Prolog

23K 1.6K 30
                                    

Cerita baru, seri ketiga Domination

Happy reading yaa

Luv,
Carmen

____________________________________________________________________

"Aah... aahh... aahhhh..."

Suara desahan yang sedang mengisi ruang kantor mewah bersiram cahaya matahari siang itu adalah milikku. Dan pria yang membuatku mendesah seperti pelacur tidak lain tidak bukan adalah bosku sendiri.

Aku tahu, ini sangat tidak pantas. Di atas meja kerja hitamnya yang mewah dan dingin, dengan rok terangkat ke pinggang, celana dalam masih menggantung di salah satu pergelangan kaki, tertahan oleh sepatu berhak tinggi yang kukenakan, aku mengangkang di bawah tubuh pria itu, memegangi kedua lengannya yang kokoh terbalut jas mahal sementara pria itu memompaku tanpa ampun.

Oh, penampilan pria itu tidak lebih terpuji, sebenarnya. Setelan atasnya memang masih lengkap, tapi celana beserta celana dalamnya menggumpal di kedua pergelangan kakinya yang kokoh. Jari-jemarinya mencengkeram kedua sisi pinggangku saat dia bergerak di dalam tubuhku. Liar, brutal, cepat, dalam, seperti yang selalu kusukai.

"Deeper," sengalku sambil menatap wajahnya yang nyaris tanpa ekspresi. Tapi seperti itulah dia, pria yang nyaris tanpa emosi. Namun tanpa kata, dia menuruti permintaanku, menumbukku lebih dalam walau rasanya sudah tidak mungkin, tapi gerakannya memang terasa lebih dalam.

"Faster," erangku lagi.

Ritme pria itu berubah, menjadi lebih cepat, aku mengerang hebat, menggigit bibir sesaat lalu melepaskan kembali erangan kuat saat sensasi itu menggumpal lebih tinggi.

"Harder, please, harder," pintaku, memfokuskan pandangan pada wajah tampannya yang masih datar. Tapi aku tahu, nanti, walau hanya beberapa detik, ketika dia berpikir aku tengah dilanda kenikmatan hingga tak sanggup memperhatikannya, aku akan bisa menikmati ekspresi yang tergurat di setiap garis wajahnya yang sempurna. Dan pada saat itulah, aku merasa dia menjadi milikku, walau hanya beberapa detik yang terlalu singkat.

Lagi, aku merasakannya, gelombang yang kian dekat, yang siap menyapuku. Aku menegang dan mulai melolong kecil ketika gerakan pria itu semakin kasar dan brutal, membuat tubuhku berguncang hebat oleh kekuatannya dan kenikmatan itu kemudian meledak, menampar kesadaranku berkali-kali. Tanpa bisa ditahan, aku melepaskan desahan panjang.

"Aaaaahhhh!!"

Seluruh tubuhku berkontraksi, berdenyut, meremas, mengejang, kenikmatan statis mengaliriku dan aku membuka mata di tengah rasa yang dahsyat itu untuk menikmati eskpresi pria itu barang sekejap.

Dia kini tengah memejamkan mata, napasnya sedikit memburu, rambut hitamnya jatuh sedikit menutupi dahinya yang dihiasi selapis keringat, dia masih tampan tapi ekspresinya tak lagi serapi tadi, mulutnya kini sedikit berkerut dan dia mendengus kian keras ketika hunjamannya terasa semakin tidak teratur - kuat, tergesa-gesa, semakin cepat dan ohhh... aku memutar bola mata ketika semburan panjang itu memenuhiku diikuti dengusan pelan pria itu.

Aku memejamkan mata kembali, menekan kepalaku keras ke meja untuk menikmati sisa-sisa seks panas kami. Kekasih yang bukan kekasihku itu, pria yang bukan priaku itu telah menarik dirinya cepat, secepat dia tadi menyatukan tubuh kami dan aku membuka mata saat merasakan kekosongan tersebut. Padahal aku masih merindukannya.

"Lunch break is over," ujarnya, nyaris tanpa perasaan.

Aku meliriknya yang sedang merapikan diri. Sesaat merasa rapuh, namun sudah lama aku membuang jauh rasa malu dan harga diriku. Jadi, aku bangkit dan meluncur turun dari mejanya yang terlalu sering kurebahi lalu mulai merapikan diri.

"Yes, Sir," jawabku sambil menarik celana dalamku ke atas dan menurunkan rokku. "Apa Anda masih memerlukanku?"

Pria itu mengangkat alisnya dan menatapku dari atas ke bawah. "You just did well. Sekarang keluarlah dan lanjutkan pekerjaanmu."

"Baik," jawabku patuh lalu bergerak ke arah pintu dengan kaki sedikit gemetar.

"Dan Allison..."

"Ya?" tolehku.

"Siapkan surat-surat yang tadi pagi kuminta. Juga draft kontrak Bentlard Inc. serta Rogers Electricity Corp. Jangan pulang sebelum kau menyiapkan semuanya."

Duh, sial!

"Baik, Sir." Aku menghadiahi pria yang kini sudah duduk di balik mejanya itu dengan sejenis senyum manis yang kaku. Ingin rasanya aku menonjok kepalanya keras-keras. Dasar berengsek! Jika dia ingin aku menyelesaikan pekerjaanku, seharusnya dia tidak terus menggangguku. Tapi seperti inilah hubungan kami. Aku bukan saja bekerja sebagai sekretarisnya, tapi aku juga melaksanakan tugas sebagai pemuas nafsunya, di manapun, kapanpun dia menginginkannya. Dan aku tidak bisa menolak, mungkin aku memang tidak ingin menolak... kenyataannya, aku memang tidak ingin menolaknya.

Dan hal itu sudah berlangsung selama bertahun-tahun... tiga tahun tepatnya.

Under His Touch (Domination #3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang