Kissmark

1.8K 97 3
                                    

"Lo yakin gapapa nih?" Gabby mengusap kembali bercak lip tato yang di buat oleh kedua sahabatnya itu. Dalam hati agak ngeri juga, mendapati bercak merah keunguan yang ada di lehernya. "Ini ilangnya lama gak sih?"

Fifi tersenyum bangga melihat hasil karyanya. "Mantap betul karya maestro ini!" Ujarnya. "Sini deh," ia menarik lengan Gabby. "Lo ganti baju pake yang agak nutup leher dikit, biar nggak keliatan banget."

"Lo yakin?" Tanya Gabby ragu. Pasalnya, ia tidak pernah berpikiran untuk melalukan hal bodoh macam ini, tapi setelah me'riset' dari berbagai situs, sebagian besar lelaki akan marah jika mendapati kekasihnya memiliki bercak macam ini dilehernya.

Tapi, yang menjadi masalahnya, menimbang dan mengingat sifat si target alias Keano yang super cuek itu, apakah hal itu akan bekerja? Hm.

"Elah Gab, lo nikah udah hampir tiga bulan, dan Keano sama sekali belum melakukan apapun ke lo, dan lagi, sikapnya itu nggak pernah menunjukan kalo dia emang tertarik sama lo. U think thats normal?!"

"Yayaya...," sela Gabby. "Tapi dia pernah cemburu kok, buktinya gue ketemu sama Elang aja dia langsung posesif gitu," ujarnya mengingat kejadian kala itu.

"Dan apa lo pernah berpikir kenapa cuma ke Elang dia ngelakuin itu?"

Ah benar juga. "Maksud lo Keano sebenernya demen sama Elang?!"

"Bukan gitu bego!"

Gabby merengut. "Terus apa dong pinter..." Ucapnya penuh penekanan.

"Pokoknya udah nih rencana udah mateng, tinggal lo eksekusi doang Gab."

Sejenak, rencana gila kali ini cukup mengusik pikirannya. Ia sendiri bahkan tidak yakin. Tapi melihat antusiasme dan wajah wajah penuh optimisme dari para support system-nya membuat rencana ini tampak meyakinkan.

***

"Kamu tahu kan? Kondisinya seperti apa, ditambah lagi dengan kabar mengenai kamu, yang Saya yakin tidak mungkin salah itu." Wanita itu berkata lembut. "Saya tau Keano, kebahagiaan kamu memang milik kamu, tapi apa tidak bisakah kamu memberikan sedikit harapan agar anak saya tetap bertahan?"

Keano tersenyum. Kemudian membalas. "Saya tahu Mesya gadis yang kuat. Dia bisa bertahan hingga saat ini adalah hal cukup. Tapi mengenai hal diluar proses pengobatannya, saya rasa itu menjadi urusan lain yang seharusnya tidak dilibatkan disini."

Mayang tau, seharusnya hal semacam ini tidak menjadi urusannya. Katakanlah ia lancang karena dengan beraninya mengusik kehidupan lelaki yang selama beberapa taun belakang ini menjadi tonggak hidup bagi putrinya. Tapi mau bagaimana lagi, kesembuhan putrinya adalah satu satunya hal tersisa yang dapat ia perjuangkan.

"Kalau begitu, saya harap Mesya bisa menerimanya..."

***
Enam lebih empat puluh lima. Gabby masih sibuk dengan remahan oreo yang ia tumbuk untuk membuat dessert box yang sedang ia gemari akhir-akhir ini. Berbekal ilmu invalid yang ia dapat dari internet, beruntungnya saat ini belum ada korban dari hasil masakannya.

"Hm...Sayang banget juara masak tingkat kecamatan ini harus kalah bersaing sama asisten rumah tangga yang datengnya kaya setan itu," gumamnya. Telunjuknya dicelupkan pada layer terakhir adonannya. "Enak!" Ujarnya sembari tersenyum. Kemudian menuangkan sisa adonan yang masih berada dimangkuk sebelum memasukannya kedalam lemari pendingin.

"Gab..."

"Ebuset!" Gabby terlonjak. Satu box adonan yang baru saja ia tuang mendarat dengan sempurna di lantai, dan ujung sepatu Keano yang mengkilap seperti gigi keledai. "KEANNN!!!" Teriaknya. Tatapannya jatuh pada cairan kental kecoklatan yang makin menyebar dilantai. "Lo gimana siihhh! Jadi jatoh kan!!!"

Berbading terbalik dengan wajah memerah si berisik. Keano mengernyit, menyaksikan Gabby yang sibuk misuh misuh. Padahal panggilannya sangat halus, tidak membentak apalagi mengagetkan, kenapa pula gadis itu harus sekaget itu?

"KEAN POKOKNYA TANGGUNG JAWAB GAMAU TAU!"

Keano mendekat, menatap adonan aneh- ezz maksudnya adonan kue atau apalah itu yang tercecer di lantai. "Kamu masak?" Tanyanya. Melihat banyaknya peralatan dapur yang masih kotor tertumpuk dengan anggun diatas wastafel.

"Menurut lo???" Balas gadis itu kesal. Bukannya tanggung jawab, atau minimal menyeting wajahnya agar tampak bersalah sedikitpun tidak. "Eh kanebo! Lo tuh bener-bener kebangetan sumpah," sentaknya.

"Gab-"

"Gak usah manggil!" Sentaknya. Tangannya terulur untuk memungut sisa adonan yang ada dilantai. "Tau gini lo gak usah pulang sekalian!"

"Saya bahkan tidak tau menau apa yang terjadi Gab," ucap Keano dengan tenang. "Kecuali keadaan dapur yang entah kenapa membuat saya teringat sewaktu gempa di Parahyang beberapa taun silam."

"Ck!" Gabby bangkit, sorot matanya jelas membuat siapapun harusnya menyingkir sebelum dihujami dengan kalimat pedas atau bahkan siksaan fisik :" tapi sepertinya hal itu tidak berlaku untuk Keano. "Denger lo!" Jari telunjuknya menunjuk wajah Keano yang sialnya masih tampan disaat seperti ini.

Sorot mata Keano menajam. Kemudian menarik jemari Gabby yang sedang menunjuknya tanpa ampun. "Kean lo ngapain!" Tatapannya tak lagi pada wajah merah padam didepannya itu. Dalam sekali tarikan, jarak antara mereka terkikis. Tangan kokoh itu menyibak rambut kecoklatan Gabby yang menutupi sebagian lehernya.

"Gab."

Entah angin dari mana, suara bass itu seolah memperingati Gabby akan ada hal buruk terjadi.

"Shit," umpat Gabby pelan. Teringat akan misinya yang entah kenapa malah berjalan tidak sesuai alur. Lip tatto itu.

YEAY. Gue lagi ngumpulin mood dulu fess, lama gak nerusin cerita ini jadi blm nyatu lagi sama feelnya. Berhubung corona, jd gue bakal sering nulis. Terimakasih yg udah komen, it means a lot. Cheers!

Merriage But AvailableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang