalu spaneng. Seperti tali yang ditarik terlalu kencang jadi mudah putus. Nah, kalau apa-apa tegang, apa-apa tegang. Hati-hati nih. Urat syaraf juga bisa putus, lho! Makanya, yuk sejenak selow. Ukir senyummu dengan membaca flash...