01 - Keluarga yang Hangat

10.2K 555 23
                                    

Suara pantulan bola basket mengisi malam yang mulai larut. Di sebuah taman yang tak terurus, dua anak laki-laki saling merebut bola dan berlomba memasukkannya ke dalam keranjang yang mereka pasang di atas pohon. Mereka membuat lapangan basket sendiri di taman itu. Taman yang menjadi basecamp mereka.

Sesekali anak laki-laki pemilik senyum kotak melontarkan kekesalannya karena lagi-lagi ditipu dan kecolongan poin. Setelah tertinggal hampir dua puluh poin, dia berhenti dan memilih duduk di bawah pohon dengan wajah sebal. Sikapnya yang seperti itu memancing tawa si anak laki-laki pemilik pipi bulat, sang sahabat.

“Astaga! Aku seperti bermain dengan anak TK. Mudah sekali menang.”

Park Jimin menyusul sang sahabat dan duduk di sebelahnya dengan senyum mengejek.

Si anak yang kalah merasa kesal dan memberi pukulan pelan di kepala Jimin.

“Harusnya kau mengalah jika bermain dengan anak TK,” protesnya kesal.

“Hei, Tae. Kau tahu ‘kan, aku ini tak suka mengalah,” jawab Jimin masih tertawa.

Kim Taehyung sangat tahu, Jimin memang tak pernah mau mengalah. Berkali-kali mereka bermain basket, tak sekalipun Jimin mengalah padanya kendati dia tahu jika Taehyung tidak jago dalam permainan itu.

Itu memang sifat Jimin, dia memiliki kemauan kuat dan selalu berusaha yang terbaik dalam melakukan apapun agar mendapatkan hasil yang terbaik, sekalipun itu hanya permainan.

“Jadi kali ini kau akan mentraktirku apa?” tanya Jimin, menyeka keringat di dahinya.

Taehyung menoleh pada Jimin dengan tatapan berbinar.

“Bagaimana jika kita mencoba untuk..."

Taehyung menjeda untuk memberikan gestur dengan dua jari yang seolah mengapit sesuatu, lalu ditempelkan pada bibirnya.

Taehyung segera mendapat pelototan tajam dari sang sahabat.

“Kau gila?!”

“Ayolah, Jim. Setidaknya kita harus mencoba. Satu batang saja tak masalah,” bujuk Taehyung masih dengan ide gilanya.

Jimin menggeleng tak percaya pada sang sahabat. Mereka masih empat belas tahun dan Taehyung menyarankan ide gila untuk merokok.
“Tidak, Tae. Aku masih ingin hidup dengan damai. Aku tak ingin mendengar omelan Eomma jika sampai ketahuan,” tolak Jimin.

“Ah, tidak. Amukan Chorong – noona lebih berbahaya. Mungkin saja besok kita tak bisa bertemu lagi jika sampai gadis itu mengamuk padaku,” lanjutnya bergidik ngeri membayangkan amukan sang kakak.

Taehyung berdecak malas, “Kau tidak seru, Jim. Padahal aku ingin mencoba merasakan rokok pertama kali dengan sahabatku,” keluhnya kecewa.

Jimin segera merangkul bahu Taehyung.

“Hei, kita bisa mencobanya jika sudah legal, kawan. Kita akan mencobanya bersama untuk pertama kali. Tanpa diam-diam dan sembunyi-sembunyi.”

Taehyung menghela pasrah, “Baiklah. Kita memang tidak cocok jadi anak nakal,” ujarnya mengundang tawa Jimin.

Taehyung bangkit, menarik lengan sang sahabat untuk ikut bangkit.

Kajja! Ayam goreng gratis sudah menunggumu!”

.
.
.

Pukul sepuluh malam Taehyung baru pulang setelah seharian bermain dengan Jimin. Park Jimin adalah sahabatnya sejak di sekolah dasar. Lebih dari lima tahun mereka saling mengenal dan selalu bersama.

Piece by Piece ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang