✒ Back to reality - S.Coups

38 2 0
                                    

Suara nyaring dari sirene ambulan membuat ku beserta yang lain cepat-cepat berlarian keluar rumah sakit. Tadi baru saja kami mendapat kabar bahwa ada pasien yang dilarikan kerumah sakit akibat kecelakaan beruntun yang terjadi di tol jagorawi 20 menit lalu.

Dengan sigap, aku bersama teman seprofesi ku yang lain membantu para tenaga medis yang tengah menurunkan pasien itu dan mendorong bangkarnya menuju ruang ICU. Pasien tersebut seorang laki-laki berwajah asia—mungkin Japanese atau Chinese kurasa—dengan bibir semerah delima, bulu mata panjang yang mengintip dibalik matanya yang tertutup serta alis tebal ulat bulu nya yang membuat ku gemas.

Tampan. Bahkan dengan keadaannya yang mengenaskan seperti ini ia terlihat bak tokoh anime yang keluar dari komik. Aku berani bertaruh kalau selama hidupnya ia adalah Casanova yang mampu menakhlukan wanita hanya dengan sebuah kedipan mata.

Sial. Ku rasa, aku benar-benar memujanya sekarang.

Ku pandangi lagi sosok si tampan ini sembari membersihkan lukanya dengan sentuhan pelan, takut merusak pahatan Tuhan yang maha sempurna.

Sekujur tubuhnya luka dan bermandikan darah, bahkan aku bisa melihat pelipisnya yang sobek. Ah Sayang sekali tuan, wajah tampan mu harus dipenuhi luka seperti ini.

"Suster Nata, tolong kerjakan tugas anda dengan benar," Teguran dari dokter Fakhri membuat ku meringis sambil mengangguk padanya.

Sepertinya aku sudah jatuh pada pesona si pasien tampan yang bahkan tak ku tahu namanya ini.

***

Sudah sebulan si tampan di rawat di rumah sakit dengan keadaan koma. Tak ada keluarga maupun sanak saudara yang menjenguknya kemari. Padahal pihak kepolisian sudah mencoba menghubungi beberapa kontak dalam ponselnya yang ditemukan di tempat kejadian tapi tak ada satupun yang terhubung.

"Kasian sekali ya Nat, si tampan ini tidak ada yang menjenguk, pasti ia merasa sedih juga kesepian," racau patner kerja ku, suster Biya.

"Setidaknya ada aku disini yang menjenguknya setiap hari, ku jamin ia takkan kesepian."

Suster Biya menepuk lengan kiri ku dengan nampan aluminium, membuatku mengaduh kesakitan.

"Sadar Nat, dia bahkan tidak kenal siapa kau. Lagipula itu sudah jadi tugasmu untuk menemani pasien sampai sembuh, setelah sembuh bahkan kau akan ditinggalkannya tanpa sempat berkenalan."

Ucapan suster Biya menampar diriku telak. Aku jadi kesal dan ingin mencakar wajahnya, huh.

"Kalau dia sudah sadar, aku bersumpah akan mengajaknya kenalan. Kalau perlu minta kontaknya sekalian, and you will eat that!"

"We will see."

"Sudah sana, cek kamar kakek di ruang 346. Sepertinya beliau sudah berteriak minta tolong digantikan diapers olehmu," suruhku sambil mendorong suster Biya keluar dari ruang inap si tampan.

"Brengsek kau.." umpatnya pelan sambil berlalu dari hadapanku. Kini tinggalah aku bersama si tampan yang tiduran saja sudah sanggup membuatku belingsatan.

"Maaf tuan, keributan kami mengganggu istirahatmu. Ya benar, si Biya memang menyebalkan. Aku tahu," ucapku seolah-olah berdialog dengannya.

"Ngomong-ngomong mau sampai kapan tuan tidur? Memangnya tidak rindu dengan keluarga tuan?"

"....."

Tidak ada jawaban. Atau mungkinkah selama ini ia hidup sebatang kara?

Ah, bodoh. Tentu saja dia masih koma Nata, mana bisa menjawab pertanyaanmu. Lagipula si tampan yang sebatang kara itu terdengar sangat menyedihkan. Semoga dugaanku salah.

Chat with You; EXO, BTS, SVTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang