15 Oktober

26 1 0
                                    


01.30
SIAURIN sedikit tersentak saat Jungkook menghentikan mobil di depan rumahnya.

"Kau yakin tidak ingin aku menginap?" tanya Jungkook saat Siaurin menoleh dan menatapnya bingung. Kesadarannya belum kembali penuh. Ia tidak ingat kapan tertidur ditengah cerita panjang Jungkook.

Mereka membicarakan banyak hal tadi malam.

Siaurin bercerita beberapa hal yang dia ingat tentang orang tuannya, bagaimana ia menjalani hidup setelah kecelakaan yang ditimbulkan para mafia bersama teman ibunya yang mengambil alih hak asuhnya dan memutuskan tidak menikah, dan bagaimana kehidupan perkuliahannya yang sebagian besar dihabiskan diperpustakaan atau kantor BEM.

Jungkook tidak lagi mengungkit cerita Andrew. Ia terlihat benar-benar tidak ingin tahu lebih jauh tentang mantan kekasihnya dan itu pertanda bagus karena Siaurin tidak harus memikirkan atau mengingatnya.

Jungkook juga menceritakan masa kecilnya bersama neneknya. Jungkook menemani neneknya di Busan untuk mengurus perkebunan kopi dan perternakan sapi. Ia sangat jarang bertemu orang tuanya yang memutuskan tinggal di Seoul. Sejak kecil, Jungkook terbiasa bekerja keras. Itu juga kenapa tubuhnya terlihat sangat terlatih bahkan untuk ukuran seorang koki.

Bom akibat ulah mafia di LA itu merenggut kedua orangtuanya merupakan mimpi buruk bagi Jungkook. Satu-satunya cara untuk membuatnya tetap stabil adalah kesibukannya di sekolah kuliner saat itu. Berada di dapur membuat pikirannya tenang.

Ia sempat kehilangan arah saat neneknya meninggal. Keputusannya pindah ke LA saat itu cukup tergesa-gesa. Namun, ternyata tempat ini memberikannya tujuan hidup baru. Tantangan yang datang bukan hanya soal kemampuan memasaknya, melainkan juga perbedaan budaya yang lebih bebas dan kejam.

Siaurin tersenyum. "Pulanglah. Kau lebih butuh istirahat."

Jungkook pun mengangguk. "Masuklah." Ia kemudian mengendik pada ponsel Siaurin dalam tas tangannya. "Kurasa ada puluhan panggilan tidak terjawab untukmu. Periksalah."

Siaurin pun membuka ponselnya dan benar, ada tujuh panggilan tidak terjawab dari Markle. Panggilan terakhir sekitar enam menit lalu dan Siaurin segera menghubungi nomor teratas dalam daftarnya.

"Markle?" sapanya segera setelah telfon tersambung.

"Tiga puluh menit untukmu kemari. Cukup?"

Markle tidak menjelaskan apapun. Namun, dari suaranya, Siaurin yakin hal besar dan sangat buruk telah terjadi.

Markle tidak akan menghubungi Siaurin jika masalah itu masih berada di bawah kendalinya. Selain itu, Siaurin bisa mendengar keributan sirine polisi dan suara banyak orang dalam bahasa inggris juga luar dibelakang telfon Markle.

"Lima belas menit," jawab Siaurin singkat dan sambungan terputus.

Siaurin menoleh pada Jungkook yang tampak segera menyadari kondisinya.

"How bad?" tanyanya seraya menurunkan rem tangan.

"Worst."

.
.
.

01.48
Siaurin berjalan cepat memasuki lobi. Jungkook menyerahkan kunci mobilnya pada petugas valet dan segera mengimbangi langkahnya.

Siaurin kesulitan menerobos kerumunan orang-orang yang memenuhi koridor.

Para tamu hotel dalam balutan gaun tidur mengadang jalannya. Staf hotel menyapa dan beberapa kali menahan dan menanyakan situasi kepadanya.

Siaurin menolak mereka cepat dan halus, tetapi ia mulai kehabisan kesabaran. Semua itu semakin menyulitkannya menuju posisi Markle.

Ponsel dalam kantong celananya kembali bergetar. Markle benar-benar membutuhkannya sekarang.

171 HOURS(REMAKE) : BTS Jungkook [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang