16.) Ketukan

9 0 0
                                    

Bismillah, timing Up!!

Jangan lupa bersholawat untuk hari ini, ya Readers 💙

Happy Reading all 👋

***

Tok tok.

Di sela-sela acara melamunnya di balik selimut, seketika buyar saat seseorang mengetuk pintu dari luar.

"Masuk saja!"

Saat mendapatkan intruksi dari dalam, pria yang baru saja mengetuk pintu, berjalan masuk ke dalam kamar yang terlihat minimalis dan rapi, tidak berantakan, terlihat ada 3 lemari buku berjejeran dengan masing-masing terdiri 5 rak yang dipenuhi buku yang beragam dekat meja belajar berwarna putih.

"Kiara."

Pria itu memasuki kamar lebih dalam, ia menarik kursi yang dipakai Kiara untuk belajar, menarik dan meletakkannya tepat di samping ranjang Kiara.

"Kak Mio mau bicara sesuatu?"tanya Kiara pelan.

Pria itu hanya mengangguk, dengan jarak dekat seperti ini, Kiara bisa melihat jelas wajah kakak laki-laki yang terlihat nyaris mirip dengan ayahnya itu.

Alis yang begitu tebal seperti semut yang berkerumun terlihat begitu gelap membuat pandangannya terlihat lebih tajam dan dalam, hidung yang mancung dan kokoh seolah tak pernah terkena pukulan sekalipun, garis wajah yang terkikis sempurna, bibir yang sedikit merah dan kulit yang putih juga bersih membuat wajahnya terlihat tampan.

Kakak yang selalu ia lihat menuruti perkataan ibunya, kakak yang selalu mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya, kakak yang selalu memarahinya jika berbuat kesalahan. Kakak yang tidak pernah berperan sebagai kakak dalam hidupnya.

"Tadi saya dari toko buku dan membelikan mu ini." Kak Mio mengeluarkan buku dari saku dalam jaket yang ia pakai.

Buku kecil setebal 15 cm.

Kiara menatap buku kecil yang disodorkan padanya, buku saku dengan judul.

Mini Self Stay Healthy

Ia tersenyum dan meraih buku kecil itu.

"Itu novel, tapi di dalamnya ada kiat-kiat."

"Terima kasih, Kak." Kiara mengusap sampul buku yang masih terbungkus rapi. Ini kali pertamanya ia mendapatkan hadiah dari kakaknya. Kakak yang tidak pernah ia rasakan perannya. Bahkan ia seperti tidak memiliki sosok kakak dalam hidupnya.

"Ra, Kakak minta maaf."

Kiara bingung, Kak Mio minta maaf? Ada apa? Apa ia salah dengar? Seketika udara yang ia hirup seolah enggan untuk keluar. Dadanya kembali bergemuruh sesak.

"Saya dan Novian memang tidak pernah berperan sebagai Kakak yang baik untukmu, bahkan saat Mama ringan tangan pada mu."

"Kita semua tahu Mama itu seperti apa, iya kan, Ra?" Mio menatap Kiara lekat, Kiara yang hanya menunduk menatap lekat ke arah buku yang ia beli.

"Ra?"

"Iya, Mama yang tempramen hanya sama aku." Kiara tersenyum tipis tak berani menatap kakaknya sedetikpun. Untuk berada dalam situasi ini, dadanya cukup sesak menahan gejolak.

Jika semesta mengizinkan, ingin rasanya Kiara membagi beban di pundaknya yang selama ini tidak pernah ia bagi. Tapi ia tahu, tidak ada yang benar-benar ingin mendengar dirinya.

"Ra--"

"Iya Kak, Mama yang temperamental dan aku yang harus selalu mengerti. Karena tugas anak cukup mengerti tidak pernah untuk dimengerti."

Tabir Asmara (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang