Telat lagi nih gue! Batin Risa.
Hari Senin Minggu ke tiga bulan ini, seperti biasa dimana sekolah akan mengadakan upacara.
Dengan langkah tergesa-gesa, Risa menuju sekolah karna sepedanya yang rusak dan bus juga tak kunjung tiba, mau tak mau risa harus berjalan kaki.
"Hoshhh...hosshh" terdengar nafas kasar dari hidung dan mulut Risa.
"Pak satpam... Bukain dong" pinta Risa sudah berdiri di depan gerbang yang terkunci.
"Pak... oiii pakkk" teriak nya lagi.
Suara dari kepala sekolah berpidato, terdengar begitu jelas dari depan gerbang. Karna Risa tak mau alpa, akhirnya cara yang sangat tidak baik harus ia lakukan saat ini.
Ia mulai memanjat pagar itu, dengan hati-hati dan tangan yang berkeringat dingin. Akhirnya ia turun dengan mulus. Senyum dan cengiran dari Risa menghiasi wajahnya, ia mengibas-imbaskan rambut, seakan sombong dengan apa yang ia lakukan barusan.
"K.H.A.R.I.S.A." suara itu, ya! Risa sangat mengenal suara itu. Seperti suara malaikat pencubit nyawa. Iya benar! Bukan pencabut nyawa melaikan pencubit nyawa.
Kharisa menggembulkan pipinya, lalu menghela nafas dengan kasar. "Pagi-pagi udah ketemu sama malaikat pencubit nyawa!" ujar Risa dengan lantang.
"Berani kamu sama saya?! Ikut saya keruangan saya.S.E.K.A.R.A.N.G!"
Risa menghentakkan kakinya, dan memberi hormat pada bu Lisa "Siap komandan!"
***
Sepertinya bu Lisa sedang berbaik hati, Risa tak di beri hukaman yang berat-berat. Ia hanya di suruh menyapu perpustaskaan saja. Dan itu adalah hal yang paling gampang bagi Risa.
Kini hukumannya sudah selesai, ia melangkan kan kakinya memasuki kelas yang sudah ada guru PPL di sana. Seringai jahil muncul di kepala Risa, entah kenapa rasanya ia senang sekali kalau menggoda Ajun.
Tangan kanan Risa terangkat ke udara, "Pagi calon suami!" teriak Risa melihat ke Ajun yang sedang menatapnya juga.
Baru saja, para netizen hawa kelas dia ingin protes tapi sudah di potong oleh Risa "Tuh kan! Gile! Baru ngomong gitu aja gue udah mau di sembur pake air liur sama mereka!!!"
Gelak tawa dari Mijah membuat Risa ikut tertawa juga. Ia memegang perutnya, sakit karna terlalu tertawa.
Ajun melangkah mendekati Risa, "Sudah tertawanya? Sekarang duduk di bangku mu." ucap Ajun dingin.
Seketika, nyali Risa menciut. Ia langsung berlari menuju bangkunya. Dan melanjutkan tawa yang tertunda.
Pelajaran pun dimulai, ada beberapa siswa yang memperhatikan, dan ada juga beberapa siswa yang malah asik dengan dunia mereka masing-masing. Contohnya sekarang Risa, gadis itu kini tengah mengotak atik ponselnya, ia sedang bermain game Mobile Legend.
"Ekhm" suara deheman membuat Risa berdecak. Ia tak memperdulikan suara siapa itu, yang ia hanya perdulian saat ini ia harus menang.
"Nah loh, nah loh!" seru Risa yang malah ikut bergerak karna menghindari musuh di dalam ponselnya.
"Sstt!" sejak tadi, Mijah terus menoel bahu Risa.
"Apaan sih Jah! Udah tau gue lagi main game?! Masih aja lo ganggu!" kali ini kesabaran Risa sudah habis. Ia pasrah kalau ia kalah.
Mata Mijah terus memberi kode agar Risa menoleh ke sampingnya. Dahi Risa mengerut, ia mengerti maksud dari Mijah karna ini adalah pertanda kode. Kepala Risa menoleh ke arah yang Mijah maksud, dengan gerakan slow motion mata Risa memebelak. Ia ke gep, oleh Ajun.
"Mana ponsel kamu?!" Ajun mengulurkan tangannya ingin mengambil ponsel Risa yang ia hindari dari Ajun.
"Ponsel saya ilang!" jawab Risa ngasal.
"Saya bukan seperti kamu yang bodoh!" ujar Ajun dengan tegas.
Sangat menohok sekali ucapan Ajun di hati Risa, matanya berkaca-kaca. Dengan hentakan ia memberikan ponselnya di atas meja, ia tak peduli kalau ponselnya rusak. Kali ini ia benar-benar sakit hati karna ucapan Ajun.
Dengan emosi, Kharisa berdiri dari bangkunya "Elo..." gantung Risa, "BANGSAT!" teriak Risa tepat di wajah Ajun.
Ia langsung keluar dari kelas itu, tanpa memperdulian teman sekelasnya yang mulai menggosipi dirinya. Risa ingin pulang saat ini juga, ia ingin menangis sejadi-jadinya di dalam kamar.
.
.
.
🥀coment🥀
KAMU SEDANG MEMBACA
SE-NADA [ON GOING]
RandomTak ada satupun manusia di dunia ini yang ingin bodoh! Tak ada. Boleh kalian cari dimana pun, kalian pasti tak akan menemukan orang yang ingin menjadi bodoh. Tapi bagaimana kalau sudah nasib? Selain itu juga, faktor kemalasan? Contohnya sekarang ad...