16

11 1 0
                                    


ARGA

Kadang aku bingung dengan pikiranku sendiri, ingin tau segalanya, tapi justru membuaku semakin sakit hati. Aku yang menginginkan semua ini, tapi aku tidak siap. Berkali-kali Kinar mengatakan jika aku tak perlu tau sesuatu yang akan menghancurkan diriku. Tapi aku menolaknya dan semakin memaksanya untuk memberitahuku segalanya.

'Nggak ada yang bisa diselamatkan sekalipun aku ceritain semuanya.'

Ucapan Kinar itu yang terus terngiang dikepalaku. Ia sedikit menyadarkan aku tentang tidak bergunanya cerita itu. Tapi entah, semakin aku menolak keinginan ini, semakin besar rasa ingin tahuku tentang masalalu Kinar dan Dewa. Aku yakin akan mendapatkan jawaban atas semua pertanyaan yang tak sempat dijawab oleh Kinar.

"Arga.."

Aku menoleh ke arah suara itu. Tama dan Ayma berdiri di depan meja dengan senyum lebar meyambut diriku yang sedang termenung sendirian di kafe ini.

"Kalian ngapain di sini?" tanyaku yang masih tak menyangkan dengan siapa yang aku temui di sini.

"Kita mau dateng ke nikahan sepupu Tama ntar malem." Jawab Ayma.

Mereka segera duduk di kursi yang ada di samping kanan kiriku, tanpa minta ijin pun mereka berhak duduk dimana pun.

"Sepupu lo?"

"Iya, Bara namanya."

"Bara? Putra Bagaskara?"

Tama terdiam, menatapku tak percaya dengan tebakanku barusan.

"Kok lo tau?"

"Ya ampun, itu sahabat Kinar. Alasan kenapa dia ngajak cuti minggu ini. Gila, bisa gitu ya."

Sempit sekali dunia ini, betapa menakjubkannya Tuhan mencintakan lingkungan untuk hambaNya. Semua bisa jadi mudah jika sudah ada takdirnya. Kadang pikiran kita tak akan mampu menjelaskan semua itu.

"Terus Kinar dimana sekarang?" tanya Ayma.

"Baru aja gue anterin ke tempat nikahan, Zeva mau ditemenin sampe acara nanti." Jawabku sambil menyeruput kopi yang tinggal separuh itu.

"Kok lo nggak ikut di sana?" tanya Tama.

"Lo aja sepupu di penganten nggak di sana, ngapain gue ke sana." Jawabku.

Tama dan Ayma terkikik mendengarku.

Lega rasanya akhirnya bisa melihat kedua sahabatku ini, walau masih tiga hari aku ada di Surabaya, rasanya lama sekali tanpa mereka. Kinar terlalu sibuk menemani Zeva, membuat waktu denganku harus tertunda dahulu.

"Jadi gimana? Lo udah ketemu sama Yola?" tanyaku pada Ayma yang sibuk dengan ponselnya.

"Oh iya sayang, gimana itu Yola?" Tama membantu.

Ayma hanya diam, menatapku dan Tama bergantian. Mungkin ia sudah berpikir jika aku melupakan permintaan untuk mencari tau lebih dalam dari seorang perempuan bernama Yola itu. Tapi setelah aku mendengar namanya disebut oleh Kinar semalam, membuatku semakin yakin jika Yola tau semua hal yang ingin aku ketahui.

"Nomer Yola yang aku punya ternyata udah nggak kepake, tapi aku sempet tanyain sama Amar, katanya mereka masih ada di Surabaya,"

Mataku berbinar, seolah sebuah jalan terbuka untukku.

"Kalo gitu ajak dia ketemu besok."

"Nggak bisa dong, Tama, kita besok balik ke Jakarta."

"Kita bisa tunda, lagian kerjaan udah kita beresin kan kemarin."

Kalau Bukan Cinta, Lalu Apa?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang