RATMAJA benci Khalid.
Namun, saat ia menjumpai pemuda cemerlang itu sepucat tulang dan tergantung berayun-ayun di tengah gimnasium petang kemarin, Ratmaja membenturkan kepalanya ke dinding.
Matahari belum sungguh tenggelam. Sekolah belum sesenyap makam.
Pukul lima, sehari setelah racauan-racauan dan sesal yang memantul, bermuara di lubang atap gedung olahraga itu, Ratmaja datang kembali dengan tampang kusut masai yang sama. Ia menengadah. Ia menelisik setiap sudut. Simpul tali masih terikat di sana, tetapi mayatnya hilang.
Khalid hilang.
Khalid hilang, batin Ratmaja, dadanya berdebum seolah dihantam godam.
Ada nyeri yang spontan menyelusup. Ada air mata yang tak sempat diraup. Kendati begitu, Ratmaja tetap mematung.
Ke mana perginya, ia tak tahu.
Balas dendam? Mungkin.
Ratmaja menunduk, hanya untuk menemukan kepala dan gigi-geligi runcing Khalid di depan kakinya. []
2019