Fix My Broken Heart - 1

26.9K 1.5K 62
                                    

Kuedarkan mataku ke penjuru ruang. Kebisingan yang memekakkan telinga berusaha kuabaikan. Silau lampu yang membuat mataku pedih mengedip cepat, mengikuti hentakan musik yang mengalun keras dan berdebam.

Sesosok tubuh indah sedang meliuk di tengah lantai dansa. Aku menggeram. Menyusahkan! Dengan cepat kutarik lengan telanjangnya dan kuabaikan racauan protesnya.

"Aku masih ingin menari, Kin," tolaknya berusaha menepis cekalanku.

"Sudah cukup Kak. Kita pulang! Aku tidak mau Kak Damar memarahiku karena Kakak mabuk!" kuhela lengannya dengan paksa.

"Aku sudah dewasa, Kin! Damar tidak berhak mengatur-ngatur kehidupanku!" serunya marah.

"Tentu saja Kak Damar berhak. Dia tunangan Kakak!"

"Cih! Tunangan. Aku bosan dengan aturan-aturannya. Aku tidak suka dengan sikap posesifnya!"

"Kak, itu semua Kak Damar lakukan untuk kebaikan Kakak. Kak Damar mencintai Kakak," aku menekan rasa pedih di sudut hatiku agar tidak muncul ke permukaan. Biarlah ini kusimpan hanya untukku sendiri.

"Cinta? Huh! Kalau saja dia tidak kaya dan kita tidak berhutang budi padanya karena menyelamatkan Ayah, aku tidak akan sudi menjadi tunangannya!"

"Kak Retta, jangan bicara sembarangan!" desisku sedikit menghardik sambil menarik tangannya menuju ke mobil yang kuparkir di dekat pintu club. Semoga saja tidak ada yang mendengar ucapan Kak Retta dan menyampaikannya pada Kak Damar. Aku tau, Kak Damar menempatkan orang-orangnya untuk mengawasi Kak Retta. Laki-laki itu terlalu mencintai Kak Retta sampai memberikan pengawasan yang begitu ketat pada Kakakku ini.

"Kenapa harus aku yang menjadi tunangannya? Kenapa kami harus berhutang budi padanya? Kenapa Kin? Jawab!" Kak Retta mencengkeram bahuku dan mengguncang-guncangkan dengan keras.

"Kak! Seharusnya Kakak bersyukur dan senang dia mencintai Kakak!" aku meringis ketika cengkeramannya mengerat.

"Tentu, adikku sayang. Tentu aku senang dia mencintaiku. Damar seorang yang kaya dan murah hati bukan?" tawa terkikik Kak Retta membuatku mengerti bahwa ia sudah setengah mabuk. Dan aku hanya bisa berharap Kak Damar tidak akan marah padaku karena aku terlambat membawa Kak Retta pulang.

"Sekarang kita pulang, Kak. Kak Damar pasti akan marah kalau tau Kakak di sini," kubuka pintu mobil dan mendorong Kak Retta masuk. Kuabaikan omelannya yang melantur tidak karuan. Aku hanya berharap ia tidak menyulitkanku.

.

.

=====

.

.

Mata itu seperti mata elang yang membidik mangsanya. Jantungku berdetak kencang. Tubuh Kak Retta terkulai dalam pelukannya. Aku memejamkan mata, berharap ia tidak mengeluarkan kata-kata yang semakin mengoyak hatiku.

"Bagaimana bisa kau membiarkan Retta mabuk?"

"A-aku sedikit terlambat membawanya," sahutku lirih.

"Sampai dia seperti ini kau bilang sedikit terlambat huh?"

Aku mengernyit. Kak Retta tampak memejamkan mata, tak berdaya dalam pelukan posesif Kak Damar yang menatapku marah. Bukankah tadi Kak Retta masih bisa memberontak dan mencerocos sepanjang perjalanan? Dan, sejak kapan ia pingsan? Atau tertidur? Atau.... astaga, apakah Kak Retta pura-pura?

"JAWAB KIN!"

Aku terlonjak kaget bercampur gugup.

"Maaf Kak," kutundukkan wajahku dalam-dalam. Dadaku terasa sesak. Mataku terasa panas. Air mataku sudah siap meluncur turun.

Fix My Broken Heart (Sudah Terbit Di Google Play Book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang