7

13 1 0
                                    

ARGA

Keliling Jakarta berjam-jam tak membuat perasaanku membaik. Tak bisa dibohongi jika hatiku cukup terluka setelah mendengar cerita Kinar semalam. Ternyata Kinar pernah jatuh cinta begitu dalam pada seseorang sebelum aku. Aku termakan oleh apa yang aku setujui sendiri, aku bilang tak akan tersinggung dengan apapun yang akan diceritakan oleh Kinar. Aku sendiri yang meminta cerita ini diungkap, dan saat ini aku mulai merasakan sakitnya.

Pukul enam tepat aku sampai di parkiran apartemen, satpam yang semalam berjaga pun sudah berganti dengan orang lain. Aku pergi setelah memastikan jika Kinar sudah terlelap, sengaja ku lakukan agar Kinar tak merasakan jika aku pergi selarut itu. Ku tatap pintu apartemen yang masih tertutup rapat itu, mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Kinar yang kemungkinan masih terlelap.

Pemandangan pertama kali yang aku lihat saat masuk adalah seorang wanita yang sedang tidur di sofa dengan selimut biru menutupi hampir seluruh tubuhnya. Wajah polos tanpa riasan itu menghipnotis diriku. Sakit yang ada serasa hilang ketika melihat wajah cantik ini, wajah yang menemaniku tiga tahun tanpa menyerah.

"Arga.."

Rupanya dia terbangun setelah ku usap rambutnya lembut. Ada rasa bersalah ketika melihat matanya terbuka.

Kinar bangkit lalu memelukku erat. Luruh sudah rasa kesalku semalaman. Hanya dengan dekapannya yang penuh resah ini, hatiku melunak. Rasa bersalah tak bisa lagi ku bendung ketika melihat dirinya yang begitu khawatir. Harusnya aku tak begini. Jarusnya ku lanjutkan kekesalanku. Seharusnya aku tak lemah.

"Kamu nggak akan pergi ninggalin aku, kan?" katanya bergetar.

Pelukannya begitu erat dan penuh rasa takut untuk ditinggalkan. Ku usap punggungnya yang sedikit bergetar. Kinar selalu panik jika mendapati aku tak ada tanpa sepengetahuannya. Hal ini pernah terjadi dulu.

"Aku nggak akan ninggalin kamu," balasku.

Ku lepaskan pelukannya perlahan dan menunjukkan bunga yang sempat ku beli sebelum sampai di apartemen. Sengaja untuk menjadi alasan jika Kinar sudah bangun dan menanyakan kemana saja aku selama ini.

"Aku beli bunga buat kamu," kataku sembari menyodorkan buket bunga mawar berwarna putih padanya.

Aku tau dia bisa merasakan kebohongan yang sedang berusaha ku yakinkan pada dirinya. Tidak. Aku tidak boleh kalah dengan perasaan ini, aku tau ingin membuatnya semakin khawatir.

Matanya mengeluarkan kilauan, seolah menahan tangisan. Aku tersenyum, menunjukkan jika aku tak apa-apa. Kinar menatapku dengan tatapan penasaran, mencari kebohongan yang aku tunjukkan padaku.

"Aku buatin sarapan ya.." katanya setelah itu.

Satu anggukan dariku membuatnya langsung beranjak dari sofa ke dapur. Walau belum mandi, Kinar selalu wangi karena parfum yang selalu ia semprotkan sebelum tidur. Kebiasaan kecil yang tak pernah ia lewatkan setiap malam.

Tak butuh waktu lama untuk Kinar menyiapkan sarapan kami, wangi aroma masakan tercium ketika aku keluar dari kamar mandi. Suara berisik dari arah dapur seolah menjelaskan jika Kinar masih ada di sana. Pemandangan seperti ini yang selalu membuat pagiku terasa indah, dan aku harap bisa selamanya seperti ini.

"Kopi kamu udah jadi tuh." Kata Kinar.

Hebat sekali kami berdua, bisa mendadak bersikap seolah tak pernah terjadi apapun sebelumnya. Kadang aku berpikir hubungan seperti ini tidak sehat, hanya saja aku tak ingin kehilangan Kinar jika nanti kita bertengkar hebat.

Ku dekati secangkir kopi yang ada di atas meja bar dekat dengan dirinya yang sibuk di depan kompor yang masih menyala dengan satu panci di atasnya. Kinar mengangkat panci tersebut lalu menuangkan sayur ke mangkuk besar, senyumku mengembang saat mengetahui jika Kinar memasak sop ayam merah kesukaanku.

Kalau Bukan Cinta, Lalu Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang