Pengakuan

3.8K 191 20
                                    

"What? Terus gimana nyokap, bokap lo, setuju?" tanyanya penuh antusias saat pengakuan ia berikan secara gamblang tak ada lagi yang ia tutup-tutupi, eh sepertinya masih ada satu fakta yang belum terkuak. Yang pasti fakta itu mampu memberikan serangan jantung secara mendadak, parah bukan?

"Ehm? Gue belum ngomong sama Nyokap, Bokap gue. Gue takut mereka nggak bisa nerima calon mantunya."

"Habis lo oon nyari pacar yang udah tuwir gitu, gue yakin pasti hampir seumuran, Bokap lo? Iya, kan?" tuduhnya penuh keyakinan membuat Jennie tak terima atas tuduhan yang tak sesuai dengan kenyataan yah meski perbeda tipis tapikan nggak sama.

"Enak aja, ya nggak lah. Beda jauh cuy, secara dia tuh masih ganteng, masih maco, kekar, punya roti sobek dan yang jelas berkharismatik tinggi, nggak kayak Bokap gue yang galak gitu, perut Bokap gue juga udah mulai buncit, nggak kota-kotak lagi. Pokoknya beda jauhlah," sargahnya dengan diakhiri senyuman.

"Ck! Ngimpi lo ketingian Jen, sadar napa sih. Lagian ya setok cowok yang lo sebutin tuh limited edition di dunia ini kali, sekalipun dicari juga susah dapatnya. Malah yang gue bayangin  saat lo sedang inthehoy sama tuh om-om, berasa kayak lagi main sama Bokap sendiri dong. Hahaha."

"Candaan lo najis banget sih, Man. Awas aja kalau ketemu terus lo ngiler gue ceburin lo di got depan rumah." baru juga selesai ngomong gitu sebuah bola basket justru dengan manjanya menyentuh kepala Jennie, membuat Jennie mengaduh kesakitan.

Kegeraman Jennie semakin menjadi-jadi saat tahu siapa biang onarnya. Tanpa babibu Jennie mengambil bola basket itu dan melemparnya kerah Elang dengan tenaga penuh, untung dia penangkap handal, coba kalau tidak pasti perutnya sudah terserang rasa nyeri yang menjalar. Mendapati aksinya yang gagal Jennie hanya bisa mendengus kesal.

"Sorry, nggak sengaja tadi." teriak Elang lantang yang berujung kesalah pahaman.

"Alasan! Gue tau kok apa yang lo pikirin dibalik otak udang lo itu, lo pikir gue anak kecil yang bisa dikadalin huh? Bilang aja lo mau balas dendam karena gue timpuk pakai botol iyakan?"

"Emang beneran nggak segaja kok, lagian kalaupun disenagaja pasti gue akan lempar lebih keras, biar gue puas saat lihat lo kesakitan."

"Hng! Di mana-mana maling tuh nggak ada yang ngaku, dasar banci cemen. Kalau berani maju sini loh!"

"Eh jangan sok jagoan ya? Lo tuh cewek, nggak usah nantang-nantangin segala, yang ada lo bakala nangis lagi. Gue emang nggak bisa bela diri, tapi gue bisa membuat lo lemah nggak berdaya di bawa kungkungan gue, gimana mau coba?"

"Gila!" teriaknya dengan melempar salah sepatunya yang tepat mengenai sasaran, kepala Elang.

"Woy, cewek bar-bar banget ya. Panteslah kalau nggak laku sikap kayak preman pasar gitu, kalaupun dikasih gratisan juga pada ogah."

"Eh sorry, gue bukan cewek lo yang murahan itu, ya? Gue masih punya harga diri yang lo-lo semua nggak punya, buktinya kelakuan kayak anjing." suasana kian memanas saat sosok itu mulai andil dalam kalimat Jennie. Manda yang mulai was-was segera mengamankan temannya agar terhindar dari masalah besar, dan jangan lupakan wajah mengeras serta kepalan tangan yang siap meninju orang. Membuat Manda merasa ngeri setengah mati, lagian ini juga salahnya karena memilih jalur yang salah, ck.

"Apaan sih, Man. Harusnya lo tuh nggak usah bawa gue pergi. Gue mau cabik-cabik tuh orang, reseh, suka usil. Dididik orang tuanya nggak sih?"

"Maklum lah Jen, didikannya peke uang ya gitu, nggak bisa menghargai orang. Lagian nggak bosen apa lo berantem sama tuh burung kutilang terus-terusan, lo juga bentar lagi mau nikah, masa nggak berubah-berubah sih." tutur manda dengan menghela napas pelan.

My Husband My Enamy FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang