1 // Halo
_____________________________________
Halo, semuanya. Perkenalkan.
Namaku Louise. Louise Lorraine. Biasa dipanggil Louise, cara bacanya Luis.
Aku keturunan Tionghoa, tapi warna kulitku sawo matang, seperti masyarakat Indonesia pada umumnya. Rambutku cokelat tua hampir hitam, panjangnya se-dada, kalau tidak dicatok terlihat seperti sapu ijuk. Wajahku bulat, ada jerawatnya. Mata kananku menderita kutukan minus 6.50 dan mata kiriku 5.75. Meski kedua mataku berbeda, mereka sama-sama sipitnya. Hidungku bentuknya mirip buah jambu--kudapat dari mama. Bibirku biasa saja, warnanya merah muda pucat keunguan sedikit--yang ini kudapat dari papa. Kombinasi fitur-fitur di atas, sayangnya, tidaklah begitu indah.
Tinggi badanku 157 cm, berat badanku 65 kg. Iya guys, aku lemu. Apa tuh 'lemu'? Lemu itu artinya gendut, gemuk, berisi, berat di atas rata-rata.
Meski begitu, aku memiliki banyak kelebihan, beberapa di antaranya adalah aku pintar, mudah bergaul, dan aku tidak terlalu memikirkan soal kondisi fisikku. Kelebihan itulah yang membuatku mampu menutupi kekuranganku selama masa hidupku.
Aku lahir pada tanggal 12 April 2001, sekarang umurku 16 tahun, dan baru saja menyelesaikan masa orientasiku di SMA terfavorit se-Surabaya. Ya, sekolah pilihanku sejak aku masuk SMP. Sempat aku ber-ikrar untuk tidak melanjutkan SMA kalau-kalau aku tidak berhasil diterima di sekolah ini.
"SMA adalah masa-masa paling indah," kata Mama, Papa, Tante, Opa, almarhumah Oma, dan semua orang yang tidak bisa kusebutkan satu persatu.
Minggu pertamaku di SMA 100% sama sekali tidak berjalan sesuai kata-kata mutiara di-atas. Akhirnya, setelah melewati seminggu penuh tangisan dan amarah mama karena diriku yang menangis itu tadi, aku resmi menjadi anggota sekolah pilihanku ini.
Angkatanku terdiri dari 560 siswa yang terbagi dalam 14 kelas, 40 siswa di masing-masing kelasnya. Menurut papan pengumuman di depan ruang TU, aku adalah satu dari empat puluh siswa yang ditempatkan di kelas X-J. Layaknya suatu kelas, kelas X-J memiliki wali kelas, namanya bu Anna. Selain sebagai wali kelas, beliau adalah salah satu guru Biologi yang mengajar kelas X.
Di hari pertamaku resmi sebagai siswa kelas X ini, aku hanya punya satu orang teman. Namanya Audrey. Audrey adalah teman sekelasku saat SMP kelas IX. Ya, sebenarnya, tidak bisa disebut teman. Jangankan berteman, bertegur sapa saja tidak. Namun, entah kenapa, dari sekian banyak orang, aku harus berakhir dengan Audrey. Aku tidak membencinya sama sekali, justru, aku berpikir bahwa dialah yang membenciku. Satu kali di SMP aku melontarkan lelucon di depannya dan dia hanya melengos. Dari situlah kuputuskan, sebelum dia membenciku, aku akan membencinya terlebih dahulu. Hehehe. Lucu kadang melihat cara kerja alam semesta, mempertemukan orang-orang yang tidak seharusnya bertemu, seolah menamparkan karma ke pipi-pipi manusia.
Masa orientasi selama seminggu membuatku mengenal sekilas tentang teman-teman sekelasku selain Audrey. Ada beberapa anak yang sudah bertegur sapa di luar kelas, yang artinya mereka mengingatku juga sebagai teman sekelasnya. Kelas ini berisi 16 laki-laki dan 24 perempuan. Artinya, kalau semua anggota kelas ini mengalami cinlok--cinta lokasi--akan ada delapan orang perempuan yang tidak kebagian laki-laki. Parahnya, kemungkinanku menjadi satu dari delapan orang itu hampir mencapai 100%. Ironisnya, mamaku dulu adalah primadona di tanah kelahirannya, Jawa Tengah sana. Harapannya, duduk di bangku SMA ini, aku bisa mengikuti jejak mamaku, menjadi manusia yang diperebutkan. Sayang sekali, entah bagaimana, buah jatuh jauh dari pohonnya. Alih-alih jatuh, lebih ke arah seperti dilemparkan jauh-jauh.
Mama selalu berpesan, "Jangan pernah mencari pasangan yang tampan, carilah pasangan yang pintar dan bijaksana, paling tidak lebih pintar darimu."
Pesan itulah yang senantiasa membuatku percaya diri. Kurasa, laki-laki yang lebih pintar dan lebih bijaksana dariku seharusnya tidak memilih perempuan yang hanya cantik saja, bukan? Paling tidak, itulah yang kupikirkan.
Selama masa orientasi, kami semua harus mengenakan keplek berisi data diri disertai dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada satu keplek yang mencolok dibandingkan keplek-keplek lainnya. Nama pemilik keplek tersebut adalah Euginio. Mengapa menarik, tanyamu? Tentu saja karena dia menuliskan kata "pintar" di kolom kelebihannya. Sejujurnya, baru kali pertama ini aku menemui seseorang yang menyatakan di depan umum bahwa dirinya pintar. Hal itu membuatku auto-memperhatikan dirinya selama seminggu.
Hari ini, di ruang kelas, Euginio duduk di bangku yang berada di ujung kanan depan, berlawanan denganku yang duduk di bangku yang berada di ujung kiri belakang. Meski berjauhan, masih mampu kedua mataku mencuri pandang kalau ada kesempatan.
Tanpa basa-basi, pelajaran di hari pertama berjalan intensif. Benar saja, Euginio sering mengangkat tangannya untuk menjawab pertanyaan dari guru-guru berbagai mata pelajaran. Sedangkan aku yang seharusnya tergolong pintar, hanya bisa terperangah dan melongo, sesekali berdecak kesal karena tidak mengerti sepatah katapun yang diucapkan guru-guruku.
Sepulang sekolah hari itu, aku tidak bisa berhenti memikirkan Euginio. Bagaimana dia dan seluruh kualitas yang dimiliki oleh dirinya adalah segala kualitas yang diharapkan oleh mamaku. Tingginya kira-kira 170-175 cm, dengan ketebalan badan normal, dan wajah babyface. Tak perlu waktu lama, sudah kuceritakan dia secara detail ke mamaku. Dasar aku. Memang, aku sangat mudah yang namanya jatuh cinta. Cinta monyet, kalau kata papaku.
"Ya mudah kan, ce," jawab mama saat kutanya bagaimana caranya menjadi lebih dekat dengan Euginio, "Modus aja, minta diajarin tuh trigonometri, kamu kan belum bisa."
Seolah ada bohlam lampu yang menyala di atas kepalaku, aku bersiap untuk beraksi.
Selang beberapa hari, dengan kecepatan maksimum, kulancarkan seranganku. Respon Euginio positif. Benar saja, hari itu, aku duduk berdua dengannya di jam istirahat kedua. Fokusnya membahas trigonometri, fokusku melirik ke wajahnya. Aduh, maaf, bukan mau creepy, tapi kok dia kalau lagi pintar gini, cakep banget!
Di akhir sesi hari itu, jujur aku tidak mendapat ilmu sedikitpun. Masa bodoh trigonometri, yang penting: Louise Lorraine suka Euginio.
_____________________________________
YOU ARE READING
Dasar Aku
ChickLitHalo, kamu. Cerita ini berisi: 85% kisah nyata, 5% khayalan, 5% peristiwa yang disamarkan, dan 5% lagi hal-hal yang kuinginkan untuk terjadi di kehidupan yang sebenarnya. Selamat datang di Dasar Aku.