3. Malam Pergantian Tahun

23.7K 2.1K 108
                                    

PEPROMENO

CHAP 3

"Nad ...," Bima berteriak panik begitu melihat Nadia yang berjalan sempoyongan di depan sana. Ia segera menghampiri gadis itu dan memeluk bahunya erat. "Lo kenapa?"

"Aku tadi minum itu, Kak." Dilihatnya gelas yang berjejer di atas meja. Bima tahu itu adalah minuman beralkohol.

"Lo bego ya? Ngapain minum itu!"

Nadia meringis, lalu mencebik sebal. Tidak bisakah Bima mengomelinya nanti saja. Jelas-jelas kepalanya sedang sakit seperti ini. Bahkan Nadia tidak bisa membuka kedua matanya lebar-lebar karena pandangannya yang buram.

Benar kata Tita, minuman itu memang berbahaya.

"Tita mana?" Bima menunduk untuk menjangkau pandangannya dengan Nadia.

"Tadi izin ke toilet." Gadis itu kembali meringis, memijat-mijat keningnya yang terasa berat. "Kak Bima ... aku gak kuat."

"Ya udah lo ke mobil aja."

"Tapi Tita?" tanya Nadia khawatir. Pasalnya sejak Tita izin ke toilet, gadis itu belum juga kembali.

"Nanti gue minta Juna buat cari dia."

Ia menurut saja, bahkan saat Bima menuntun tubuhnya sampai ke dalam mobil. Mata Nadia terpejam dan napasnya sedikti tersengal. Minuman itu benar-benar membuat kepalanya terasa sakit. Kesadarannya pun mulai terbagi.

"Kak ...," lirihnya. Bima berdehem pelan menyahuti. "Jangan pulang ya, aku takut sama Ayah."

Wajah Bima langsung merengut heboh. "Siapa juga yang mau bawa lo pulang? Bisa digantung di tiang bendera gue sama bokap lo!"

Ayah Nadia adalah seorang Perwira Tinggi TNI Angkatan Darat. Seseorang yang sangat tegas dan berwibawa. Menjadi anak dari seorang tentara menuntut Juna dan Nadia untuk selalu berani dan bertanggung jawab.

Bagi Ayah, tidak masalah kalau mereka berkelahi, asalkan mereka berada di sisi yang benar. Setiap kali Juna pulang dalam keadaan menangis, pasti ayah akan memarahinya. Kata Ayah, anak laki-laki itu tidak boleh menangis. Begitupun saat Juna dan Nadia melakukan kesalahan, Ayah tidak akan segan-segan untuk memberi hukuman.

Di luar rumah mungkin Juna tidak menunjukan rasa takut itu. Ia merokok, minum minuman keras, dan beberapa kali keluar masuk kelab malam bersama teman-temannya. Tapi semua itu akan berubah saat ia berada di dalam rumah. Juna akan berubah menjadi anak baik-baik yang menuruti semua ucapan kedua orang tuanya. Belajar dengan rajin, dan rokok? Itu sama sekali tidak ia sentuh.

"Si Juna kemana sih? Telepon gue gak diangkat sama dia," keluh Bima setelah panggilannya yang ke lima tidak kunjung diangkat oleh Juna. Ia hendak kembali masuk ke dalam, tapi Nadia menahan tangannya.

"Kak Bima jangan kemana-mana, kepala aku pusing."

Laki-laki itu mendesah. Mungkin tidak akan sekacau ini jadinya kalau saja Juna tidak membawa Nadia dan Tita ikut masuk ke dalam pesta mereka. Lagian, Juna bisa-bisanya tetap santai padahal ia membawa sang adik.

Mau mati kali itu anak kalo bokapnya tau.

"Ke rumah gue aja ya, Nad."

"Emang boleh sama Mama Papanya Kak Bima?"

"Nyokap Bokap gue lagi pergi, rumah kosong."

Nadia langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ia menatap Bima dengan mata memicik tajam. "Kak Bima mau ngapa-ngapain aku, ya?"

PEPROMENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang