Lima

29.8K 2.1K 78
                                    

                  🌺🌺_LIMA_🌺🌺

Perut penuh akibat terlalu banyak makan bakso dan soto secara bersamaan ditambah dengan dua gelas air minum membuat kepala Arshila mulai pusing. Bayangkan saja tubuh kecil itu ternyata sanggup menampung dua porsi makanan dalam jumlah besar.

Aldo dan Ramzi hanya mampu memutar bola mata melihat sahabat mereka yang saat ini tengah bersandar di kursi dalam tenda sedang mengelus perutnya yang sedikit buncit.

Astaga! 

Tingkah Arshila ini membuat beberapa pasang menatapnya seolah menudingnya tengah hamil. Padahal hamil saja tidak. Tentu saja tidak mungkin ia hamil karena selain Aldo dan Ramzi, ia tidak pernah dekat dengan pria lain.

Lagi pula jangankan untuk menghamili Arshila, mendekatinya saja lelaki sudah ketakutan. Takut dengan pelototan dan bogem gadis itu. Meski kepalan tangannya kecil,  Arshila bisa membuat lawan ketakutan.

"Habis ini kita mau kemana?" Ramzi menatap Aldo yang ia rasa paling waras.

"Di depan sana ada pasar malam. Kita kesana aja." Aldo menjawab dengan tenang. "Tapi, kosongkan dikit perut Shila. Malu kalau dia mendadak enggak bisa jalan karena terlalu kekenyangan," sindirnya, yang disambut pukulan ringan dari gadis yang tengah mereka bicarakan.

"Kamu bicara seakan-akan aku enggak ada," tutur Arshila dengan bibir mengerucut.

"Orang kamunya begitu. Udah tahu kita mau jalan-jalan habis ini tapi justru makan banyak," balas Aldo tetap mempertahankan argumennya.

"Ish."

Selang sepuluh menit kemudian ketiga sahabat itu akhirnya bisa melangkah keluar dari tenda setelah sedikit mengosongkan perut Arshila.

Ketiganya menyeberang jalan dan berjalan sambil bercerita hingga tanpa sadar mereka sudah tiba di depan pasar malam.

"Ramji bawa duit banyak enggak?" Arshila menatap Ramzi yang berdiri di sisi kirinya.

"Mmm. Sisa dua ratus ribu di kantong. Sisanya aku simpan di rumah." Ramzi mengeluarkan dua lembar uang kertas warna merah dari dalam saku belakangnya. "Kenapa?" tanyanya penasaran.

"Aku mau kita naik semua wahana di dalam dan membeli gulali, lalu membeli boneka, lalu membeli baju-baju untuk kita. Baju pasar malam." Arshila nyengir diakhir kalimatnya.

"Mana cukup uangku untuk membeli baju di sini. Mending beli di pasar aja lebih murah," ujar Ramzi yang diangguki Aldo.

"Ish. Padahal aku lagi mengkhayal loh." Arshila mengerucut bibirnya kesal.

"Ya udah ayo kita masuk. Jam sepuluh kita harus pulang karena besok Shila mau kerja. Kalau aku dan Ramzi 'sih enggak masalah. Lha, kamu, Shil yang bakal dapat masalah," ujar Aldo panjang lebar sambil memperhatikan sahabatnya itu.

"Iya juga ya. Kalau begitu ayo tunggu apalagi? Kita berangkat sekarang!" seru Arshila bersemangat.

Bahkan, gadis itu melupakan niatnya yang ingin membeli baju pasar malam dan justru menarik Ramzi dan Aldo untuk mencicipi semua wahana permainan yang ada. Termasuk kuda-kuda untuk anak kecil pun tak luput dari ketiganya.

Sampai akhirnya mereka berakhir di atas wahana terakhir yang membuat Arshila berteriak senang.  Arshila merentangkan tangannya menikmati angin malam yang menerbangkan rambutnya dengan pelan.

"Duduk, Shil, jangan bikin malu." Ramzi berusaha menarik tubuh sahabatnya yang berakhir sia-sia karena Arshila tak mengindahkannya. Gadis itu justru memejamkan matanya menikmati hembusan angin malam yang membuat pikirannya tenang.

"Biarin aja. Asal Shila senang," komentar Aldo tak ingin ambil pusing.

Saat ini mereka sedang berada di atas kincir angin yang bergerak dengan kecepatan sedang. Ini adalah wahana terakhir sebelum mereka memutuskan untuk pulang.

"Ramzi, Aldo, ini seru tahu!" teriak Arshila tak tahu malu. Namun, apa pedulinya. Ini adalah pasar malam yang ramai dan tidak ada orang yang mungkin akan memperhatikannya.

"Seru di kamu," ujar Ramzi tak mau ambil pusing lagi.

Arshila, Ramzi, dan Aldo turun dari kincir angin kemudian berjalan santai menghampiri kios yang menjual gulali atau orang lain sering menyebut arum manis.

Membeli dua bungkus gulali hanya untuk Arshila, ketiganya memutuskan untuk keluar dari area pasar malam dengan Arshila yang menikmati gulalinya.

Sedangkan untuk Ramzi dan Aldo, mereka sudah menolaknya dari awal. Kedua pria itu tidak terlalu menyukai rasa manis berlebihan yang terdapat pada permen kapas berwarna merah muda tersebut.

Ketiganya pulang ke rumah sambil menjaga Arshila dari pandangan pemuda-pemuda yang menetap Arshila dengan tatapan tak senonoh.

______

Arthur menatap  gadis di depannya tak minat. Sungguh bau parfum gadis ini terlalu menyengat dan membuatnya mual. Belum lagi belahan dada yang memang sudah terlihat semakin di perlihatkan dengan jelas.

Shiren.

Nama gadis yang disebutkan oleh sekretarisnya tadi siang saat ini tengah duduk di depannya dengan tatapan menggoda seolah mengajaknya  untuk segera ke tempat tidur.

Arthur mendengkus melihatnya sekali lagi. Pria itu tidak tahu apa yang dipikirkan sekretarisnya itu sampai-sampai harus menerima ajakan kencan yang ditujukan Shiren padanya.

Arthur memang selalu berganti teman kencan dan itu dilakukan sebanyak satu minggu tiga kali dengan gadis yang sudah mendaftarkan diri untuk menjadi teman kencan atau Arthur bisa menyebutnya teman diner.

Hal itu dilakukan bukan karena ia playboy, tapi karena ia ingin mencari wanita yang tepat untuk mendampingi hidupnya.

Arthur sudah berusia 28 tahun dan ia sudah mulai berpikir untuk mencari calon istri yang layak untuknya.

"Arthur, aku senang kamu bisa mengatur waktumu yang sangat sibuk itu untuk makan malam denganku." Suara lembut nan menggoda milik Shiren terdengar di sela makan malam mereka. Sesekali gadis itu terlihat menjilat bibirnya sembari mengedipkan matanya berusaha untuk membuat Arthur tertarik padanya.

Arthur tak menyahut. Pria itu hanya mengangguk sekilas dan tidak berniat untuk membuka mulutnya atau bersuara. Arthur hanya menunggu waktu lima menit lagi sebelum memutuskan untuk bangkit dari kursinya dan memutuskan untuk pulang ke rumahnya.

"Kamu ingin menemaniku untuk bermalam di hotel?" Shiren semakin terlihat agresif dan bahkan menawarkan dirinya untuk ke hotel.

Hell, yeah!  Meski Arthur terlahir kaya raya dan memiliki banyak uang, namun sekali pun ia tidak pernah berhubungan intim dengan lawan jenisnya. Minimal ia hanya pernah berciuman bibir dan itu pun ia harus memastikan dulu si gadis yang akan ia sentuh bibirnya tidak memiliki penyakit.

Arthur bukan orang suci yang tidak terpengaruh dengan dunia malam. Bahkan, ia sering mabuk dan menghabiskan malamnya di sebuah kelab ternama di Ibukota. Arthur tidak ingin berhubungan badan dengan wanita yang bisa saja memiliki penyakit HIV. Maka tak salah ia bisa menjaga kesucian juniornya hingga sampai berusia 28 tahun ini.

Arthur bangkit berdiri membuat Shiren tersenyum senang mengira Arthur setuju dan ingin segera memboyongnya ke hotel. Shiren segera bangkit berdiri berniat menghampiri Arthur. Namun, baru dua langkah ia berjalan, suara Arthur terlebih dahulu menghentikan langkahnya. Membuat gadis berusia 26 tahun itu mendadak membeku di tempat.

"Jangan menemui aku lagi setelah ini. Kamu perempuan yang cukup memuakkan."

[2] ARSHILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang