BAGIAN EMPAT

3.3K 107 5
                                    

Bukan langit- langit berwarna putih ataupun aroma obat-obatan yang kudapat saat kelopak mataku terbuka.
Justru alunan musik jazz lembut dengan nuansa dinding yg berwarna hijau armi yang tajam membuat suasana seakan berada di alam terbuka. Aroma parfum maskulin yang menguar di tiap sudut ruangan membuatku melebarkan kelopak mata.

'dimana? '

Aku mengedarkan pandanganku ke berbagai arah. Disana terdapat sebuah tv plat besar dengan sofa berwarna cream di depannya. Di dekat pintu terdapat kulkas dan dispenser

Disamping jendela terdapat berbagai alat elektronik dan sebuah telepon genggam dengan merek yg terkenal mahal

Drrrrtt... Drrrrtt. Drrrrtt..

Getar ponsel tersebut membuat kean memperhatikannya. Tak lama bunyi kenop pintu yang diputar membuat ia mengalihkan fokusnya

"maaf, telepon saya tertinggal. Ahh.. Kau sudah bangun rupanya" seru ervan melihat kean dengan raut bingung dan telepon yang masih menempel pada telinga kanannya.

"saya akan telepon lagi nanti" lanjutnya lagi memutuskan panggilan sepihak

"aku dimana? " satu kata yg meluncur di bibir tipis kean

Ervan mendekatinya dan duduk disamping ranjang menarik sebuah kursi kerja

"apa kau merasa lebih baik? " tanyanya

"kurasa begitu" balas kean dengan raut tenang

"kau ada diruanganku. Ini kamar pribadi yang biasa ku gunakan jika terlalu lelah bekerja atau malas pulang ke rumah" terang ervan menatap remaja di depannya

"tapi kenapa? " tanya kean menatap balik pria di depannya

"kenapa aku bisa disini? " lanjutnya lagi

Mendengar pertanyaan bodoh itu ervan terkekeh pelan

"ada yg lucu? " tanya kean merasa diabaikan

"apa kau tak ingat? " tanya balik ervan

"ini hari pertamamu bekerja. Apa kau lupa? " tanya ervan dengan senyum miring

Kean mengingat lagi kejadian tengah malam saat ia yg kewalahan membereskan rumah yg atapnya bocor kemudian menendang mobil seseorang dan menjatuhkan segelas kopi di hadapan pria yg kini tengah tersenyum miring.

"oh astaga" teriaknya lantas turun dari ranjang. Namun saat ia mulai berjalan tubuhnya limbung kembali ke kasur

"kau kelelahan lebih baik beristirahat dulu saja " perintah ervan yang diangguki oleh kean

"tunggu! " ujar kean saat ia hendak menutup kelopak matanya saat ia teringat sesuatu

"kau bos nya?" tiga kata itu meluncur di bibir kean

"hahahhahaa... Kau baru menyadarinya.. Astaga.. Hahaha" balas ervan memegangi perutnya

Mendengar itu kean lantas terduduk

"hah.. Iya aku bos nya. Atau lebih tepatnya CEO di perusahaan yg ku bangun dari nol ini dengan sahabat ku" terangnya

Kean terkejut bukan main saat mendengar kata ceo yg diucapkan oleh ervan barusan. Ia lantas berdiri dengan canggung.

"ma..maafkan saya pak. Saya telah berbuat lancang" ujar kean tergugup menundukan wajahnya

"hey..kemana remaja yg menendang mobil ku dan mengetuk kacanya dengan brutal tadi hmm? " tanya ervan dengan senyum tertahan

"maafkan saya mas.. Emm.. Pak. " balasnya

"sudah saya hanya bercanda. Kembali lah beristirahat kau kelihatan belum pulih". Ujar ervan tulus

"tapi. Ini hari pertama saya. Dan baru sehari saya sudah membuat kekacawan.. Oh astaga bagaimana dengan kopi itu" ujarnya gemas pada dirinya sendiri

"tenanglah. Itu sudah di bersihkan. Sekarang berbaringlah" perintah ervan lagi

"tapi pak. Saya harus bekerja" balas kean

"tidak ada tapi. Kau beristirahat saja, lagipula sebentar lagi waktunya pulang." ujarnya melihat jam tangan dipergelangan tangan kirinya

"baiklah. Kalau begitu saya pamit" balas kean hendak berbalik namun ditahan oleh ervan

"kemana? " tanyanya

"ke ruangan saya. Saya akan meminta maaf untuk ini ke atasan saya. Permisi" balas kean lantas berbalik meninggalkan pria dihadapannya

Saat keluar dari ruang Ceo tadi, kean menyenderkan tubuhnya di pintu. Merutuki kebodohannya

'bagaimana mungkin aku seceroboh ini'

Ia lalu berjalan ke pintu lift menunggu seseorang membukanya. Namun nihil sudah setengah jam berlalu pintu tersebut tetap tertutup membuat kean memilih pintu darurat dengan banyak tangga menurun

30 menit berlalu kean menuruni tangga, tibalah ia di lantai dasar. Di sana tidak terdapat lalu lalang pegawai. Hanya beberapa satpam yg berdiri di dekat pintu yg tengah mengobrol

Kakinya pegal dan kondisi tubuhnya belum benar- benar pulih membuat ia berjalan pelan ke ruang OB.

Setibanya ia disana, tidak terdapat satupun orang karena sekarang sudah lewat waktunya pulang.

Ia mengambil tas nya dan berjalan ke luar perusahaan. Mengabaikan rasa penat dan lelah yang menghinggap di tubuhnya

Ia mengeluh dan mendesah lelah. Terpikir olehnya untuk menaiki taxi atau angkutan umum untuk mempercepat perjalanan. Namun ia menolak karena uang nya lebih baik disimpan daripada untuk hal itu.

Ia berjalan dengan kepala tertunduk sesekali meringis menahan sakit di kakinya

Kean memutuskan beristirahat di toko kelontong untuk membeli sebotol air mineral dan roti untuk menahan rasa lapar yg menghinggap di perutnya karena sejak pagi ia hanya memakan sepotong pisang rebus dan teh hangat

"permisi minta sumbangannya pak, bu untuk memperbaiki tempat ibadah kami yang rusak" ujar dua anak kecil laki-laki dan perempuan membawa selembaran kertas yang baru sedikit tercantum nama. Mereka menghampiri seorang ibu-ibu yg membawa kantung belanjaan di tangannya

"heh. Sana jauh-jauh" balas wanita itu mengibaskan tangannya menyuruh mereka pergi

Melihat apa yang dilakukan wanita itu, Kean hanya diam. Ia ingin menolongnya namun tak tau bagaimana

"dek sini" perintah kean melambaikan tanganya

"iya kak, kakak mau menyumbang" tanya yg laki-laki itu menyodorkan selembar kertas. Kean menerimanya lalu membaca dan memang benar. Tempat ibadah itu memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk perbaikan dikarenakan gempa yang terjadi beberapa minggu lalu.

Kean kemudian memberikan kembali kertas itu dan menyodorkan selembar uang 20 ribuan.

"atas nama siapa kak? " tanya yang perempuan

"tidak usah ditulis. Diterima ya semoga bisa menambah biaya perbaikannya walaupun cuman sedikit." ujar kean tersenyum.

Sejujurnya di balik senyumnya itu ia berpikir bahwa dalam 3 hari atau seminggu kedepan ia harus menahan lapar. Karena uang yang ia sumbangkan barusan merupakan uang jajannya selama seminggu. Tapi ia tidak merasa kecewa ataupun kesal. Karena diluaran sana banyak yg masih membutuhkan bantuannya walaupun tak banyak

"terima kasih ya kak. Semoga kakak dapat dibalas rezekinya yg banyak" ujar mereka berdua.

Kean mengangguk. Lalu kedua anak itu berlalu pergi

Setelah dirasa cukup kuat untuk kembali berjalan, kean memutuskan bangkit dan mulai berjalan dengan langkah yang cepat karena hari mulai sore. Ia tak mau membuat sang ibu khawatir karena mendapati dirinya belum pulang

Di tengah perjalanan tak jarang ia jumpai gerombolan anak-anak yang bermain kejar-kejaran atau bermain di irigasi.

Karena kehidupan di pesisir kota sangat kentara bedanya. Saat anak-anak seusia mereka harus less atau bermain robot-robot an di tengah ruangan yang sejuk.

Namun kean merasa bersukur atas karunia-nya. Tersenyum bahagia dapat dimulai dengan sesuatu yang sederhana




I ThinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang