Jin POV
Aku melihat Namjoon yang menatapku dengan heran,
"aku saja sudah cukup?"aku menganggukan kepalaku dan melihat Namjoon,
"apakah ada yang salah dengan pernyataanku?"Namjoon memajukan tubuhnya dan menggenggam tanganku. Menatap mataku dengan sangat dalam,
"kamu hanya ingin punya hubungan dan tidak mau ada status atau tidak ingin menikah?"aku menghindari tatapan matanya, "banyak harus dijelaskan jika memiliki status apalagi pernikahan. Aku belum siap dengan itu semua"
Tangan Namjoon menggerakkan daguku,
"tatap aku jika sedang bicara, tidak akan ada hasil diskusi jika saling menghindar. Apa yang membuatmu tidak siap?"Aku memandang matanya,
"apakah kamu akan selalu bertanya tentang ini? apa sebaiknya kita tidak usah berhubungan kalau yang kamu mau hanya status?"Namjoon memandangku dalam,
"Aku menyerah untuk malam ini, tidak akan baik kalaupun pembicaraan ini diteruskan"Namjoon menarik dirinya dan berjalan ke arah pintu. Aku mengikutinya, melihat punggungnya dengan tidak rela. Sebelum dia membuka pintunya aku menggengam lengannya, hingga dia berbalik dan menatapku.
"Namjoon, kamu marah?"Namjoon menghembuskan nafasnya dengan berat namun tangannya yang lain mengusap kepalaku,
"Aku sedang belajar memprioritaskan rasa tertarikku dibandingkan emosi lainnya. Supaya emosi apapun yang ada, akan selalu kalah dengan rasa tertarikku padamu. Jadi aku biarkan aku pulang kali ini, supaya aku belajar bahwa berjauhan denganmu, walaupun di tengah perbedaan pendapat adalah pilihan yang terburuk"Aku menatap lelaki yang lebih muda dariku ini dengan pemikirannya yang luarbiasa dewasa.
"Pulang langsung ya.
Berjanjilah padaku"Entah tatapan jenis apa yang kuberikan padanya, hingga Namjoon mendekat dan mendekapku.
"Setelah ini tidurlah, ingatlah bahwa aku pasti akan langsung pulang. Bukan hanya karena berjanji padamu, tapi untuk membuktikan padamu tidak ada emosi yang dapat mengurangi rasa tertarikku padamu, Jin. Tunggu aku besok, biar kita beli gundam untuk Naka. Maukan?"
Aku mengangguk dalam dekapannya.
Dia melepas pelukannya dan membuka pintu. Aku menghantarnya hingga dia masuk ke mobilnya dan selama itu aku melihat punggung tegapnya. Mungkin Tuhan menciptakan sayap tak kasat mata dipunggungnya supaya orang lain tidak melihat betapa malaikatnya dia. Bukankah dia terlalu baik untuk diriku yang terlalu aneh?
.
.
.
Naka POV
Oke, pagi ini mataku baik-baik saja. Gak ada gangguan seperti kemarin pagi.
Aku hanya lihat appa yang lagi sibuk di dapur kayaknya sih bikin gimbab.
gimbab appa paling enak sedunia.Eh ga deh.
Semua masakan appa paling enak sedunia.Aku jalan ke dapur, seperti biasa mau ambil minum. Minum air putih itu baik loh, tapi lebih baik lagi abis itu minum susu putih yang udah ada di meja yang udah disiapin sama appa aku yang ganteng dan baik banget.
"Eh, jagoan appa udah bangun, minum susu dulu ya.
Sebentar lagi sarapannya, appa lagi potong-potong bibimbap biar bisa dibawa buat bekal"Terus aku lihat kotak bekal yang gede, yang bukan kotak bekalku biasanya. Dan appa buat gimbab yang banyak banget, sebanyak biasa appa bawa bekal kalau Jimin samchon lagi dateng tapi Yoongi samchon lagi ga masak. Padahal masakan Yoongi samchon tuh enak banget, masakan terenak kedua di dunia.