Bab 5 - Friend or Enemy?

1.1K 59 18
                                    

Friend or Enemy?

"Apa nama lengkapmu? Apa golongan darahmu? Apa makanan kesukaanmu? Kalau minuman kesukaan iced chocolate, kan? Um ... hobimu apa? Oh iya, umurmu berapa? Kuliah? Kerja?"

Semua tanya itu terus dilemparkan Javas sepanjang mereka berjalan dari restoran fast food ke kafenya.

"Kamu mau tukar satu pertanyaan sama aku?" tawar Javas.

Arnette menoleh pada pria itu.

"Kamu bisa balik tanya ke aku setelah jawab pertanyaanku," jelas Javas.

Arnette kembali menatap ke depan. Apa Arnette tampak ingin bertanya pada pria itu?

"Udah aku duga, pasti kamu nggak mau," ucap Javas lagi. "Kamu nggak sedikit pun penasaran sama aku?"

Arnette memutuskan untuk tak menjawab, toh pria itu pasti sudah tahu jawabannya.

"Jangan gitu. Jangan terlalu benci ke aku. Nanti kalau kamu tiba-tiba jatuh cinta sama aku, gimana?"

Arnette menoleh, menatap Javas seolah pria itu sudah gila. Untuk apa Arnette jatuh cinta sama pada pria itu?

Javas mendengus. "Lihat aja nanti. Kalau kamu sampai jatuh cinta sama aku, aku nggak akan nerima perasaanmu." Pria itu bahkan sudah berani mengancam.

"Tenang aja. Itu nggak akan pernah terjadi," balas Arnette mantap.

"Cih." Javas melengos.

Arnette melirik pria itu, sempat berpikir pria itu benar-benar marah atau tersinggung, tapi detik berikutnya, Javas sudah kembali menatap Arnette dengan senyum lebar.

"Kamu tahu, nggak? Aku dulu benci banget sama kamu," aku pria itu.

Arnette mengerjap, lalu menunduk, enggan menjawab.

"Tapi, kan, emang kamu yang salah. Kamu tahu-tahu datang dan memperlakukan aku kayak gitu. Habis itu kamu pakai bilang aku pembohong segala ..."

"Kamu emang bohong kan, waktu itu?" Arnette tak terima.

"Satu kali bohong udah bisa disebut pembohong, ya?"

"Satu kali atau berapa kali pun, bohong tetap aja bohong," tandas Arnette.

Javas kembali mendecih kesal. Namun, seperti sebelumnya, pria itu mengalah lagi dan berbicara, "Tapi, kamu waktu itu jahat banget."

"Kamu yang waktu itu bikin ribut," balas Arnette.

Javas mendengus pelan, mengangguk mengalah. "Oke, nggak masalah. Toh, sekarang kita udah berteman."

Arnette mengernyit kecil. Teman? Benarkah?

"Omong-omong, kamu nolak Wildan, kan?" Pertanyaan random dan tiba-tiba itu membuat Arnette mengerutkan kening bingung.

"Maksudmu ...?"

"Kan, aku tadi udah bilang, Wildan suka kamu. Ngelihat reaksimu, kayaknya kamu nggak ada perasaan apa-apa sama dia. Nanti aku sampaiin itu ke Wildan, oke?" tawar pria itu.

"Kamu nggak perlu ..."

"Nggak pa-pa. Kita kan, teman." Javas tersenyum lebar.

Bukan itu masalahnya. Arnette tak tahu apa yang Javas katakan tentang sahabatnya itu benar, tapi ...

"Oh iya, rumahmu di mana?" tanya Javas lagi.

Arnette lagi-lagi tak siap diserang seperti itu. Ia menatap Javas curiga.

Lost in Your Eyes (End di Karyakarsa allyjane)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang