Bagian 1: Awal kisah

32 8 0
                                    


"Dunia itu fana", setidaknya, itulah yang dikatakan para pujangga. "Ia penuh teka-teki, indah dalam setiap alurnya".

Cintaku padanya seperti sin 90°
Dan cintanya padaku seperti cos 90°
Ya, kau benar
Cintaku padanya satu
hanya untuk dia
Namun...
Cintanya padaku nol
tak berbekas sama sekali
-Venicia

"Ini kisah ku dengannya, pujaan hatiku,hanya sekejap dihatiku. Singgah dihatiku hanya untuk membuahi bibit benci. Bilamana aku jadi perampok, akan kurampas hatimu. Bilamana aku jadi pujangga, akan kukelilingi dunia dan kuceritakan cinta ku padamu. Bilamana aku jadi panglima, akan kuperintahkan pasukan cinta untuk menguasai hatimu. Namun apa daya, diriku tak bisa jadi sesiapapun. Hati terjebak dalam gundah,menunggu rasa ini usai."

Senin,6 Juli 2016, adalah semester baru baginya, babak baru dalam hidup. Pendidikan yang akan ditempuh pada masa ini akan lebih berwarna. Sakit nya patah hati akan pertama kali dirasakan. Cinta pertama dan cinta monyet yang dirasa.

Ia berlari sekeras tenaga. Gadis mungil itu hampir saja terlambat. Setelah melewati gerbang itu, ia selamat dari derita sekejap yang baru saja dirasakannya. Ia berhenti sejenak, menyeimbangkan kembali nafasnya. Ia tak kuasa menahan penat yang dirasa di sekujur tubuhnya. Satu persatu lelehan keringat meluncur bebas dari keningnya. Darah berdesir, mengalir deras disekujur tubuhnya, membawa oksigen yang diperlukan bagi otot tubuhnya untuk bergerak. Ia terus menarik nafas kedalam hidungnya, berharap penat ini segera lepas. Setidaknya hawa sejuk pagi ini meredam hawa panas yang membakar kalorinya.

Setelah dirasanya nyawa terkumpul kembali, ia mencoba berjalan dengan langkah tertatih sehabis penat tadi. Ia terus melangkah melewati satu persatu tanaman di taman depan sekolah. Ini adalah Prima High School, salah satu sekolah terbaik di kota ini, kota minyak yang tinggal nama di sejarah. Ayahnya cukup beruntung kala itu, sebab pada saat itu terjadi PHK massal. Perusahaan minyak dikota ini hampir bangkrut karena minyak diperut bumi yang dipijaknya kini hampir habis. Sebagian besar pendapatan dari kota ini didapat dari minyak. Ayahnya kala itu masih sanggup membiayai sekolahnya disekolah elit ini.

Kini ia memasuki lorong yang memisahkan taman depan dengan lapangan upacara didalam sekolah ini. Dari kejauhan ia menyaksikan seluruh siswa sekolah ini berkumpul di lapangan upacara, bersiap untuk menerima instruksi dari kepala sekolah. Ia menatap kearah kerumunan itu berharap menemukan temannya. Harapannya terkabul, ia melihat Rachel dan Ribca, sahabat karibnya berpijak di barisan ujung kiri paling depan diantara kerumunan itu. Ia segera berlari dengan tubuh mungilnya, berharap langsung memeluk sahabatnya. Setelah sampai, ia langsung menerjang mereka dengan pelukan hangatnya.

"Hiya, hey kawan-kawan!", ia kegirangan.

"Waduhh, Venicia, pelan-pelan dong, kaget tau", ucap Rachel.

"Wah! tumben kamu datangnya lama Cia, biasanya kamu yang bukain pagar untuk kami", segera Ribca tertawa dengan tawanya diikuti Venicia dan Rachel.

"Eleh, sindir aja terus"

"Hahaha, kamu jangan marah dong, itu kan juga pujian untuk kamu"

"Hahaha, pujian dari mana, lo bisa aja deh"

"Udah-udah, kalian dari tadi ketawa aja, kalian gak khawatir ya?", potong Rachel disela-sela pembicaraan mereka.

"Apa yang perlu dikhawatirkan Chel, kan kita aman-aman aja disini", kata Venicia.

"Iya tuh, Rachel aneh banget, orang kita lagi senang tau, kita udah gak ketemu selama 2 minggu lebih, kamu gak kangen ya", Ribca menyahut dengan manyunnya.

"Hadehh bukan itu loh kawan-kawan, dengar-dengar sih kelas kita akan diacak dikelas XI ini, mungkin kita akan berpisah karena pengacakan kelas ini", sekilas wajah Rachel berubah murung.

Variabel CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang