02.Imut

525 59 32
                                    

Imut.

Kata itu yang membuat 18 siswa terkejut dan membeku ditempat.

Hendra yang berjalan masuk ke kelas dan biasanya langsung berjalan ke bangkunya pun terkejut.

Siapakah malaikat di depannya ini.

Shit. Apakah dia baru saja bilang malaikat?!

Ahsan masih tersenyum. Siswa yang terkejut itu benar-benar imut.

"Sepertinya ada yang salah dengan matamu."
Tiba-tiba pak Taufik berada di antara Ahsan dan Hendra.

"Tidak pak, mataku baik- baik saja." kata Ahsan dengan tenang. Dan kemudian dia memiringkan kepalanya. "Masa bapak tidak lihat....?"

Hendra berjalan mendekati Ahsan.

Pak Taufik beralih ke Hendra. "Baguslah. Dia menganggapmu imut. Sepertinya bagus untuk dijadikan teman sebangku."

Hendra melotot ke arah pak Taufik.

"Kamu bisa menyiksanya nanti. Sekarang duduklah, aku punya banyak pekerjaan." ujar pak Taufik ketus.

Hendra menghela nafas. Dia beralih dari Ahsan untuk berjalan ke bangkunya.

"Sana, kamu juga." kata pak Taufik ke Ahsan.

Ahsan mengangguk. Dia berjalan di belakang Hendra. Dia melihat ada beberapa kaki yang siap untuk membuatnya tersandung.

Dasar. Ck.

Hendra duduk dan dia melihat bagaimana tenangnya Ahsan loncat-loncat kecil untuk menghindari kaki-kaki tersebut. Dia mengambil kursi Ahsan yang berada di sisi jendela dan melemparnya keluar jendela kemudian duduk kembali.

Ahsan menaikkan alisnya. Dia tetap berjalan ke arah bangku di pojok belakang kemudian duduk di atas meja sambil bersandar di jendela.

"Ahsan!" teriak pak Taufik seketika. "Apa yang kamu lakukan? Haruskah aku memberi tahumu untuk duduk di kursi seperti anak umur 5 tahun?!"

Hendra terdiam. Dan begitu pula sisa siswa dikelas. Menghindari kaki itu gampang, itu tak membuat mereka terkesan. Itu hanya membuktikan bahwa dia berhati-hati. Tapi kalo duduk di meja?.

"Tidak ada kursi pak. Dan saya tidak akan duduk di lantai." jawab Ahsan tenang.

Pak Taufik tidak paham. Dia berjalan ke arah bangku mereka, "Omong kosong!" tapi pak Taufik benar-benar melihat bahwa disan tidak ada kursi. Lalu beliau berjalan ke arah jendela. Kemudian beliau melihat ke arah Hendra. "Kamu melakukan ini?"

Hendra hanya tersenyum.

Pak Taufik beralih ke Ahsan. Beliau menghadap ke papan tulis saat Hendra melempar kursi, beliau tidak melihat kejadian itu. "Apakah dia melemparmya keluar?" tanyanya ke Ahsan.

Ahsan mengangkat bahu. "Apa yang saya tahu, saya tidak punya kursi." dia tidak memberi tahu perbuatan Hendra.

Hendra berkedip. Dengan posisi duduk yang sandaran di jendela, Ahsan diterangi cahaya mentari dari belakang. Kulitnya terlihat bersinar, dan kemeja seragamnya terlihat transparan.

Sungguh pemandangan yang indah.
Pikiran Hendra menolak untuk mendeskripsikan lebih lanjut.
Itu berbahaya.

"Kalau begitu sana pergi ambil kursi." kata pak Taufik.

Ahsan menghela nafas. Kelasnya berada di lantai 2. Kursinya sudah hancur di taman bawah. Ahsan pun berdiri. Tetap harus melakukan loncatan-lonatan kecil untuk menghindari kaki-kaki yang mecoba untuk membuatnya terjatuh kemudian dia mengambil kursi guru.

HIGH SCHOOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang