13

545 20 0
                                    

disana, suara gamelan terdengar jelas sekali, seperti sumber suara gamelan itu ada di bangunan ini.
saat Widya mendekatinya, meski ragu, ia merasa kehadiranya tidak sendirian, ramai, seperti tempat ini penuh sesak, namun, tidak ada siapapun disana, hanya dia sendiri, yang berjalan mendekatitepat ketika Widya menginjak anak tangga pertama, suara gamelan, berhenti, sunyi senyap
hening sekali.keheningan itu benar-benar menganggu Widya, kehadiranya seperti tidak di terima disini.namun Widya memaksa untuk tetap melihat, dan saat itu, Widya mendengar seseorang menangis, suaranya familiar, seperti suara orang yang ia kenal.Ayu.
Widya baru mengingat sesuatu yang paling ganjil selama KKN disini, Ayu.Ayu tidak pernah sekalipun cerita apapun tentang desa ini, sesuatu yang ganjil yang menganggunya, sebaliknya, Ayu menentang semua yang tidak masuk akal di desa ini,
namun di malam ketika mereka berdebad mendengar suara gamelan, Ayu pasti berbohong, Ayu sebenarnya juga tahu dan mendengarnya secara langsung, Ayu lebih tahu tentang semua ini, jauh di atas yang lain, termasuk, apa yang Bima lakukan selama ini.
seperti menangkap angin, ada suara tangisanya, namun tak ada wujud dimanapun Widya mencari, tetapi, tempat sesunyi dan sesepi itu, masih terasa ramai bagi Widya, seperti ia di tatap dari berbagai sudut.Widya melihat dari jauh, di bawah sanggar, ada sebuah gubuk, berpintu.
Widya mendekatinya, namun enggan membukanya, ia mengelilingi gubuk itu, dari dalam gubuk, terdengar suara Bima, di ikuti suara perempuan mendesah, sangat jelas, namun Widya tidak bisa melihat apa yang ada di dalam sana.leher Widya perlahan semakin berat, dan berat.
saat Widya masih bersusah payah mencari cara untuk melihat, nasib baik, Widya menemukan beberapa celah kecil untuk mengintip, darisana Widya menyaksikanya langsung, Bima, sedang berendam di Sinden (Kolam) di sekitarnya, ia di kelilingi banyak sekali ular besar.
melihat itu Widya kaget, dan parahnya, Bima menatap lurus ke tempat Widya mengintip, semua ularnya sama, seperti yang Widya rasakan, mereka tahu, ada tamu tak di undang.melihat reaksi seperti itu, Widya berbalik dan lari pergi.
saat lari itulah, suara tabuhan gong di ikuti suara kendang, terdengar lagi, suara gamelan itu, terdengar keras, lengkap dengan suara tertawa yang bersahut-sahutan, dan Widya melihat Sanggar kosong itu, di penuhi semua yang tidak Widya lihat saat tiba di tempat ini.
dari ujung ke ujung, penuh sesak, banyak sekali yang dilihat Widya, ada yang melotot, dari yang wajahnya separoh, sampe yang tidak punya wajah. dari yang pendek, sampai yang tingginya setinggi pohon beringin. mereka memenuhi Sanggar dan sekitarnya, Widya mulai menangis.
suara yang nyaris memenuhi telinga Widya dan hampir membuatnya gila itu tiba-tiba berhenti.Widya melihat, di depanya, ada yang sedang menari, tarianya hampir membuat semua yang ada disana melihatnya.disana, Widya menyadari, yang menari itu Ayu,
matanya Ayu sembab, seperti sudah menangis lama, tapi gelagat ekspresi wajahnya seperti menyuruh Widya lari, lari, tanpa tahu apa yang terjadi, Widya langsung lari, melewati kerumunan yang sedang melihat Ayu menari di sanggar. Widya memanjat tempat itu, menangis sejadi-jadinya.
sampai di jalan setapak, Widya dengar anjing menggonggong, tidak beberapa lama, anjing hitam keluar dari semak belukar, setelah melihat Widya, anjing itu lari, Widya mengikuti anjing itu.Widya keluar dari jalan setapak itu, ketika subuh, terlihat dari langit yang kebiruan.
tapi rupanya, Widya salah. seorang warga desa, kaget bukan main melihat Widya, dia langsung lari sambil berteriak memanggil warga kampung."Widya nang kene, iki Widya wes balik" (Widya disini, anaknya sudah kembali)bingung, hampir warga berhamburan memeluk Widya.
"mrene ndok, mrene, awakmu sing sabar yo, awakmu kudu siap yo ambek berita iki" (kesini nak, kesini, kamu yang sabar ya, kamu harus siap sama berita yang nanti kamu dengar) seorang ibu, memeluk Widya, di matanya ia seperti menahan nangis, Widya hanya gaguk, diam, tidak mengerti.
si ibuk menggandeng Widya, Widya masih diam, seperti orang linglung, di jalan ramai warga desa yang mengikuti Widya, Widya mencuri dengar dari mereka yang bicara di belakang."wes di goleki sampe Alas D********* jebule, maghrib kaet ketemu arek iki, aku wes mikir elek"
(sudah di cari sampai ujung *********** gak taunya baru ketemu maghrib anak ini, aku sudah mikir buruk)sehari semalam, Widya rupanya sudah menghilang.
ketika Widya melihat rumah penginapan mereka, Widya melihat banyak sekali orang berkumpul disana, dan saat mata mereka melihat Widya, semuanya hampir tercengang tidak habis pikir. seperti melihat hantu, lalu, terlihat dari dalam, pak Prabu keluar, wajahnya, mengeras melihat Widya
mata pak Prabu mendelik, melihat Widya. "tekan ndi ndok?" (darimana kamu nak)Widya tidak menjawab apa yang pak Prabu tanyakan, si ibuk juga menenangkan pak Prabu agar tenang, sembari menggiring Widya masuk ke rumah, Widya mendengar Nur menjerit, menangis, seperti kesetanan.
saat Widya masuk dan melihat apa yang terjadi, Widya melihat ruangan itu di penuhi orang yang duduk bersila, mereka mengelilingi 2 orang yang terbujur, tubuhnya di tutup selendang, di ikat dengan tali putih, menyerupai kafan, Wahyu dan Anto menatap kaget saat Widya masuk.
"Wid, tekan ndi awakmu?" (darimana kamu Wid?) ucap Nur yang langsung memeluk Widya."onok opo iki Nur?" (ada Apa ini Nur)

KKN Desa Penari versi WidyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang