Satu : Fii Amanillah

7K 209 22
                                    

Setelah memeriksa kandungan dan hasilnya sangat membuat mereka bahagia, kini mereka berdua sepakat untuk mengunjungi tempat yang sangat bersejarah untuk mereka, tempat di mana mereka melabuhkan perasaan untuk yang pertama kalinya.

"Kayaknya dulu pipi umi nggak setembem ini deh?" Kahfi dengan kekehan meledeknya menatap wajah kesal Annisa.

"Ihh abi." Anissa melipat kedua tangannya di dada, pertanda bahwa ia tengah kesal dengan ucapan Kahfi barusan. Ekpresi itu berbanding terbalik dengan ekpresi yang Kahfi tunjukan, ia tersenyum jahil, dan entah mengapa hatinya merasa senang kala melihat Anissa marah.

"Pak nasi gorengnya dua ya." Anissa beranjak dari duduknya untuk memesan nasi goreng, Kahfi tersenyum melihat hal itu, dalam hati ia berdoa semoga istrinya itu selalu di lindungi oleh Allah swt.

"Siap neng." Anissa kembali pada posisi pertamanya, kini ia duduk di hadapan Kahfi. Kahfi tak henti-hentinya tersenyum dan hal itu kembali membuatnya semakij kesal.

"Abi kenapa ngeliatin umi kayak gitu sih? Pake senyum-senyum segala lagi." Kahfi membawa kedua lengan Anissa, dielusnya dengan lembut.

"Emangnya suami sendiri nggak boleh liat umi?"

"Bukan gitu bi."

"Terus?"

"Umi malu abi liatin melulu, abi nggak liat apa pipi umi tuh udah merah karena abi." Kahfi terkekeh pelan, ia mencium pungung tangan Anissa.

"Iya deh iya maafin abi."

"Aw." Tiba-tiba gengaman tangan Anissa terlepas, ia memegang perutnya dengan kaget. Melihat istrinya kesakitan, sontak semua ekpresi jahil yang Kahfi tunjukan tadi menghilang terganti oleh ekpresi khawatir.

"Kenapa mi?"

"Kahfi juniornya nendang-nendang bi, sakit." Kahfi beranjak dari duduknya, sekarang ia memilih untuk duduk di samping Anissa di usapnya perut milik Anissa dan tiba-tiba semua gerakan yang dilakukan Kahfi junior berhenti setelah Kahfi membacakan surat Al-Kahfi seraya mengusap perut istrinya.

"Kayaknya Kahfi junior nendang-nendang karena pengen di elus-elus sama abinya deh." Kahfi tersenyum kecil untuk kemudian mencium perut istrinya.

"Jaga umi baik-baiknya. Abi janji saat kamu lahir nanti, abi akan menjadi orang pertama yang mencium kamu sayang."

Anissa tersenyum kecil mendengar ucapan Kahfi. Jujur saja, kalimat yang Kahfi ucapkan itu membuat dirinya ingin menangis, rasanya dadanya sesak sekali, apa lagi mengingat besok adalah kepergiannya. Bagi Anissa semuanya terlalu cepat dan Anissa butuh waktu setidaknya sedikit lebih lama terbiasa hidup tanpa Kahfi.

"Hei, umi kenapa ngelamun?" Anissa hendak saja terlonjak kaget karena suara Kahfi. "Umi, nggak apa-apakan? Atau Kahfi juniornya nendang-nendang lagi?"

Anissa mengeleng singkat, di tatapnya kedua mata Kahfi, sekarang Anissa tidak kuat lagi untuk tidak meneteskan air matanya, Kahfi tentu kaget dengan keadaan Anissa sekarang, Kahfi ingin bertanya mengapa Anissa menangis. Namun, detik berikutnya pertanyaan itu urung, kala ia makin terisak dan Kahfi segera membawa Anissa kedalam pelukannya.

"Abi umi takut." Anissa bergumam dalam tangisannya.

Kahfi tahu Anissa selalu ingin berada di sampingnya, begitu pula dengan yang Kahfi inginkan. Tetapi membawa Anissa ke Mesir dengan keadaan mengandung bukanlah ide yang bagus, saat itu ia berjanji kepada dirinya sendiri, meski ia tak akan menemani Anissa, akan tetapi ia akan memberikan perhatian yang lebih.

"Umi tahu? Abi ingin segera menyelesaikan pekerjaan ini agar abi bisa berada di samping umi lagi. Maka dari itu, umi harus selalu doain abi ya?"

"Tanpa abi mintapun umi akan selalu mendoakan abi, Fii amanillah abi." Kahfi melepas pelukannya. Kahfi tahu betapa hancurkan hati Anissa sekarang karena ia juga merasakannya. Rasa takut kehilangan itu begitu mendominasi. Akan tetapi, diam-diam Kahfi salut dengan Anissa yang tidak melarangnya pergi, Anissa selalu menjadi orang yang paling pengertian di banding siapapun dan Kahfi sangat beruntung mendapatkan Anissa.

Insya allah, aku ikhlas✓ [Trp Publisher] Bisa Di Baca Di Apk KBMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang