Namjoon POV
"Kalau kamu ingin menikah, ayahmu akan ikut turut campur? Seperti memilihkan pasangan untukmu, menilai calon pasanganmu dan lain-lain?"
Aku menoleh ke arah Jin yang tanpa ada angin apa-apa tiba-tiba membahas pernikahan. Tanganku tetap memijit kakinya dan memperdalam pandanganku kearahnya,
"Bukankah aku pernah cerita aku hanya pelengkap di foto keluarga? Bahkan mungkin ayahku tidak ingat punya anak sepertiku. Jadi kurasa, beliau tidak akan mengatur apa-apa tentang hidupku"Jin mencebikkan bibirnya,
"Aku juga seorang ayah, Namjoon. Terlepas dari apapun masalahnya, restu dari orangtua yang terbaik.
Aku rasa, aku ingin menikah jika restu ayahmu kudapatkan"Tanganku refleks menghentikan pijatanku ke kakinya Jin,
"Kamu serius? Bukankah kemarin sepertinya menikah adalah hal yang mustahil bagimu?"Jin melipat tangannya di dada,
"Iya, aku tetap tidak suka konsep pernikahan yang kesannya mengikat apalagi memiliki status sebagai suami yang dimana suamiku adalah seorang suami.
Tapi bagaimana orang lain paham jika kamu hanya untukku jika kita tidak menikah?
Belum lagi kamu dari keluarga kaya yang bebas menunjuk siapapun untuk jadi pendamping, ditambah drama kehidupan tentang perjodohan keluarga kaya dengan campur tangan orangtua.
Aku tidak akan sanggup melihatmu menjaga janjimu terus bersamaku tapi kamu menggandeng orang lain ke depan altar dan berjanji untuk mengikat hubungan kalian sampai maut memisahkan.
Bisa-bisa aku dari orang yang punya hubungan denganmu menjadi pengganggu rumah tangga orang"Aku tersenyum atas pola pikirnya Jin,
sungguh dia unik untuk otakku yang sangat mainstream,
"Jin, buatku menikah jangan karena pandangan orang akan dirimu, tapi karena memang kita yang berjanji untuk menjaga hubungan sampai akhir hayat.
Aku senang kamu takut aku berpaling, tapi percayalah aku tetap akan ditempat yang sama, menunggu jawabanmu untuk menikah denganku karena memang kamu yakin menikah hanya mengikat hati dan janji.
Sampai kamu tau menikah bukan mengikat sayapmu sehingga kamu tidak punya mimpi.
Aku ingin menikah denganmu justru karena hanya aku yang sanggup memperindah sayapmu dan begitupun kamu memperindah sayapku.
Kamu tetap milik dirimu,
Pernikahan denganku hanya melengkapi kita.
Apa kamu paham?"Jin terlihat berpikir keras,
lalu melihat mataku dengan tatapan ingin tau,
"Walaupun aku tidak yakin untuk menikahimu sampai akhir hayatku kamu tetap akan menunggu?
Walaupun ribuan lidah yang tajam seperti belati bertanya tentang hubungan kita, dan itu menyayat hatimu?"Aku sedikit mengangkat kaki Jin dan bergeser mendekati dia, mengenggam tangannya lembut,
"Jin, tidak ada satupun orang yang tau kapan ajal menjemput,
dan sesingkat atau selama apapun waktuku bersamamu, kamu harus tau, kamu adalah objek penelitian paling menarik dihidupku.
Karena aku tidak akan bosan untuk mengobservasi, meneliti, mempelajari mengapa Tuhan bisa menitipkan salah satu mahkluk indah untuk punya perasaan yang sama denganku.Buku nikah itu ibarat jurnal yang dipublikasikan supaya orang lain tahu pencapaian kita tentang hubungan.
Banyak peneliti hanya akan senang sesaat ketika jurnalnya terpublikasi, lalu mencari objek lain untuk penelitian.
Tapi buatku,
Bersamamu aku bukan peneliti,
aku seperti maniak,
Yang ada mau tidak ada publikasi, aku tetap akan terus meneliti kamu.
Menjadi suatu kehormatan bagiku bukan karena publikasi, tapi karena kamu dengan sukarela memberi dirimu sebagai objek penelitianku, hanya aku, dan aku memberi diriku secara sukarela, hanya untukmu, untuk menjadi objek penelitianmu."Jin menyeritkan dahinya,
"Jadi buatmu apakah buku nikah itu penting?"Aku menganggukan kepalaku,
"Secara adminstrasi itu sangat penting. Tapi secara esensi, janji pernikahan tidak hanya sekedar memamerkan buku nikah. Akan lebih baik jika bisa mempempunyai esensi dan adminstrasi yang baik, bukan?"