MC 4

5.7K 348 9
                                    

TER_DOMINAN

Rangga membawa Brian ke apartemennya. Bukan tanpa alasan, ia hanya malas jika harus membawa Brian ke rumahnya lalu ditanya macam-macam oleh ayahnya Brian.

Sesampainya di apartemen, Rangga membawa Brian ke kamarnya dan membaringkanya diatas kasur king size nya.

"haahh... Diem-diem lo berat juga ya? "

Rangga mengelap keringat di dahinya. tanpa ia duga, ternyata Brian cukup berat jika ia gendong. Atau, mungkin karena dia jarang berolahraga sekarang? Sehingga mengangkat Brian saja ia sedikit keberatan?

Setelah Rangga melepas sepatu Brian beserta kaos kakinya, ia langsung mengambil kotak P3K dan mengobati luka-luka di tubuh Brian.

Rangga sangat lihai mengobati luka Brian, seolah ia tahu dimana saja letak-letak luka tersebut. Karena memang Rangga tahu, dimana saja Brian mendapatkan luka.

Ya, Rangga sudah memperhatikan atau lebih tepatnya membuntuti Brian sejak ia keluar dari club dan pergi menuju tempat nongkrong Gio.

Rangga fikir Brian dapat menangani semuanya dengan mudah. Di saat itu, Rangga tengah mengamati cara dan pola serangan Brian serta mencari tahu dimanakah kelemahan Brian agar ia bisa menang jika suatu saat Brian menyerangnya.

Awalnya ketika Gio melayangkan pukulan ke Brian, Rangga masih biasa. Ia berfikir Brian tidak akan mati dengan satu pukulan.

Tetapi, ketika Gio melayangkan 2 pukulan sekaligus, ia sudah tidak dapat menahan emosinya. Ia langsung menghampiri Gio. Dan tepat sebelum Gio melayangkan sebuah pukulan lagi, Rangga dapat menahannya dengan tangan kirinya.

'om-om genit' itulah kata-kata terakhir yang Rangga dengar sebelum Brian pingsan.

" om-om genit? Hey.. Apa hak lo manggil gue seperti itu? Aku bahkan satu tahun lebih muda dari lo Brian, Khekhekhe. "

Rangga terkekeh kecil. Sangat lucu jika mendengar kata-kata seperti itu dari orang yang lebih tua dari lo bukan?.

Rangga sudah hampir selesai mengobati luka Brian, tinggal luka di bagian perut Brian saja yang belum Rangga obati. Ia bingung, apakah ia juga harus mengobati disitu?

Bukan apa-apa, Rangga hanya takut jika dia nanti khilaf dan melakukan hal yang tidak-tidak pada Brian.

Tapi, tekad Rangga sudah bulat. Ia akan mengobati perut Brian juga. Ia takut kalau luka itu dibiarkan nanti akan menjadi inveksi.

Dengan hati-hati Rangga melepas satu-persatu kancing kemeja Brian. Hingga ketika ia melepas kancing terakhir, tubuh Brian menggeliat. Brian bahkan sampai mengerang dan itu membuat sesuatu yang ada di dalam celana Rangga sedikit 'tegang? '

"nnggghh.. "Brian terbangun dari pingsan nya karena merasakan sesuatu yang aneh.

Dan betapa terkejutnya ia ketika melihat dirinya yang sedang tertidur di atas kasur dengan baju yang entah bagaimana kancingnya sudah terbuka semuanya. Ditambah lagi, orang yang pertama kali ia lihat adalah Rangga. Si om-om genit menurutnya.

"Huwaaa!!!! Apa yang lo lakuin ke gue?! Lo mau ngapa-ngapain gue kan? Hayo ngaku!! " Brian buru-buru menutupi tubuhnya dengan selimut yang ada di sekitarnya.

"Gak. Gue cuma mau ngobati luka lo. "
Brian masih belum percaya dan terus memicingkan matanya kepada Rangga.

"Brian, lo mandi aja dulu. Gue cariin baju. "

"Gak! Lo pasti mau nyariin gue baju yang kebesaran kan? Trus biar gue keliatan malu-malu taik kucing kan?! Hayo ngaku!! "

"Gak. "

Singkat, padat, dan jelas. Jawaban seperti itulah yang membuat Brian menjadi geram.

Rangga pergi mencarikan Brian baju yang menurutnya pas. Dan benar saja, ia memang memilihkan ukuran yang pas untuk Brian. Sungguh keajaiban bukan? Bagaimana bisa Rangga mengetahui ukuran baju Brian? Ataukah memang hanya sebuah kebetulan? Entahlah.

Setelah Brian selesai mandi, ia berjalan menuju Rangga yang tengah duduk di kursi kerja yang ada dalam kamarnya. Tentu saja Brian sudah berpakaian sejak akan keluar dari kamar mandi tadi.

"woy! Anterin gue pulang! " kalimat pertama yang lebih tepat disebut perintah keluar dari mulut Brian.

5 detik...
.
.
.
.
10 detik....
.
.
.
.
Karena tak kunjung di jawab, Brian langsung menarik kerah baju Rangga sehingga Rangga mau tidak mau harus menatap wajah Brian.

Rangga mengangkat sebelah alisnya, seolah tengah bertanya 'kenapa? ' kepada Brian.

"om...  Anterin gue pulang." Brian mengucapkan hal tersebut dengan memberi penekanan di setiap katanya.

"haaahhhh...  Udah gue bilang berapa kali? Gue itu lebih muda satu tahun dari lo. " Rangga mulai kesal ketika ia di panggil oleh Brian dengan sebutan om.

"oh. Kalu gitu, panggil gue kakak! Gue lebih tua kan dari lo? "Brian menampilkan smirk yang menurut Rangga hal itu tidak menakutkan sama sekali.

"Kak Brian, lo mau apa? " Rangga menuruti Brian. Ia dengan sabar menjawab Brian dengan halus dan lembut.

"Yaudah, gue mau nanya. Bagaimana bisa lo dateng ke gudang itu? Lo ngebuntutin gue ya? Hayo ngaku! " tuduh Brian kepada Rangga.

"Ya. " Singkat, padat, dan jelas. Jawaban Rangga membuat emosi Brian meluap.

"Berengsek!! dasar penguntit! Ngapain lo ngebuntutin gue?! Lo suka ya sama gue?!! "

"Ya. "

Mendengar jawaban dari Rangga membuat Brian syok. Ia benar-benar tidak menyangka jika Rangga adalah seorang Gay.

"G.... Gue bukan homo!!  Kalau lo Gay gak usah ngajak-ngajak orang!!! " Brian benar-benar pusing. Ia ingin segera pulang dan tidur  untuk melupakan semua ini.

"walaupun gue gay,  guelah pihak yang menyodok bukan di sodok. Lo lihat wajah gue yang sangar ini kan?! "Brian membanggakan wajahnya yang menurutnya sangar, padahal di mata Rangga wajah Brian itu manis, kesangarannya hayalah sebagai pelengkap di wajahnya.

"Benarkah? Mari kita lihat, siapa yang lebih mendominasi. " Rangga berdiri dari duduknya dan menghampiri Brian. Ia menyeringai dan memojokan Brian ke tembok.

Tbc
.
.
.
.

Kak pugokacchi
Typo jangan di masukin hati awokawok :v

MY CEO 🐾Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang