Dua hari sejak kematian Jiyeon, dua hari pula Taehyung tak keluar dari kamar sewanya. Dia hanya menghabiskan waktu dengan tidur. Kadang melamun, lalu kembali tidur. Minjae yang tak pernah absen menemaninya hanya bisa menghela napas kasar.
"Hyung, bangun. Aku membawa makanan. Sudah waktunya makan malam tapi makan siangmu bahkan belum kau sentuh," Minjae mendengus kesal, merapikan meja makan. Menyingkirkan makan siang Taehyung yang belum tersentuh, menggantinya dengan makanan yang baru ia bawa.
Namun tubuh yang terbaring memunggunginya itu masih bergeming. Minjae tahu Taehyung tak tidur dan mendengar semua perkataannya.
"Ayolah, Hyung. Aku sudah merelakan uangku untuk membelikanmu makanan, apa kau tega menyia-nyiakan usahaku ini?" keluhnya masih tak mendapat respon.
Karena kesal, akhirnya Minjae mulai memakan makanannya tanpa menunggu Taehyung. Menyuapkan ke dalam mulutnya dalam jumlah besar, mendengus kasar ketika Taehyung masih mengabaikan.
"Jika aku hanya kau abaikan seperti ini, lebih baik aku pulang ke rumah saja," gerutunya kesal.
Dia sedikit terkejut karena tubuh Taehyung tiba-tiba bergerak dan berbalik menghadapnya.
"Jangan pulang, disini saja. Ayahmu mungkin akan memukulimu lagi," ujar Taehyung serak.
Minjae meletakkan sumpitnya dengan kasar. Menatap Taehyung penuh kekesalan.
"Kalau begitu jangan abaikan aku! Kau pikir aku suka diabaikan seperti ini? Aku tahu kau masih berduka, tapi tak seharusnya kau menyiksa dirimu seperti ini. Apapun yang kau lakukan tak akan membuat ibumu kembali. Jadi jangan hanya diam dan terus mengabaikanku!" bentaknya dengan mata memerah dan berkaca-kaca.
Sejak kemarin dia sangat mengkhawatirkan kondisi Taehyung. Namun pemuda itu seperti tak peduli pada kondisinya sendiri. Membuat Minjae begitu kesal dan sedih. Kesal karena diabaikan dan sedih karena ia juga bisa merasakan kehilangan yang Taehyung rasakan.
"Maaf.."
Hanya itu yang keluar dari bibir Taehyung. Tak tahu harus mengucapkan apa lagi kendati dirinya merasa bersalah pada Minjae karena telah membuat anak itu khawatir.
Minjae mengusap air matanya dengan kasar. "Lihat saja, jika kau sampai sakit aku tak akan membawamu ke rumah sakit," ujarnya sengit.
"Aku tahu. Kau benci rumah sakit," sahut Taehyung tenang.
"Aku akan membiarkanmu kesakitan disini. Aku tak akan menolongmu atau memberimu obat!"
"Tak apa, aku bisa membeli obat sendiri."
"Aku juga tak akan membawakanmu makanan lagi!"
"Iya, aku tahu."
"Hyung! Aku sedang mengkhawatirkanmu! Kenapa kau menyebalkan sekali!" teriak Minjae kesal, disertai tangis yang semakin keras.
Taehyung tertawa kecil melihat anak itu menangis. Ini pertama kalinya ia melihat Minjae menangis sejak kematian ibunya beberapa bulan lalu.
Perlahan Taehyung mendekat, meraih tubuh Minjae yang bergetar untuk ia dekap.
"Aku khawatir padamu, Hyung. Kau terus diam dan mengabaikanku. Kau tak mau makan dan hanya tidur. Bahkan aku takut meninggalkanmu walaupun sebentar karena aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu. Aku takut kau melakukan hal bodoh karena terlalu sedih," gumamnya disela isakan, dengan kedua tangan yang memeluk Taehyung semakin erat.
Taehyung sempat tertegun setelah mendengar perkataan Minjae. Menyadarkannya jika ia tak benar-benar sendiri. Masih ada Minjae yang menemani dan peduli padanya. Dan tak dapat dipungkiri, Minjae juga membutuhkan dirinya, satu-satunya orang yang selalu melindungi anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Piece by Piece ✔
FanfictionI'm the lost soul Filled with regret Where joy use to live Regret for decisions made And opportunities missed For the pain I caused and The pain I failed to protect You from -wyatt- *Written in Bahasa*