(Delapan) Hidup normal?

6 0 0
                                    

"Hai Stella" ternyata Joey menjengukku lagi

"Sudah baikkan sekarang?" tanya laki-laki itu dengan penasaran

"Sudah Kak, thank god" jawabku dengan ceria

"Kau terlihat jauh lebih baik hari ini"

"Iya, obat-obat medis yang aku minum sangat berefek di badanku" jawabku dengan berusaha normal.

"Besok pagi aku jemput. Sudah siap untuk ngampus kan?" tanyanya lagi

"Tentu kak.. sudah sangat merindukan kampus nih"

"Pulangnya cepat sekali Joey" terdengar teriakan ayah dari belakang sambil berjalan pelan menuju pintu.

"Iya nih om, aku hanya mau lihat keadaan Stella" dengan senyum tulus di bibirnya/

"See you tomorrow Kak"

"See you" sambil berjalan menuju mobilnya.

"Kelihatannya mantra itu berguna" ayahku bertanya sambil memandangi punggungku

"Ya.. aku harap mantra ini salalu berguna ayah, tidak asyik kalau tiba-tiba sayapku muncul di depan publik"

***

Jarum jam telah menunjukkan pukul 10 malam. Sebuah hal yang biasa jika anak muda di larut malam tiba-tiba memikirkan hal-hal yang terkadang tidak berguna. Tapi, terkadang memang pikiran itu adalah kenyataan yang harus dihadapi. Hari ini seperti mimpi.. lebih tepatnya seperti mimpi dongeng. Aku bukan sepenuhnya manusia. Kematian ibuku ternyata tidak seperti yang aku pikirkan selama ini. Apakah dia masih hidup sekarang? Aku sangat ingin menemuinya. Bertanya banyak hal yang selama ini sudah sangat mengganggu otakku. Sulit sekali menerima kenyataan kalau selama ini ayah selalu berbohong untuk menutupi keadaan.

Ibu.. datanglah ke mimpiku lagi malam ini.

Tidak lama setelah mengucapkan permohonan, mataku sudah mulai mengantuk dan akhirnya tertidur.

Di tempat yang sama.. padang rumput dengan bunga-bunganya yang indah. Di atas pangkuannya, aku berbaring. Elusan lembut di rambut yang selalu kurindukan.

"Ibu.. aku tahu ini caramu untuk berkomunikasi denganku"

"Ibu.. pulanglah. Aku merindukanmu" pintaku sambil meneteskan beberapa air mata

"Maaf sayang, ibu tidak bisa kembali lagi ke bumi" raut wajah itu.. jelas sekali dia sedang bersedih.

"Aku sudah tahu siapa diriku bu.. Aku juga sudah tau siapa ibu sebenarnya. Pulanglah bu.. jangan menghindar dariku lagi!!" jawabku sedikit dengan nada tinggi

"Stella sayang, ibu selama ini telah menyalahi takdir. Dengan menikahi ayahmu pelanggaran besar yang sudah ibu lakukan. Tempat ibu di sini Stella. Ibu harus menjaga tempat ini, ibu terlahir untuk ini. Tapi tidak untukmu, ibu mohon selalu simpan sayapmu, ibu tidak mau kamu terjebak di tempat ini sayang. Nikmatilah bumi dengan orang-orang di dalamnya. Berpura-puralah kalau kamu adalah seorang manusia seutuhnya"

"Ibu.. tapi.."

tiba-tiba bayangan ibu telah menghilang dalam mimpiku. Seketika aku terbangun dalam tidur di tengah gelapnya malam.

Ibu.. tapi aku sangar merindukanmu

***

"Stella.. lama sekali kamu bersiap-siap, Joey sudah menunggumu dari tadi. Ayo cepat turun ke meja makan" desak ayah yang sudah mulai kesal.

"Iya ayahhh.. tungguuu"

Tidak heran.. ritual anak gadis setiap dijemput oleh pangeran berkudanya. Bolak-balik melihat cermin, sibuk membetulkan rambut, touch-up riasan.

"Sempurna. Kau terlihat cantik Stella. Tepat seperti mamamu" aku memuji diriku sendiri di depan cermin.

drak drak drak

langkah kaki cepat menuruni tangga, dan menghampiri meja makan.

"Ayo kak! Kita berangkat" dengan muka penuh semangat.

"Eh eh eh, jangan kau lupakan sarapanmu" ayahku mengingatkan

Kupandangi salmon di atas meja. Jujur saja, kali ini perutku tidak bisa menerima makanan ini, entah aku yang terlalu bersemangat sehingga perutku jadi gugup, atau aku sudah muak dengan salmon.

"Aku makan di kampus saja ayah. Salmonnya nanti aku makan saat pulang dari kampus oke.. jadi kau tidak perlu repot-repot izin pulang kerja untuk ini ayah" jawabku berusaha mencairkan keadaan

"well.. baiklah kalo begitu" jawab ayah tenang

sambil mencium pipi ayah, aku berpamitan untuk melangkahkan kaki di pagi hari ini.

"Sampai bertemu saat makan malam ayah" teriakku

"Jaga anakku Joey" ayah meneriaki Joey

Broken WingsWhere stories live. Discover now