Part 1

225K 6.8K 73
                                    

"Nggak ngerti juga?" Tanya Ali frustasi begitu mengetahui Prilly tidak bisa mengerjakan soal yang dibuatnya tadi. Prilly menggeleng.

"YaAllah lo bebel banget sih, Prill. Materi ini udah gue ulang-ulang enam kali dan lo masih nggak mudeng?" Tanya Ali. Intonasinya menggebu-gebu.

"Lo harusnya tahu kalo gue emang bebel bang6et di eksak. Lo kenal sama gue berapa lama sih?!" Ujar Prilly kesal. Ali menghela napas pelan.

"Tapi ini dalam konteks yang beda Prill. Gue udah ngajarin elo, gue bahkan rela nggak ikut basket demi buat tutorin lo. Mikir dong. Tim gue juga mau lomba! Gue kapten, dan gue bolos sparing. Lo mikir nggak sih?!" Sentak Ali. Prilly tersentak, Ali tidak pernah membentaknya seperti tadi.

Ali bukan tipikal orang yang berpikiran pendek. Ali orang yang dewasa, bukan orang yang senang membentaknya tanpa alasan.

"Lo ngebentak gue?" Tanya Prilly pelan. Tidak percaya. Degh. Ali tersadar. Ia baru saja membentak Prilly. Sahabatnya, sekaligus pemilik takhta tertinggi di hatinya. Tidak ada yang tahu akan hal ini. Hanya dirinya pribadi yang tahu.

"Maaf, maaf gue nggak maksud. Gue cuma kebawa emosi aja tadi," kata Ali bersalah. Cowok itu langsung memeluk Prilly, mendekapnya dengan erat.

Mengenal Prilly lebih dari enam tahun, membuat Ali ingat segala sesuatu tentang Prilly. Dalam hal apapun. Ali bahkan rela melakukan apapun yang diminta Prilly. Termasuk permintaan gila - menurut Ali - gadis itu beberapa waktu lalu. Meminta Ali untuk membelikan barang wajib perempuan jika tamu bulanannya datang.

Bahkan Ali rela jadi pelindung Prilly saat di sekolah. Pernah saat itu, Prilly di bully oleh sekelompok cewek-cewek popular di sekolahnya. Yang menganggap diri mereka; penggemar berat nomor satu Ali di sekolah. Ali tidak segan-segan untuk membentak atau mengamuk, tidak peduli pada reputasinya setelah itu. Yang di pikirannya adalah Prilly.

"Lo kan tau gue paling nggak suka di bentak," lirik Prilly. Kemudian menenggelamkan kepalanya pada dada cowok itu.

"Iya iya, maaf. Tadi lost control." Ujar Ali sambil mengusap pelan rambut Prilly dan mencium pelipisnya pelan.

"Sebagai permintaan maaf gue, besok kan pulang pagi. Nah, lo besok mau kemana aja, gue anterin." Kata Ali membuat mood Prilly naik. Gadis itu tepuk tangan dengan semangat.

"Dufan ya???" Pinta Prilly dengan mengeluarkan jurus puppy eyes-nya. Titik lemah Ali. Jika sudah begitu, Ali tidak bisa menolak.

"Harus banget ya pake mata sok unyu lo?" Gerutu Ali. Prilly manyun. Ali tertawa melihat ekspresi Prilly.

"Hahahahah ya nggak lah, apa sih yang nggak buat lo," kata Ali gemas sehingga mencubit kedua pipi chubby Prilly.

"Ih Aliiiiiii"

***

DuFan, 14 Oktober 2013. 18:30 WIB.

Selepas shalat maghrib di sebuah musholla, Ali dan Prilly beristirahat sejenak di depan Bianglala. Salah satu wahana yang belum dinaikinya.

"Masih kuat?" Tanya Ali. Prilly mengangguk dengan semangat. Kemudian, cowok itu menarik Prilly untuk mengantre Bianglala yang lumayan panjang antriannya.

"Gila. Gue kayak kapan aja terakhir main kesini. Padahal seminggu yang lalu juga gue kesini. Emang nyenengin banget sih," kata Prilly dengan bahagia. Ali tersenyum melihat senyum manis Prilly terpatri di wajahnya. Senyum gadis itu seperti candu bagi Ali. Tidak melihat senyum Prilly satu hari, maka tidak akan lengkap menurutnya.

Setelah mengantre cukup lama, akhirnya mereka menaiki salah satu tempat yang ada di bianglala tersebut.

"Jakarta lepas dari macet, ternyata bagus banget kalo malem gini," ujar Prilly takjub saat melihat kerlap-kerlip lampu yang menyala dari Bianglala. Perkataan Prilly, tidak di gubris oleh Ali. Cowok itu terlalu sibuk memandang wajah Prilly yang cantik, meskipun hanya beralaskan bedak bayi.

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang