ALDITO memasuki kelas dengan peci hitam yang masih bertengger di kepalanya. Selesai melaksanakan ibadah shalat Jumat, Aldito malah mendapati Naina yang berdiam di kelas. Aldito menyerengit bingung, apalagi mereka hanya berdua di sini.
"Na, lo lagi gak shalat?" Naina menangguk, Aldito pun mengangguk. Naina menatap Aldito yang mencuri perhatiannya sejak kedatangannya. Seragam putih untuk hari Jumat, gelang ditambah jam yang berada di lengan kirinya, celana abu-abu, tak lupa dengan peci hitam di kepalanya. Jangan lupakan detil kecil seperti lengan baju yang digulung rapih sesiku hingga kancing teratas yang terbuka mampu memindahkan dunia Naina.
Sesampainya di bangkunya一yang berada di belakang Naina一Aldito melepaskan peci hitamnya. Setelahnya ia mengacak-ngacak kembali rambutnya, lalu menyisir menggunakan tangannya sendiri. Naina pun berbalik melihat ke arah Aldito.
"Masih masuk pramuka?" tanya Naina memulai percakapan. Aldito pun mengangguk mengiyakan. "Gak bosen gitu?" tanya Naina kembali. Dengan semangat Aldito menjawab dengan gelengan di kepalanya.
"Nih, gue kasih tahu ya, Na. Pramuka itu mengajarkan gue tentang kebaikan. Lo gak tahu aja gimana rasanya saling tolong menolong waktu lagi camping," jelas Aldito.
"Ya mana gue tahu, ikut camping juga cuman karena wajib," balas Naina.
Mendengar itu, sontak Aldito tertawa terbahak-bahak. Dan dari jarak sedekat ini, Naina menyadari bahwa memang Aldito sangat tampan. Pantas saja Aldito memiliki penggemar yang kebanyakan perempuan. Tapi yang namanya Aldito, mana bisa dia menyadari itu?
Dan selama Naina bergosip dengan teman kelasnya, yang Naina tahu kalau Aldito itu pernah ditolak sama kakak kelas. Tapi Aldito cuman bilang, "Oh iya kak, makasih." Aldito terlalu baik, pikir Naina.
Tapi kenapa coba Aldito tidak menerima saja fans-nya yang bejibun itu? Siapa sih yang tak suka pada sosok Aldito? Murid yang mencapai Pramuka Garuda, kalem, baik sama cewek, ketawa sama senyumnya manis, ganteng, sholeh, alim, ah Naina rasa Aldito ini idaman banget.
Naina jadi membayangkan, seberapa beruntungnya perempuan yang bisa memenangkan hati Aldito. Walau tanpa Naina tahu, ialah yang sudah menjadi pemenang di hati Aldito.
Ya, Naina lah perempuan beruntung itu.
☄☄☄
"
Dito, Dito!" panggil Damara yang merupakan teman sebangku Naina. Aldito hanya menoleh sebagai responnya. "Lomba pramuka kapan?" tanya Damara.
"Tanggal 10, kenapa emang?" jawab Aldito.
"Boleh ditonton gak?" tanya Damara, penyakit kepo-nya mulai kambuh. Aldito pun mengangguk.
"Kayak yang mau nonton aja, apalin tuh peta!" sinis Naina.
"Elo aja tuh, mamam apalin reaksi kimia," balas Damara. Setelahnya Aldito melirik Dean yang berada di sampingnya. Jika tadi anak olimpiade ips dan olimpiade ipa sudah bertukar sindirian, apakah anak olimpiade matematika akan mengikuti?
"Apaan lo liatin gue?" tanya Dean curiga.
"Gue masih normal ya, maaf banget nih," balas Aldito.
"Oh iya, kan lo suka sama N一mmh!" Tangan Aldito dengan gesit menutup bibir sahabatnya. "Na!" Aldito pun kembali menutup bibir lembek itu. Ternyata semakin sini, Dean semakin menyebalkan.
"Udah ah, pegel mulut gue dibekap sama tangan terasi," ujar Dean setelah mulutnya menghirup udara bebas kembali. Aldito pun mendegus lalu menatap Dean seakan-akan berbicara 'makanya, mulutnya kasih tulang belakang'.
Dan ya, mungkin Aldito tak menyadari pergerakannya itu tak luput dari pantauan Naina. Entahlah, sejak mengobrol berdua tadi, Naina jadi lebih suka memperhatikan Aldito. Apalagi ketika Aldito sedang menjaili Dean. Atau ketika Aldito dengan sembarangan memakai kacamata orang lain, mencoba jaket orang satu-satu, atau bahkan menggambar abstrak di kertasnya.
Saat ini masih jam istirahat dan sekitar 20 menit lagi istirahat selesai. Damara sudah kembali tenggelam dalam novelnya. Begitu pun dengan Dean dan novelnya. Sedangkan Naina? Ia bahkan lupa membawa novel.
Naina kembali melirik ke arah Aldito, Aldito hanya tidur di atas meja dengan tangan sebagai bantalnya. Rambut Aldito jatuh terurai, hitam legam. Inilah kebiasaan Aldito di saat ia malas dengan sebuah mata pelajaran. Tidur.
Damara sudah selesai dengan novelnya, lalu bergabung bersama teman-temannya. Naina terlalu malas untuk bergabung, hingga ia memilih untuk diam saja di tempatnya. Sedangkan Dean? Ia sudah kelimpungan mencari partner olimpiadenya. Tersisalah Naina dan Aldito kembali.
"Aldito," panggil Naina membangunkannya dengan cara menggoyangkan lengan Aldito. Bagi Naina, lengan Aldito adalah lengan yang diimpikian untuk digenggam. Tak terlalu kurus, namun tak terlalu kekar. Berotot secukupnya, namun tetap kuat. Tak heran, olahraga adalah pelajaran kesukaan Aldito.
"Iya, Na?" Aldito pun terbangun. Lalu mengusap mukanya kasar. Matanya terkedip beberapa kali, masih sayup mengantuk sepertinya.
"Main SOS yuk!" ajak Naina bersemangat dengan senyuman. Lantas mengeluarkan kertas berpetak dari bindernya dan memulai permainan dengan menuliskan huruf O.
Permainan pun terus berlanjut, diselingi gelak tawa, tak memerdulikan sekitar. Permainan akhirnya selesai dan Naina keluar sebagai pemenangnya. "Jadi apa hadiah untuk gue?" tagih Naina.
"Pulang bareng gue, mau?" tawar Aldito cepat dan dengan semangat empat lima Naina mengangguk menjawabnya. Aldito tersenyum, lalu Naina melengkapi senyuman Aldito dengan senyumannya.
☄☄☄
KEGIATAN A JAR OF STAR
Hello, A Jar of Star kembali lagi! Ayo, tambah memori kalian bersama teman kalian pada 6-7 Agustus 2019!
Inget ya, untuk kelas 10 dan 11 wajib lho! Untuk kakak kelas 12 tetap semangat ujiannya ya!
Deandra Azura
"Aldito!" panggil Dean yang membawa seberkas kertas di tangannya. Aldito pun berbalik menghadap Dean.
"Besok lo jadi kan survey tempat A Jar of Star? Nah apa aja yang harus lo survei ada di berkas ini. Untuk konsumsi dan transportasi ada di amplop juga. Tapi masalahnya satu, Juan gak bakal ikut sama lo, dia ada urusan mendadak. Gak apa-apa lo sendiri?" ujar Dean.
"Gue gak yakin bakal beres sendiri. Tapi mau gi一 "
"Gue aja yang nemenin lo, Al. Bosen gue di rumah mulu. Gak apa-apa kan, De? Lagian gue masuk panitia juga kok," kata Naina meyakinkan. Dan setelah Dean tersenyum lalu mengangguk, senyuman tercetak jelas di wajah Naina dan Aldito.
Asik, bakal dapat pajak jadian nih! batin Dean.
*
Gejala MencintaTatapanku terpaku pada bintang di langit terang. Puas bermain dengan luka, kini aku seolah dihadapkan dengan suka. Aku tersenyum, mengingat wajahmu, maka aku kembali tersenyum.
Entah apa yang terjadi siang tadi, sampai kamu membuat rasa hangat di nadi. Geli, tapi sering kali aku memutuskan untuk dinikmati. Begini, gejolak ini, kamu hadirkan kembali.
Kamu memang tampan, banyak perempuan yang melontarkan pujian. Kamu memang manis, hingga tak jarang menarik perhatian gadis-gadis. Dan yang pasti kamu idaman, hingga banyak yang berharap darimu status 'pacaran'.
Dan aku rasa, gejala untuk mencinta, kembali datang melanda, kepada aku yang mengharapkan genggaman tanganmu kelak.
Cianjur, 19 Oktober 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
A Jar of Star
PoetryNaina Salsabilla dan Aldito Rafardhan Berawal dari patah, semuanya berubah. Aku kira semuanya kan bahagia, namun rupanya takdir memang suka bercanda. [Based on my true story] A JAR OF STAR Copyright by Davin Khi