04. Baru

719 68 19
                                    

Ahsan sudah datang duluan. Dian duduk di kursinya. Kemarin kursi itu sudah diganti oleh siswa biasa agar guru bisa mendapat kembali kursinya.

Tapi kursinya sudah hilang lagi pagi ini jadi dia mengambil kursi di salah satu bangku. Bukan bangku Hendra. Melainkan secara acak.

Jadi saat siswa datang dan dia tidak punya kursinya, dia bingung antara bertarung melawan Ahsan, atau mengambil kursi di gudang.

Dia tidak harus berpikir panjang, seharusnya. Membuat keributan di bangku bos vs mengambil kursi di gudang? Dia tidak keberatan harus berjalan sedikit.

Ahsan melirik dan mendorong bukunya ke tengah saat dia melihat Hendra tidak mengeluarkan buku cetak Matematika miliknya.

Hendra menghela. Dia siap untuk ejekkan karena dia mengantar ibunya ke pasar, akan tetapi Ahsan tidak mengatakan sepatah kata pun.

Kehangatan sinar mentari pagi menghujani bangku mereka melewati jendela. Letak jendela di sebelah timur. Kejadian ini selalu terjadi.

Bedanya adalah, seseorang yang dusuk disebelahnya.

Ahsan bukanlah anak pertama yang pernah duduk disebelahnya. Akan tetapi 3 anak terakhir keluar dari Cipayung kurang dari seminggu sejak mereka pertama kali masuk Cipayung.

Hendra berkedip. Akankah Ahsan seperti yang lainnya?

Ahsan berkedip. Dia menoleh ke samping karena dia merasa ada yang melihatnya.

Hendra membiarkan mereka saling menatap untuk beberapa saat sebelum  kembali melihat ke arah papan tulis lagi.

Ahsan berkedip. Dia melihat ke buku tulis Hendra. Sepertinya Hendra menulis sesuatu di sana. Untuk anak yang nakal, Hendra cukup menarik. Kemarin dia mengerjakan tugas fisika, sekarang dia mencatat materi matematika. Sepertinya dia menyukai kedua mata pelajaran itu.

Dan yang lebih menarik adalah dia mengantar ibunya berbelanja ke pasar.

Ahsan tersenyum.

Untuk Ahsan, dia harus menunggu matahari terbit dari barat untuk melihat ibunya berbelanja ke pasar, atau mungkin memasak di dapur.

*

Ahsan tidak lagi membuat keributan saat jam istirahat pertama berlangsung. Dia menghargai Hendra sebagai boss dan dia membayar konsekuensi dengan cara dilempar dan harus menghabiskan waktu dengan keadaan seragam yang kotor kemarin. Jadi dia hanya membeli roti sisir lagi dan memakannya sambil berjalan.

Dia berjalan ke ruang guru untuk menemui wali kelasnya, pak Taufik. Dia masuk beberapa saat setelah menghabiskan roti sisir miliknya.

"Tidak, kita tidak butuh klub medis." Jawab pak Taufik untuk pertanyaan Ahsan.

"Kenapa? Kalian memiliki banyak klub olahraga yang terkenal di kota ini, kenapa kalian tidak membutuhkan klub medis?" Tanya Ahsan. "Apalagi murid disini suka sekali berkelahi sampai lupa waktu."

"Kita punya rumah sakit untuk itu. Mereka bisa ke sana untuk berobat."

Ahsan memutar matanya. "Bagaimana dangan cedera saat berlatih?"

"Seperti apa? Pingsan? Mereka bukan banci."

"Oh, ayolah!"

Pak Taufik menghela. "Kita punya UKS." Katanya. "Tapi tidak ada klib medis."

"Kenapa?"

"Tidak ada yang mau masuk klib medis." Kata pak Taufik. "Lagipula, seluruh dana masuk ke klub olahraga."

"Ayo buat klub medis." Kata Ahsan.

Pak Taufik tertawa. "Untuk apa?"

"Saya harus masuk klub medis."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HIGH SCHOOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang