---
Hubungan persahabatan yang sudah sejak lama dibangun, kuatnya seperti batu besar di pegunungan yang sulit untuk diruntuhkan. Dan apa pun yang terjadi, mereka akan tetap bersama layaknya cicak dan dinding yang tak pernah bisa terpisahkan.
Waktu sangat cepat berlalu, seperti sebuah roket yang menghunus membelah atmosfer hingga sampai ke bulan.
Seperti baru kemarin saja Ryuka dan Jungkook berebut permen lolipop, memakan kukis jahe dan susu hangat di sore hari, mereka yang masih meminta orang tua mereka untuk mendongeng dan akhirnya tidur bersama, atau mungkin mereka yang masih sering bermain rumah-rumahan (Jeon sebagai Ayah dan Ryuka sebagai Ibu). Jika mengingat kilas balik, memalukan juga untuk mengingat semua itu.
Sekarang mereka sudah remaja. Jungkook tumbuh kekar dan tinggi melebihi Ryuka, sehingga si pria kerap kali menjadikan tinggi badan Ryuka sebagai bahan ledekan. Tinggi 161 cm tidak terlalu buruk untuk si Jungkook yang 178 cm, bukan?
Semilir angin di penghujung bulan memainkan dua surai manusia hingga terayun pelan. Daun yang berguguran layaknya hujan yang mendirus keduanya. Mereka nampaknya sama-sama memilih menikmati senja ketimbang harus kembali ke rumah untuk beristirahat.
Sepertinya tidak juga, salah satu dari mereka sudah menggerutu karena dari tadi si pria hanya mengulur-ulur waktu, padahal si gadis sudah sangat gerah dan butuh guyuran air dari shower dan ingin segera menikmati kue beras yang sudah ia beli semalam.
"Aku bosan jika kau selalu seperti ini, Jung. Cepat katakan. Jangan membuang-buang waktu. Jika kau hanya menyuruhku untuk menggaruk punggungmu atau mungkin mengoleskan salep di di lehermu yang panuan itu, jangan harap aku akan melakukannya." Gadis itu menyemburkan napas lelah, menoleh malas pada pria yang diam saja seperti patung.
Sepenuhnya ragu, Jungkook membulatkan hati untuk angkat bicara, ditambah mengubah posisi duduknya agar lebih dekat pada lawan bicara. "Bukan itu. Ini lebih penting. Tapi jangan marah setelah ini jika aku mengatakannya." Menghembuskan napas sebelum mengulurkan satu pack permen karet yang kira-kira isinya seratus biji. Bisa disebut sebagai sogokan.
Ryuka mendelik, tidak serta merta menerimanya. "Wow. Tumben sekali begini. Perasaanku jadi tidak enak." Menyenderkan sebelah bahunya pada punggung kursi, lalu menatap Jungkook sengit. "Aku tidak akan menerima permen ini sebelum kau mengatakannya."
"A—aku ... aku ..." Seperti dicekik, si pria yang sudah mengumpulkan niat, mendadak tidak bisa mengutarakan isi hatinya, malah menguapkan seluruh perkataannya.
Ryuka memukul lengan berotot itu dengan sebal. "Cepat katakan, atau aku pergi dari sini."
"Aku berkencan dengan Dahye."
Akhirnya si tengil Jeon mengatakannya.
Berkencan? Apa? Oh astaga, berkencan maksud Jungkook itu apa?
Terlalu terkejut, jadinya butuh beberapa sekon kalimat mentah itu diproses dalam otak Ryuka hingga matang.
"What? Aku tidak salah dengar, 'kan? Coba katakan sekali lagi." Gadis itu merapatkan cupingnya pada bibir Jungkook
KAMU SEDANG MEMBACA
Indecisive
FanfictionPada akhirnya hanya akan ada dua pilihan; meninggalkan atau mencintai. Jung Ryuka terlanjur masuk dalam zona yang dibuatnya sendiri, zona yang tidak terbayangkan sehingga mampu menghancurkannya bagai kepingan. Jeon Jungkook kalah telak menghadapi...