5

588 21 0
                                    

Wahyu.Widya melihat Wahyu yang menatapnya dengan tatapan bingung plus takut."bengi bengi lapo As* nari-nari gak jelas nang kene!!" (malam-malam ngapain anji*g!! nari sendirian-
disini seorang diri)jeritan Widya rupanya membangunkan semua orang, termasuk si pemilik rumah, Widya melihat sorot mata semua orang memandangnya, tak terkecuali Nur yang rupanya baru saja keluar dari dalam rumah.
"onok opo to ndok?" (ada apa sih nak?) kalimat itu lah yang pertama kali Widya dengar, si pemilik rumah tampak khawatir, namun Widya lebih tertuju pada Nur, ia juga memandang dirinya, mereka sama-sama termangu memandang satu sama lain.kejadian itu, diakhiri dengan cerita Wahyu
Wahyu menceritakan semuanya, awalnya ia hanya ingin menghisap rokok sembari duduk di teras posyandu, kemudian ia tidak sengaja melihat seseorang, sendirian, menari-nari di tanah lapang, karena penasaran, wahyu mendekat, sampai Wahyu baru sadar bila yang menari itu adalah Widya.
semua yang mendengarkan cerita Wahyu hanya bisa menatap nanar, tidak ada yang berkomentar, si pemilik rumah akhirnya menyuruh mereka semua bubar dan masuk ke dalam rumah lagi, karena hari semakin larut. si pemilk rumah, berjanji akan menceritakan ini kepada pak Prabu.
namun ada satu hal, yang sengaja Wahyu tidak ceritakan, nanti, ia akan menjelaskan semuanya.namun malam itu, benar-benar Malam yang gila, seolah-olah menjadi pembuka rangkaian kejadian yang akan mereka hadapi di sela tugas KKN mereka ke dalam situasi yang paling serius.
semua orang sudah berkumpul, memenuhi panggilan pak Prabu, beliau bertanya tentang bagaimana kronologi kejadian, Ayu mengaku tidak tahu, Widya mengatakan ia sedang mengejar Nur yang pergi keluar rumah, namun Nur mengatakan ia hanya pergi ke dapur untuk mencari air minum.
semua penjelasan itu tidak membantu sama sekali, namun tampak dari raut muka pak Prabu, ia lebih tertarik bagaimana Widya bisa menari bila latar belakangnya saja bahwa ia mengaku tidak pernah belajar menari sebelumnyahari itu, pak Prabu meminta Widya, Ayu dan Wahyu, menemaninya
Nur pergi, ia masih harus mengerjakan proker individualnya.dengan berbekal motor butut yang tempo hari digunakan untuk mengantar mereka masuk ke desa ini, kali ini di gunakan untuk mengantar mereka ke rumah seseorang.Wahyu dengan Widya, Pak Prabu berboncengan dengan Ayu.
jalur yang mereka tempuh hampir sama dengan jalur yang tempo hari, anehnya, kali ini Widya merasakan sendiri, untuk sampai ke jalan raya tidak sampai 1 jam, malah tidak sampai 30 menit, lalu, bagaimana bisa ia merasakan waktu selambat itu pada malam ketika orang2 desa menjemput
Rumah yang pak Prabu datangi, rupanya rumah seseorang. melintasi jalan besar, lalu masuk lagi ke sebuah jalan setapak buatan, Rumahnya bagus, malah bisa di bilang paling bagus di bandingkan rumah orang2 desa, hanya saja, rumah itu berdiri di tengah sisi hutan belantara lain.
berpagar batu bata merah, dengan banyak bambu kuning, rumah itu terlihat sangat tua, namun masih enak dipandang mata.di depan rumah, ada orang tua, kakek-kakek, sepuh, berdiri seperti sudah tau bahwa hari ini akan ada tamu yang berkunjung.
tidak ada yang tahu nama kakek itu, namun pak Prabu memanggilnya mbah Buyut, setelah pak Prabu selesai menceritakan semuanya, wajah mbah Buyut tampak biasa saja, tidak tertarik sama sekali dengan cerita pak Prabu yang padahal membuat semua anak-anak masih tidak habis pikir.
sesekali memang mbah Buyut terlihat menatap Widya, terkesan mencuri pandang, namun ya begitu, hanya sekedar mencuri pandang saja, tidak lebih.dengan suara serak, mbah Buyut pergi kedalam rumah, beliau kembali dengan 5 gelas kopi yang di hidangkan di depan mereka.
"Monggo" (silahkan) kata beliau, matanya memandang Widya.melihat itu, Widya menolak, mengatakan dirinya tidak pernah meminum kopi, namun senyuman ganjil mbah Buyut membuat Widya sungkan, yang akhirnya berbuntut ia meneguk kopi itu meski hanya satu tegukan saja.
kopinya manis, ada aroma melati didalamnya, yang awalnya Widya hanya mencoba-coba tanpa sadar, gelas kopi itu sudah kosong.tidak hanya Widya, semua orang di tegur agar mencicipi kopi buatan beliau, katanya "tidak baik menolak pemberian tuan rumah"semua akhirnya mencobanya
berikutnya. Wahyu dan Ayu kaget setengah mati, sampai harus menyemburkan kopi yang ia teguk, mimik wajahnya bingung, karena rasa kopinya tidak hanya pahit, tapi sangat pahit, sampai tidak bisa di tolerin masuk ke tenggorokan.anehnya, Pak Prabu meneguk kopi itu biasa saja.
"begini" kata mbah Buyut, beliau menggunakan bahasa jawa halus sekali, sampai ucapanya kadang tidak bisa di pahami semua anak. ada kalimat, penari dan penunggu, namun yang lainya tidak dapat di cerna.ia menunjuk Widya tepat didepan wajahnya, mimik wajahnya sangat serius.
pak Prabu mendengarkan dengan seksama, lalu berpamitan pulang.sebelum mereka pulang, mbah Buyut memberi kunir tepat di dahi Widya, katanya untuk menjaga Widya saja.

KKN Desa Penari versi WidyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang