Page 4

334 42 0
                                    

.
.
.

Pulang.

Waktu yang pastinya akan didapati mereka berdua tengah bersama-sama. Waktu yang biasanya mereka pakai bercanda tawa, kini berganti menjadi keheningan yang mengikat dada. Sungguh, Root kebingungan sekaligus takut untuk membuka suaranya, bertanya mengenai hal tadi.

Rinu menyuruhnya untuk memastikannya lagi. Ya, dan itulah yang berada di dalam lubuk hatinya sejak tadi pagi.

Ada apa denganmu, [Name]? Kau berubah sangat drastis hari ini, Root membatin.

Hanya saja ia tidak bisa langsung mengatakannya. Root tidak bisa. Suasana ini sungguhlah canggung, ia tidak ingin lebih memperparahnya lagi.

"Ada yang ingin kau bicarakan, Root?" tanya [Name] menginterupsi keheningan di antara mereka berdua, seakan tau isi di dalam otaknya yang terus-terusan berputar.

Root menegak ludahnya, gugup. "Ti, tidak ada, kok. [Name]."

"Hm, kalau tidak ada yang ingin kau bicarakan. Aku akan membuka mulut, kalau begitu."

Sontak saja, degup jantungnya berdetak lebih cepat dari yang tadi. Keringat dingin membasahi pelipis Root. Tangannya bergetar. Apakah ini pengaruh gugup?

Berbeda dengan diri [Name], ia hanya menatap datar. Helaan napas terdengar, raut wajah enggan pun tersirat dengan sangat jelas. Tidak, Root tidak ingin dugaannya menjadi benar. Root takut, takut dengan pikirannya saat ini.

"Kita ... sudah saja, yuk?" ajaknya dengan tatapan tak berarti apa-apa.

"Eh?"

Benar katanya. Benar yang dipikirkannya. Tapi, tetap saja. Root tidak bisa menerima hal ini. Masa hanya karena dirinya lambat bangun dan banyak tidak menuruti nasihat juga perintah dari kekasihnya itu, mereka berhenti?

Iya, Root tau dirinya salah. Dan mungkin saja, [Name] sudah lelah dengannya. Tapi ...

"Ini bukan dirimu sama sekali, [Name]!" bantah Root.

[Name] tersentak kaget. "Hah? Apa maksudmu?"

"[Name] yang kukenal tidak akan seperti ini, kalau tidak ada sesuatu! Pasti! Soalnya, kan ... [Name] itu orang yang baik," jawab Root dengan raut sedih.

Root pun mendekat, menggenggam kedua tangan gadisnya itu. Menatap lekat dirinya dengan iris yang terlihat memelas. Mulutnya pun membuka, menghujamkan pertanyaan dengan bertubi-tubi.

"Kau sedang tidak kena masalah, bukan? Lalu karena tidak ingin aku terkena imbasnya, kau mencoba mengakhiri ini, bukan? Kau tidak beneran membenciku, bukan?"

Gadis di hadapannya itu terdesak, mengalihkan wajah. Sekarang, gantian ia yang panik dan bergumam.

"Darimana kau tahu ...?"

.
.
.

Hate Things [Root version] [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang