Ahsan jatuh di salah satu meja dan mendapati dirinya terkena tumpahan sisa-sisa makanan dan minuman.
Hendra berkedip. Saat dia menarik kerah Ahsan, Hendra melihat Ahsan menyeringai sesaat sebelum dia melemparnya.
6 siswa yang berada di meja tersebut dengan cepat langsung lari menyelamatkan diri.
Tapi Ahsan turun dari meja dengan keadaan teh, kopi, dan sisa-sisa nasi goreng mengotori seragamnya. Dia membersihkan seragamnya dengan santai kemudian mengecek ponselnya. Masih baik. Dia menghela nafas lega kemudian berjalan ke salah satu stan untuk membeli roti. Dia lapar.
Hendra berkedip.
Teman-temannya pun juga tidak bergerak.Tidak ada yang benar-benar bergerak setelah melihat Ahsan melayang dari satu sisi kantin ke sisi lainnya.
Ahsan berjalan keluar kantin tepat setelah bel berbunyi menandakan jam istirahat telah berakhir sambil mengunyah roti sisir.
*
Ahsan berjalan kaki keluar dari gerbang sekolah. Dia tidak punya teman. Dia hampir tidak berbicara dengan siapapun. Dia berjalan ke halte bus dan menunggu bus untuk pulang.
Tidak ada satupun siswa di halte bus. Siswa Cipayung High pergi ke sekolah menaiki motor. Semuanya. Tidak ada yang mengendarai mobil. Tidak ada yang naik bus. Jika mereka tidak punya motor, mereka akan menumpang teman mereka.
Ahsan tidak punya teman. Jadi dia hanya menunggu sampai bus datang.
Dia bisa melihat Hendra mengendarai motornya. Hendra dengan sengaja mengegas motornya saat melewati dia, diikuti oleh teman-temannya.
Bagus. Sangat bagus.
*
Siangnya, Ahsan membeli bahan makanan sebelum makam malam. Dia memakai kaos putih dengan celana pendek abu-abu ke pasar terdekat, mereka menjual produk segar dan......
"Imutnya!" seorang perempuan berumur 40-an tersenyum ke arah Ahsan.
Ahsan berkedip.
"Kamu belanja sendirian/ Dimana ibumu?" Perempuan itu bertanya kembali.
Ahsan berkedip. Lagi. Dia terlalu terkejut.
"Uhm..." perempuan ini terlihat baik.
"Bunda tidak memperbolehkanku berbicara dengan orang asing."
Dia berkata sambil tersenyum bercanda.Perempuan itu tertawa. "Kamu lucu! Namaku Susi, siapa namamu?"
"Ahsan." Dia terkekeh. "Aku tinggal sendiri, bunda sedang bekerja."
"Owh.....? Ayah?"
Seketika senyum Ahsan menghilang. Dia hanya menggelengkan kepalanya.
"Ma...! kalo jalan jangan cep...." kata-kata putra Susi terhenti melihat orang yang bersama ibunya.
Ahsan tertegun juga.
Hendra memakai kaos tanpa lengan berwarna hitam dan celana pendek dengan warna yang sama. Dia terlihat lebih badass daripada saat memakai seragam di sekolah, tapi di sinilah dia, menemani ibunya ke pasar.
Ahsan menggigit bibir bawahnya untuk menahan tawa.
Tidak ada seorang pun yang dapat mengatasi ibunya.... huh?
"Lihat dia, dia tinggal sendiri, belanja sendiri, merawat dirinya sendiri."bu Susi menunjuk Ahsan. "Kapan kamu akan dewasa dan tidak menyuruh mama untuk memasak makanan kesukaanmu? tidak bisakah kamu masak sendiri!!"
Ahsan menggigit bibirnya sampai berwarna putih. Dia tidak bisa tertawa sekarang.
Wajah Hendra memerah. melotot memprotes ibunya.
"Mungkin seharusnya aku memasukkan anakku ke sekolah elit jadi dia bisa sepertimu. Tapi dia tidak lolos ujian masuk sekolah. Mereka bilang tidak cocok dengan profil. Percayakah kamu?! Mereka bahkan mempunyai profil standard siswa!"bu Susi bercerita ke Ahsan.
Ahsan tersenyum. "Anda pikir saya siswa sekolah elit?"
Bu Susi mengangguk. "Anak manis sepertimu? Iyakan? Mau dimana lagi?"
"Cipayung." ujar Ahsan.
Bu Susi membelalakkan matanya. "Benarkah....?!"
Ahsan mengangguk. "Ini hari petamaku."
"Ya tuhan!" bu Susi menutup mulutnya dengan tangannya. "Hendra! Kamu harus menjaganya! Kamu tahu apa yang akan temanmu yang bertatto dan bertindik lakukan!"
Hendra menghela. Dia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Owh, ayolah..... sekali-kali bisakah kamu membawa seseorang tanpa tatto dan tanpa tindik ke rumah?"
Ahsan tertawa kecil.
"Kenapa kamu pindah ke Cipayung? Ini masih pertengahan semester." tanya bu Susi lagi.
"Bunda hanya ingin saya mandiri dan kuat. jadi beliau memindakan saya ke Cipayung."
"Kenapa tidak ke sekolah yang elit?"
Ahsan hanya tersenyum.
"Mungkin profilnya juga tidak cocok untuk ke sekolah elit, ma." kata Hendra. "Hanya karena di manis, tidak berarti di adalah anak yang baik. Jangan tertipu."
Ahsan menggigit biboirnya lagi. Manis, huh?
Ya... matanya tak pernah salah. Hendra itu imut. Super imut."Ayo ma, Aku lapar. Ayah mungkin juga sudah menunggu." Hendra menarik tangan ibunya.
Bu Susi memegang pundak Ahsan. "Hei... jika kamu lapar, kamu bisa pergi kerumah kapan pun, ok? Rumahku berada beberapa blok dari pasar ini. Dengan gerbang kayu, kamu akan mengenalinya!"
Hendra semakin menarik ibunya dari hadapan Ahsan.
"Senang berkenalan denganmu, Ahsan!" bu Susi masih melambai ke Ahsan.
Ahsan membalas lambaian bu Susi.
"Anak yang baik..." bu Susi tidak bisa berhenti berbicara tentang Ahsan sepanjang kegiatannya berbelanja, bahkan saat mereka dalam perjalanan pulang. "Anak yang malang, dia harus hhidup sendiri...."
Hendra menghela nafas.
"Kenapa aku tidak punya anak baik seperti dia? Aku punya anak 2 dan tidak ada yang seperti dia... kenapa...? Aku akan memintanya untuk tinggal bersama kita...!"
"Tidak!!!"
"Kenapa?"
"Mama menyakiti perasaanku. Aku juga anak baik, ma. Atau mungkin mama bisa memberitahuku betapa baiknya kak Lindan. Ya tuhan! Ma! Bagaimana bisa kau sangat jahat dengan mengatakan bahwa anakmu tidak ada yang baik..."
"Tapi dia manis.... Menggemaskan.... Kalian semua menyeramkan sama seperti ayah kalian....."
Hendra menghela.
"Kamu harus merasakan kulitnya...... Sangat lembut...!"
"Mama! Stop!"
***
Hayoloh....
Gimana????
Lanjut????
Terima kasih sudah membaca cerita ini.
Bye.

KAMU SEDANG MEMBACA
HIGH SCHOOL
FanfictionKehidupan sekolah yang menyenangkan, atau mungkin sebaliknya..... MXM LOKAL