1

2.1K 47 1
                                    

Malam ini, gw akan bercerita sebuah cerita dari seseorang, yang menurut gw spesial. kenapa?karena gw sedikit gak yakin bakal bisa menceritakan setiap detail apa yang beliau alami, sebuah cerita tentang pengalaman beliau selama KKN, di sebuah desa penari.
sebelum gw memulai semuanya. gw sedikit mau menyampaikan beberapa hal.sebelumnya, penulis tidak mendapat ijin untuk memposting cerita ini dari yang empunya cerita, karena beliau memiliki ketakutan sendiri pada beberapa hal, yang meliputi kampus, dan desa tempat KKN di adakan.
tetapi, karena penulis berpikir bahwa cerita ini memiliki banyak pelajaran yang mungkin bisa dipetik terlepas dari pengalaman sang pemilik cerita akhirnya, kami sepakat, bahwa, semua yang berhubungan dengan cerita ini, meliputi nama kampus, fakultas, Desa dan latar cerita,
akan sangat di rahasiakan.jadi buat teman-teman yang membaca cerita ini, yang mungkin tahu, atau merasa familiar dengan beberapa tempat yang meski di samarkan ini, di mohon, untuk diam saja, atau merahasiakan semuanya, karena ini sudah menjadi janji penulis dan pemilik cerita.

Tahun 2009 akhir, semua anak angkatan 2005/06 sudah hampir merampungkan persyaratan untuk mengikuti KKN yang di lakukan dibeberapa desa sebagai syarat lanjutan untuk tugas skripsi.dari semua wajah antusias itu di kampus, terlihat satu orang tampak menyendiri.
Widya, begitu anak-anak lain memanggilnyaia tampak begitu gugup, menyepi, menyendiri, sampai panggilan telepon itu membuyarkan lamunanya."aku wes oleh nggon KKN 'e" (aku sudah dapat tempat untuk KKN) kata di ujung telpon.wajah muram itu, berubah menjadi senyuman penuh harap
"nang ndi?" (dimana?)"nang kota B, gok deso kabupaten K***li** , akeh proker, tak jamin, nggone cocok gawe KKN" (di kota B, disebuah desa di kabupaten K*******, banyak proker untuk di kerjakan, tempatnya cocok untuk KKN kita)saat itu juga, Widya segera mengajukan prop KKN
semua persyaratan sudah terpenuhi, kecuali kelengkapan anggota dalam setiap kelompok minimal harus melibatkan 2 fakultas berbeda pun dengan anggota minimal 6 orang."tenang" kata Ayu, perempuan yang tempo hari memberi kabar tempat KKN yang ia observasi bersama abangnya.
benar saja, tidak beberapa lama, muncul Bima dengan Nur, ia menyampaikan, kelengkapan anggota 6 orang yang melibatkan 2 fakultas sudah di setujui."sopo sing gabung Nur?" (siapa yang sudah gabung Nur?) tanya Ayu,"temenku. kating, 2 angkatan di atas kita, satunya lagi, temanya"
lega sudah. batin Widya.surat keputusan KKN sudah disetujui semuanya, terdiri dari 2 fakultas dengan proker kelompok dan individu, untuk pengabdian di masyarakat yang akan di adakan kurang lebih sekitar 6 minggu.hanya tinggal menunggu, pembekalan sebelum keberangkatan.
jauh hari sebelum malam pembekalan, Widya berpamitan kepada orangtuanya tentang progress KKN yang wajib ia tempuh, keika orangtua Widya bertanya kemana Projek KKN mereka, terlihat wajah tidak suka dari raut ibunya."gak onok nggon liyo, lapo kudu gok Kota B," (apa gak ada tempat
-lain, kenapa harus kota B) wajah ibunya menegang. "nggok kunu nggone Alas tok, ra umum di nggoni gawe menungso" (disana tempatnya bukanya hutan semua, tidak bagus ditinggali oleh manusia)namun setelah Widya menejelaskan, bahwa sebelumnya sudah dilakukan observasi,-
wajah ibunya melunak."Perasaane ibuk gak enak, opo gak isok di undur setahun maneh" (perasaan ibu gak enak, apa tidak bisa di undur satu tahun lagi)Widya enggan melakukanya, maka, meski berat, kedua orangtuanya pun terpaksa menyetujuinya.
hari pembekalan sebelum keberangkatan.Widya, Ayu, Bima dan Nur, matanya melihat ke sekeliling, khawatir, 2 orang yang seharusnya ikut pembekalan belum juga terlihat batang hidungnya, sampai, menjelang siang, 2 orang muncul, menyapa dan memperkenalkan dirinya di depan mereka.
Wahyu dan Anton.setelah basa basi, bertanya seputar rencana KKN dari A sampai Z selesai, mereka akhirnya berangkat."Numpak opo dik kene??" (naik apa kita nanti?) kata Wahyu."Elf mas" jawab Nur."sampe deso'ne numpak Elf dik?" (sampai desanya naik mobil Elf dik?)
"mboten mas. berhenti di jalur Alas D engken enten sing jemput" (tidak mas, nanti berhenti di jalur hutan D, nanti ada yang jemput) sahut Nur.mendengar itu, Widya bertanya ke Ayu. "Yu, Deso'ne ra isok di liwati Mobil ta?" (Yu, apa desanya gak bisa di masuki mobil"
Ayu hanya menggelengkan kepala. "ra isok, tapi cedek kok tekan dalan gede, 45 menit palingan" (gak bisa, tapi dekat kok dari jalan besar, 45 menit kemungkinan)disinilah. cerita ini di mulai.
sesuai apa yang Nur katakan. Mobil berhenti di jalur masuk hutan D, menempuh perjalanan 4 sampai 5 jam dari kota S, tanpa terasa hari sudah mulai petang, di tambah area dekat dengan hutan, membuat pandangan mata terbatas, belum sampai disana, gerimis mulai turun. lengkap sudah.
setelah menunggu hampir setengah jam, terlihat dari jauh, cahaya mendekat, Nur dan Ayu langsung mengatakan bahwa mereka yang akan mengantar.rupanya, yang mengantar adalah 6 lelaki paruh baya, dengan motor butut. "cuk. sepedaan tah" kata Wahyu, spontan, saat itu ada yang aneh
entah disengaja atau tidak, ucapan yang di anggap biasa di kota S, di tanggapi lain oleh lelaki-lelaki itu, wajahnya tampak tidak suka, dan sinis tajam melihat wahyu.hanya saja, yang memperhatikan semua sedetail itu, hanya Widya seorang. apapun itu, semoga bukan hal yang buruk.
ditengah gerimis, jalanan berlumpur, pohon di samping kanan kiri, mereka tempuh dengan suara motor yang seperti sudah mau ngadat saja, ditambah medan tanah naik turun, membuat Widya berpikir kembalisudah hampir satu jam lebih, tapi motor masih berjalan lebih jauh ke dalam hutan
khawatir bahwa yang di maksud Ayu, setengah jam lewat 15 menit adalah setengah hari, Widya mulai berharap semua ini cepat selesai.di tengah perjalanan, tidak satupun dari pengendara motor itu yang mengajaknya bicara, aneh. apa semua warga disana pendiam semua.
Malam semakin gelap, dan hutan semakin sunyi sepi, namun, kata orang, dimana sunyi dan sepi di temui, disana, rahasia di jaga rapat-rapat.kini, rasa menyesal sempat terpikir di pikiran Widya, apakah ia siap, menghabiskan 6 minggu ke depan, di sebuah Desa, jauh di dalam hutan.
ketika suara motor memecah suara rintik gerimis, dari jauh, sayup-sayup, terdengar sebuah suara.suara familiar, dengan tabuhan kendang dan gong, di ikuti suara kenong, kompyang, mebaur menjadi alunan suara gamelan.

KKN Desa Penari versi WidyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang