04. Tiap kepingan menjadi seutuh

1.6K 183 19
                                    

       DAHAGA terus membuat dirinya berkeringat berkali-kali, tak akan sempat bahkan tak ada keinginan untuk menuju dapur-mengambil segelas air putih. Vii tak tahu lagi apa yang harus ia katakan setelah dirinya sempat menampar permukaan kulit pria berkaki jenjang tersebut. Vii nanar atas tindakannya yang justru tak pernah ia lakukan seumur hidup, bahkan tangan ini berayun untuk menampar permukaan kulit si pria tak pernah terpikirkan sebelumnya.


Tangan mengepal kuat setelah ia menampar pipi Soobin beberapa detik yang lalu. Mata berkaca-kaca serta gemetar tanpa hentinya, nafas naik turun dengan jantung yang terus berdetak lebih cepat dari sebelum. Padahal Vii juga sudah berusaha untuk menenangkan diri.

Sedangkan, Soobin tengah shock dengan 'sambutan special' dari gadis yang tampaknya masih terpaku di tempat. Soobin mengelus lembut pipinya yang memerah, tanpa ia tahu bahwa sebuah luka gores kecil terhias di tulang pipi-akibat tergesek topeng miliknya yang setengah retak.

"Vii? Apa yang kau lakukan? Kau baik-baik saja? Kenapa tiba-tiba-"

Gadis itu menggeleng cepat setelah ia mengambil satu nafas singkat untuk menghapus ingusnya dalam hidung. Asal kalian tahu, pangkal hidung Vii memerah serta matanya yang penuh dengan genangan air. Tanpa sepatah kata, Vii membalikkan badannya dan berjalan cepat (dengan hentakan keras) keluar dari kamar.

Pria yang tengah membeku dalam posisi hanya tercenung sendirian meratapi kepergian-sementara- gadis kecilnya. "Apa yang membuatnya begitu marah setelah aku memberikan rangkaian bunga layu ini?"

Bahkan, Soobin pun tak tahu apa alasan sang gadis menamparnya begitu keras secara mendadak.

.

𝓗𝓪𝓷𝓭


.

"Kau baik-baik saja, Vii? Ada masalah?"

Gelengan menjadi jawaban pertama setelah bermenit-menit ia terdiam. Bagaikan manusia bisu, Vii tampak tak seperti biasa. Anak ini ceria, tetapi setelah dilihat-lihat dengan pandangan mata elang Yeonjun, 'Ada yang salah dengan anak ini.'

Suara decit terdengar setelah Vii menarik kursi yang akan ia duduki. Setelah duduk, Vii tak mengeluarkan suara cempreng, hanya tangan yang bergerak menjamah sesuap nasi untuk piringnya. Yeonjun yang ada di samping terus memperhatikan gerak gerik Vii sedari tadi setelah keluar dari kamar. "Heii, Ada apa? Galau? Masih kecil kok galau-galau-an?" tanyanya seraya menyenggol lengan sang adik sebelum tertawa kecil.

Decihan tipis keluar dari mulut, Yeonjun yang mendengarnya langsung tertawa dengan raut mimik tak percaya. "Weoh? Kau mendecihi ku? Dasar anak jaman jigeum-"

"Bisakah Kak Yeonjun diam saja dan tetap fokus pada makananmu?! Aku hanya ingin diam, jadi jangan tanyakan hal tentangku sekarang, Oke? Aku baik-baik saja!" Serunya sambil berdiri menegakkan bahu dan memukul meja makan. Sebelumnya Vii sempat akan menempatkan pantatnya pada kursi baja.

"Oh begitu? Apa jika aku menanyakan suatu hal tentangmu, kau akan tetap diam tanpa menghiraukan ucapanku?"

Anggukan dapat diterima.

"Kalau begitu jika kau memanggilku, aku tak akan menghiraukan mu ya, Vii?" kendati ia merasa curiga, namun Vii tetap mengiyakan ocehan yang terus terlontar dari mulut Yeonjun.

Seketika Yeonjun menegakkan bahunya dan berdiri tegap, dengan bungkukan lelaki itu memberi salam, "Terimakasih atas makanannya, aku sendiri." Lalu, ia berlanjut melangkahkan kakinya menuju suatu tempat.

Fyi, Orang tua mereka sudah bekerja lebih dulu. Jadi, Yeonjun akan menjadi orang terakhir yang menjaga rumah ini setelah Vii melangkahkan kakinya menuju sekolah. Yeonjun itu mahasiswa, jadi sesuai jadwal saja dia berkunjung ke kampusnya. Tak perlu repot-repot, Yeonjun ini mahasiswa malas yang cerdas. Ada-ada saja.

Diam-diam mata Vii memperhatikan langkah Yeonjun yang entah kenapa menurutnya sedikit agak-mencurigakan? Vii tak menghiraukan sekepal nasi beserta lauknya di atas sendok yang sudah siap untuk di lahap. Intinya, gadis Choi hanya fokus pada sudut pandangnya; Choi Yeonjun.

'K-kak kenapa menuju arah kamarku? Apa ada suatu barang yang tertinggal di sana?'

Kendati belingsatan, Vii tetap diam di tempat seraya mencengkram kuat ujung bibir piring. 'Kumohon, Jangan ke kamarku!'

Gawat.

"Kak Yeonjun, jangan kesana!" Uluran tangan terlalu jauh untuk digapai, sangat sangat jauh. Dan ia terlambat, kenop pintu telah Yeonjun putar, lelaki itu pun melangkahkan kakinya masuk menuju kamar Vii tanpa segan. "B-bagaimana ini?" mulutnya menganga tanda gugup dan gelisah. Bahkan, dirinya tak henti terus menggaruk paha.

Tangan Yeonjun berusaha untuk membuka pintu lebih lebar, tetapi justru terhalang sesuatu dibelakangnya. "Hei? Kenapa pintunya hanya terbuka setengah? Vii-ah tidak, pasti dia tidak akan mendengarkanku."

"K-kak! Aku-" Belum sempat Vii menyusul sang kakak yang sudah berdiri di ambang pintu, sesuatu telah mengejutkan dirinya. Bahkan Yeonjun pun sampai membulatkan mata sempurna. "Astaga, kau siapa?!"

Senyum menyungging, kedua tangan ia letakkan di belakang punggung serta lesung yang tampak sempurna sira tunjukkan adalah jawaban pertama yang terlintas di benak Soobin ketika menyambut manusia yang baru sira temuinya, "Hai, Aku Choi Soobin sebagaimana aku adalah manusia yang terkutuk." []

𝓗𝓪𝓷𝓭

𝑯𝑨𝑵𝑫 | 𝒆𝒙𝒑𝒍𝒐𝒔𝒊𝒗𝒆 𝒄𝒓𝒚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang