Dua

4.6K 161 14
                                    

"Umi masih inget nggak saat pertama kali kita ketemu?" Kahfi bertanya setelah ia selesai membuat nasi goreng. Ngomong-ngomong karena Pak Andi masih belum kembali dan Kahfi tidak enak melihat pasangan suami istri yang akan membeli nasi goreng menunggu dengan lama. Maka dengan terpaksa dan ucapan Bismillah sebelumnya, ia membuat nasi goreng.

"Umi akan selalu inget akan hal itu, satu hari yang membuat hari-hari berikutnya lebih baik." Aku menjawab, Kahfi mengangguk-anggukkan kepalanya, kemudian mengengam tanganku.

"Abi pengen kita mengenang masa-masa itu, masa yang membawa kita pada kebahagiaan yang kita dapatkan hari ini." Aku mengangguk setuju, pandangan Kahfi tidak lagi padaku, Pak Andi yang datang dengan keringat di wajahnya mengalihkan pandangannya.

"Ada apa Pak?"

"Anu mas, istri saya- dia pendarahan, saya harus pergi ke rumah sakit sekarang."

"Iya yasudah, saya bantu membereskan gerobak Bapak." Ujar Kahfi seraya membawa dua piring kotor bekas makanku.

"Tidak usah, saya bisa sendiri mas."

"Tidak apa-apa Pak." Dari jarak beberapa meter, aku bisa melihat bahwa Kahfi dan Pak Andi terlihat kerepotan, sehingga aku berniat untuk membantu mereka. Namun, sebelum hal itu terjadi Kahfi lebih dulu menahan tanganku, kemudian menggeleng.

"Jangan."

"Tapi-"

"Mas nasi gorengnya masih ada?" Seorang pria yang mungkin berusia sama dengan Kahfi bertanya.

"Waduh, maaf mas istri saya lagi pendarahan dan saya harus ke rumah sakit sekarang-"

Pria itu terlihat mengaruk kepalanya. "Istri saya lagi hamil dan ngidam makan nasi goreng yang ada di deket sekolahnya dulu."

"Yasudah, saya akan buatkan sekarang, silahkan duduk dulu Pak." Dalam jarak beberapa meter aku melihat wajah bingung Kahfi.

Beberapa menit kemudian, Pak Andi sudah siap dengan sebungkus nasi goreng di tangannya.

"Ini mas nasi gorengnya."

"Makasih Pak, ini uangnya." Pemuda itu menyodorkan uang kepada Pak Andi, namun yang dilakukan Pak Andi berikutnya, begitu mengejutkan.

"Tidak perlu Mas, saya ikhlas, kita sama-sama calon Ayah, anggap saja nasi goreng ini hadiah yang saya berikan untuk Mas dan istri."

"Tapi Pak-"

"Pulanglah, jangan membuat istri mas menunggu lebih lama lagi." Pemuda itu mengangguk mengucapkan terima kasih dan segera pergi dengan mobil mewahnya.

Kahfi hendak membuka mulutnya dan bertanya mengapa Pak Andi melakukan semua itu, namun sebelum itu terjadi, Pak Andi terlebih dahulu menjawabnya.

"Jangan pernah bertanya, hanya karena saya membuat suatu kebaikan. Tentu, semua orang wajib untuk melakukannya." Kahfi menganggukkan kepalanya, semuanya telah terselesaikan dan Pak Andi pamit untuk pergi.

"Mi."

"Iya Bi?"

"Allah pembolak balik hati manusia dan Abi salut sama Pak Andi, dia menjemput rahmat yang Allah berikan untuknya dengan baik."

"Masyaallah, Alhamdulillah."

"Dulu, waktu ada pengamen yang kelaparan sekalipun dia nggak pernah mau ngasih nasi gorengnya cuma-cuma." Pandangan Kahfi menerawang ke depan, aku mengusap pungungnya kecil.

"Jangan pernah ngungkit kejelekan orang lain, karena kita nggak pernah tahu apa yang dia alaminya selama ia ingin berubah menjadi lebih baik." Kahfi mengangguk, kini ia menatapku, tersenyum kecil, membawa tanganku dan di ciumnya.

Insya allah, aku ikhlas✓ [Trp Publisher] Bisa Di Baca Di Apk KBMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang