(Sembilan) Aku dan diriku

7 0 0
                                    

"Teman teman.. umur kalian sudah tidak muda lagi. Tentunya kalian harus lebih dewasa dalam menghadapi kehidupan. Dimulai dari hal kecil seperti mengerjakan tugas-tugas kalian dengan tepat waktu. Itu salah satu bukti kalau kamu sudah bisa bertanggung jawab dalam hidupmu. Jangan mudah tertiup angin, segera cari tahu siapa dirimu. Apa jati dirimu. Percayalah hidup kalian akan lebih baik setelah itu"

Hari ini dosen berceramah lagi. 1 jam harusnya dipakai untuk menyampaikan materi, tetapi gara-gara beberapa anak nakal di kelas, akhirnya dia menceramahi kami soal kehidupan. Tetapi, aku tidak merasa rugi, terkadang anak muda memang perlu diberikan motivasi hidup. Contohnya seperti hari ini. Jantungku terasa berhenti berdetak dengan beberapa kata yang diucapkan beliau. "Segera cari tahu siapa dirimu, dan kau akan bahagia". Apakah seperti itu? Apa tidak cukup dengan hidup normal seperti ini? Aku bertanya pada diriku sendiri.

Jam kuliah pun sudah berakhir. Aku berjalan keluar kelas dengan sedikit lemas. Duduk di bangku depan kelas, merenungi perkataan dosen tadi.

"Hei, jangan bengong" Joey memecah renunganku

"Iya kak, aku hanya sedang memikirkan sesuatu" jawabku

"Kalau ada masalah cerita ya Stella, jangan kamu pendam sendiri. Mana tau aku ada solusi" ucapnya menyemangatiku

"Yuk sekarang makan siang dulu, oke?" Joey mengingatkanku

"Hari ini aku saja yang akan masak kak. Aku bosan makan di luar"

"As your wish pretty" jawabnya lembut sambil mencubiti pipiku.

Oh iya, beberapa hari yang lalu, kami sudah resmi berpacaran. Tidak begitu romantis prosesnya. Tetapi memang itu yang aku inginkan. Aku tidak terlalu suka hal-hal yang berbau merah muda, bunga-bunga harum dan lambang hati. Cukup dengan cincin perak aku sudah sangat bahagia.

"Kau tidak memakai cincinmu lagi?" tanyanya agak kecewa

"Ah, aku hanya tidak ingin menghilangkannya" jawabku

Digenggamnya tanganku, melihat ada bekas luka berbentuk cincin di jari manisku membuatnya bertanya akan sesuatu yang sedikit sulit untuk dijawab.

"Kamu alergi perak?" tanyanya sekali lagi

"Ah.. itu" aku berusaha mencari alasan agar tidak terlihat aneh

"Kalau kamu memang alergi, seharusnya bilang saja Stella. Aku akan membelikan yang baru, kali ini berbahan metal"

"Tidak perlu repot-repot kak" jawabku

"Tidak.. kamu tak pernah merepotkanku" jawabnya dengan santai sambil menggenggam tanganku.

Di dalam mobil, aku hanya bisa duduk terdiam tanpa ada kata-kata. Memandangi jari manisku yang hangus terkena perak, membuatku semakin risau. Bukan hanya sayap, tetapi tubuhku sudah menolak beberapa material bumi. Tanda-tanda aku bukanlah manusia semakin sangat terlihat. Ya.. aku memang bukan manusia, tapi aku juga tidak tahu makhluk apa aku ini.

Haruskah aku beri tahu Joey mengenai keadaanku?

"Apa itu terasa sakit?"

"Ah tidak kak, hanya sedikit gatal" jawabku

Jujur saja, aku lelah untuk berbohong.

"Kita sudah sampai, kita lihat apa yang bisa dimasak oleh jari-jari kecil itu" Joey menggodaku

"Salmon" jawabku singkat

"Tentu saja, aku tidak terkejut" matanya sambil berputar

Kreeek kubuka pintu utama, meletakkan tas dan jaketku di sofa. Kulihat Joey mengikuti langkah pergerakanku.

"Duduklah, akan kubuatkan Mentai Rice"

"Ah.. itu olahan salmon yang sangat berbeda dengan biasanya" dia berusaha menggodaku lagi

Segera kusiapkan bahan-bahan. Kupotong salmon dengan ukuran yang kecil-kecil. Biasanya aku suka menikmati salmon mentah, tapi kali ini aku merasakan jijik yang sangat luar biasa melihat salmon. Baunya membuatku sangat mual. Yang benar saja, apa kali ini aku sudah tidak bisa mengkonsumsi hewani?

"Kamu tidak apa-apa Stella?" Joey khawatir

"Aku tidak apa-apa kak"

"Sudah kamu duduk saja, biar aku yang melakukannya"

Selagi dia memotong salmon, aku menyiapkan bahan-bahan lainnya. Hari ini, hari yang sangat membingungkan.

***

Setelah hari itu, ibu tidak pernah kembali ke mimpiku. Tempatku bertanya sekarang sudah lenyap. Aku ingin sekali tahu apa aku ini. Kuputuskan untuk membuat beberapa catatan yang berisi keanehan dalam tubuhku. Yang pertama tentu saja sayap, kedua aku tidak bisa menyentuh perak, dan yang ketiga aku tidak bisa menyantap produk hewani.

Aku membuka pintu kamar pelan-pelan agar ayah tidak terbangun malam ini. Mengendap endap ke gudang untuk mengambil beberapa buku dongeng milik ibu. Karena seingatku, ibu pernah menceritakan suatu dongeng yang mirip seperti apa yang aku alami. Semoga aku akan segera mengetahui jati diri. Aku ingin hidup tenang dan bahagia, seperti yang dosenku katakan.

Broken WingsWhere stories live. Discover now