Sesal - Lay

17 2 0
                                    

"Hentikan!"

Laki-laki berwajah tampan bak Adonis di depanmu ini berusaha merebut minuman yg sedari tadi kamu teguk.

"Ku bilang hentikan! Apa kamu sudah gila hah?"

Dia tetap berusaha merampas minumanmu. Tapi tetap saja kamu meneguknya. Apa peduli ku? Toh dia bukan siapa-siapa lagi bagiku, ujarmu dalam hati.

"Lee y/n, ku bilang hentikan!!"

Dia menarik gelas yang kamu pegang secara paksa. Membuangnya hingga membentur lantai marmer dan pecah berhamburan. Pandanganmu mulai memburam. Dan sialnya tubuhmu mulai terasa panas sedangkan emosimu nampaknya mulai memuncak. Dia benar-benar membuatmu marah, selain itu dia juga merusak acara minum—pertama kali—mu. Apa maunya sih?

"APA PEDULI MU HAH? KAMU BUKAN SIAPA-SIAPA KU SEKARANG. JADI LEBIH BAIK KAMU PERGI!!"

Dia menarikmu keluar dari tempat bising yang baru pertama kali kamu kunjungi yang kamu harap tak akan menginjakkan kaki disana lagi serta teriakanmu tadi berhasil menarik perhatian separuh pengunjung dan membuatnya malu namun kamu tidak peduli.

Dia menatapmu nanar, seolah tersirat penyesalan diwajahnya. Oh menyesal? Dia tak pernah menyesal. Justru dia bahagia. Aku berani taruhan! Gerutumu.

"Ku mohon y/n, jangan seperti ini. Kita bisa bicarakan secara baik-baik."

"Bicara kata mu? Apa yang harus kita bicarakan? Semuanya sudah jelas. Lebih baik kamu tinggalkan aku!"

Dia merengkuhmu dalam dekapannya. Erat, bahkan kamu pun sulit untuk mengatur nafasmu sendiri apalagi ditambah dengan kemarahanmu yang memuncak karena minuman beralkohol sialan tadi.

"Maafkan aku y/n, sungguh aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu."

Dia terus mengecup puncak kepalamu. Membuat hatimu seperti diremas kuat. Oh Tuhan, bisa kah aku terus seperti ini bersamanya? Pintamu dalam doa.

"Jangan sakiti dirimu seperti ini. Kau boleh benci padaku, tapi jangan hancurkan hidup mu dengan minum-minuman seperti tadi."

Perlu kau ketahui oppa... Tanpa meminum-minuman sialan itu pun hidup ku sudah hancur. Jadi harus nya kamu biarkan saja aku mabuk dan terbebas dari rasa sakitku. Aku ingin melupakan semua yang tengah terjadi, paling tidak untuk hari ini saja. Karena aku jamin besok hanya akan ada rasa pusing dan mual yang tersisa.

"Y/n... lihat aku."

Lay merengkuh wajahmu, membawa nya agar menatap matanya. Meskipun pandanganmu masih sedikit memburam, namun kamu masih bisa melihat sepasang mata indah bermanik coklat pekat yang bersinar ketika terbiaskan lampu jalan disamping kanan kalian. Mata yang begitu meneduhkan, membuatmu merasa nyaman selama bersamanya.

Akan kah nanti nya bisa ku lihat lagi mata indah itu dengan jarak sedekat ini?

"Kamu tidak boleh seperti ini. Tidak boleh! Kamu kesayanganku y/n. Kamu berarti dihidupku. Kalau kamu seperti ini, sama saja kamu menghancurkan hidupku."

"Aku kesayanganmu? Bohong! Kamu berusaha membodohi ku oppa. Cukup dengan segala sikap manis tapi palsu itu yang kamu berikan padaku."

Matamu mulai perih, rasa nya air matamu tak bisa terbendung lagi. Tapi kamu harus kuat, kamu tidak boleh menunjukkan sisi lemahmu lagi dihadapannya.

Kamu melangkah mundur, berniat untuk pergi dari hadapan Lay. Namun dia menarikmu, menahan dengan kedua tangan kokohnya yang berada di bahumu meskipun kamu sedang berontak didepannya.

"Y/n... jangan bersikap kekanakan seperti ini. Bukankah kamu sudah mengetahuinya? Aku sayang padamu."

"Persetan dengan omonganmu! Kamu tidak pernah sayang padaku. Kamu hanya menganggap ku mainan, kamu hanya menjadikanku sebagai tempat persinggahan sementara yang bisa kamu datangi dan tinggalkan kapan saja, kamu jahat..."

Luluh sudah pertahanmu. Air mata yang sedari tadi kamu tahan tak bisa terbendung lagi. Kamu menangis dihadapannya! Satu sisi lemahmu yang akan segera tercatat dalam list memori di otaknya.

"Aku tidak meninggalkan mu y/n. Sungguh, bukan kah aku pernah bilang kita akan terus hidup bersama meski pun..."

"Meskipun kamu menikah dengan Irene? Apa itu bisa ku pegang? Kamu akan menikah, ya menikah dengan wanita idaman mu. Jadi apa aku harus terus bersama mu? Dan mendapat gunjingan setiap hari dari tetangga yang mengatakan bahwa aku, si gadis yang mengganggu hidup kakak tirinya bersama istrinya hanya karena tidak rela kakak tirinya menikah dengan gadis lain?" Kamu menyela ucapannya dengan suara tercekat. Rasanya ada sebongkah batu yang mengganjal kerongkonganmu.

Dia terdiam, menatapmu nanar. Lagi-lagi tatapan ini. Padahal dia tahu bahwa kamu sangat benci ditatap seperti itu. Kamu benci dikasihani, apa dia melupakan hal itu?

"Bukankah sudah pernah ku bilang, aku benar-benar sayang kamu. Oh bukan, aku benar-benar cinta sama kamu. Apa ungkapan itu selama ini kurang jelas?"

"Lee y/n, kamu harus tau kita tidak..."

"KAMU MAU BILANG KITA TIDAK BISA MENCINTAI KARNA KITA KAKAK BERADIK? KAMU CUMAN KAKAK TIRI-KU. KITA TIDAK ADA HUBUNGAN DARAH SAMA SEKALI. JADI AKU BERHAK MENCINTAIMU BEGITU PUN JUGA SEBALIKNYA!!"

Kamu menatap Lay, terluka karena perasaan yang menelan habis rasa malu mu yang masih bersikeras mencintainya. Rupanya cinta memang sudah membutakan mata, hati dan syaraf urat malu mu.

"Aku lebih dulu mengenalmu. Aku yang lebih dulu mencintai mu jauh sebelum pertemuan aeboji dan eomma. Harus nya mereka yang bisa mengerti perasaanku bukan aku."

"Tapi aku menghormati Aeboji ku. Aku juga menghormati Ajumma, ibu tiri ku sekaligus Eomma mu. Jadi ku mohon jangan bertingkah seperti ini. Aku akan tetap menyayangi mu karena kamu adalah adikku."

"Aku tidak mau menjadi adikmu! Aku ingin mendampingimu. Aku ingin menjadi sosok yang pertama melihat mu terbangun dipagi hari, menyiapkan sarapan dan membetul kan dasi mu saat hendak berangkat kerja nanti. Aku ingin membina keluarga kecilku bersama mu."

"Kau bisa melakukan nya kelak bersama suami mu, tapi tidak bersamaku. Lagipula inilah takdir kita. Tuhan hanya mengizinkan kita menjadi keluarga dengan cara seperti ini."

Tau kah bahwa aku tak ingin siapa-siapa selain oppa? Harus berapa kali ku sampaikan agar oppa bisa mengerti perasaanku?

Lagi lagi kamu melirih dalam hati.

Lay menaruh jemarinya diwajahmu, menghapus sebagian air mata yang masih menggenang di sudut matamu.

"Sebaiknya kamu pulang y/n. Dari tadi eomoni terus meng-khawatirkan mu."

Kamu hanya menggigit bibir, sadar bahwa sikap tololmu malam ini yang seenaknya saja datang ke tempat asing yang bising bernama kelab itu dan pasti akan membuat eomma mu kecewa.

Lay mengusap lembut rambutmu, sepertinya dia tahu akan kegelisahanmu.

"Aku berjanji tidak akan mengatakan hal ini pada eomoni. Kamu tenang saja." Kamu mendesah lega seraya mengangguk. Lay pun merangkulmu, membawamu masuk ke dalam mobil sedan lama milik aeboji nya. Dia tersenyum hangat sembari menunduk untuk memasangkan safety belt untukmu.

Mungkin dari awal seharus nya aku mengalah saja, tidak membiarkan perasaan ini berkembang terlampau jauh.

Atau mungkin harus kah aku menyalahkan takdir Tuhan yang baru mempertemukan kami lagi setelah eomma ku menikah dengan appa nya?

⬜⬜⬜

Readersku where you at? :')

Chat with You; EXO, BTS, SVTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang