Namjoon POV
Aku melihat putra kebanggaanku keluar dari sekolahnya dengan muka tertunduk. Wajahnya yang muram disertai dengan aura kelam, membuat teman-temannya menghindarinya, seakan jika mendekat padanya hidup mereka akan terancam.
Aku berjalan menghampirinya, mensejajarkan pandangan kami,
"Hei, kenapa wajah anak ayah ini?"Dia mendongakkan kepalanya,
"Tadi ibu guru ngasih soal yang di diktekan yah, terus Naka salah dengar.
Jadi Naka salah satu.
Naka mau protes ke ibu guru tapi teman Naka bilang nilai Naka sudah paling tinggi di kelas, buat apa protes?
Naka kesal, yah.
Naka tau Naka yang salah dengar, tapi Naka ga suka nilai Naka jadi jelek!"Mata beningnya mulai berkaca-kaca dan aku pegang kedua bahunya,
"Naka lebih pilih jadi anak sempurna atau anak yang unggul?"Naka melihat aku dengan tatapan bingung,
"Bedanya apa yah?"Aku menatap kedua bola matanya yang indah dengan lebih tajam,
"Anak sempurna berarti anak yang tidak pernah salah, kalau anak unggul adalah anak yang biasa gagal dan bisa bangkit lagi. Naka pilih mana?"Naka melirikan matanya ke arah kiri, seakan itu pertanyaan yang sulit, sesulit jika dia ditanya lebih sayang ayahnya atau appanya,
"Kalau ayah pilih yang mana?"Aku tersenyum,
"Pendapat ayah bukan pendapat Naka. Sekarang jawab ayah, Naka tau itu kesalahan Naka kan?"Naka menganggukan kepalanya.
"Naka sadar sepenuhnya kalau itu salah Naka kan?"
Naka kembali menganggukan kepalanya.
"Sekarang lebih jagoan mana mengakui kesalahan atau bohong karena sudah buat salah?"
Naka mengerutkan dahinya,
"lebih jagoan yang mengakui kesalahannya, ayah".Aku tersenyum kepada jagoanku,
"Jadi Naka sudah tau kan lebih jagoan kalau mengakui kesalahan?
Kesalahan itu ada untuk diperbaiki bukan untuk ditutupi"Naka menghelang napasnya dengan berat,
"Jadi Naka ga boleh protes ke bu guru?"Aku mengelus rambut Naka dengan lembut,
"Tentu boleh, namun untuk protes ada etika, Naka. Naka tetap mau protes ke ibu guru Naka walaupun Naka yang salah? Jagoan mana yang protes kalau sudah tau salah?"Naka memajukan bibirnya, merajuk manja,
"Tapi Naka beneran ga suka nilai Naka jelek, yah. Naka bisa mainan dinamo sama ayah, kok pelajaran dikte aja Naka salah? Kan ngeselin yah"Aku berusaha menahan tawaku,
"Hey my baby boy,
Kamu pikir kalau ayah bisa memperkirakan sumberdaya minyak bumi ayah juga bisa memperkirakan pergerakan minyak di wajan?"Naka tersenyum dan merentangkan tangannya, minta di gendong.
"Jangan yah, cukup appa aja yang masak. Ayah bisa bakar rumah kalau masuk dapur, hehehehe"Aku menggendong Naka dan menatapnya sinis namun dia terus tersenyum,
"Iya juga ya, ayah aja yang keliatan sempurna gini masih ada kurangnya. Apalagi yang masih belajar kayak Naka?"Aku berjalan ke mobil sambil menggendong putraku dengan 1 tangan,
"Manusia yang dewasa itu yang senantiasa mau belajar, Naka.
Dan ayah senang sekali, Naka paham bahwa ayah tidak sesempurna itu"Naka memeluk perpotongan leherku,
"Jadi ayah itu anak unggul?"Aku menghentikan langkahku, menatap si jagoan yang sangat cermat memuntir kata,
"Naka, tau kenapa di dunia tanaman disebut bibit unggul dan bukan bibit sempurna?
Karena kalau bibit sempurna, dia akan hanya sempurna menjadi bibit dan akan sulit bertumbuh. Namun jika bibit unggul, dapat meretas lapisan tanah, mengakar dan bertumbuh dengan baik.