06. Awal dari segalanya

218 42 30
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


       DAKSA nampaknya cukup lama menumpu tenaga—hingga wajah sang oknum memucat kendati ia menyunggingkan senyuman sendu. Sudah lima menit mata itu menatap manik sang kakak yang sudah sadrah dalam aksinya. Kendati pisau masih mengambang, Soobin tetap ingin menangis.

"Beomgyu, kau sudah gila? Walau aku marah denganmu tapi aku tidak ingin membunuhmu! Gila ya?"

Gelengan menjadi jawaban atas semua pertanyaan yang menjadi teka-teki. Lagi-lagi—bahkan Soobin muak dengan senyuman lara tersebut. Dan yang membuat emosi Soobin menjadi lebih persistensi adalah Beomgyu juga mengeluarkan cairan bening menggenang di ujung mata. Beomgyu pun menangis, dia manusia.

"Silahkan, Soobinie hyung."

"Apa? Apa yang harus ku lakukan? Lepaskan!" Tangannya kampa saat Soobin mencoba menarik kembali agar ujung pisau menjauh dari dada sang adik. "Kau tidak boleh mati! Kau orang yang berharga bagi orang tua kita!" Linang air mata menjadi saksi atas gelagat sang empu; bersama kakaknya. Namun, tangan Beomgyu justru memperkuat genggaman arah Soobin yang semakin mendekati dada bagian jantung.

"Kau hanya perlu menusukkan pisau ini ke dadaku,"

"Beomgyu, Jangan gila!"

"Iya benar, aku memang gila. Aku sudah muak dengan diriku sendiri. Jadi, tolonglah, Hyung."

"Kau pernah berjanji padaku jika kau tak akan pernah bunuh diri, bukan? Kau tidak menepati janjimu!"

"Tidak, aku tidak bunuh diri. Hyung lah yang akan membunuhku,"

Mata Soobin membelalak lebar, pikirannya penuh dengan rasa iba setelah Beomgyu melontarkan kata tersebut. Soobin tak ingin jadi pembunuh, Soobin tak ingin mengingkari perjanjian antara mereka berdua di saat muda belia. Jika hal itu terjadi, maka sesuatu akan menjadi tanggung jawab Soobin.

Bahkan ia sempat berspekulasi mengenai perdebatan konyol perihal rasa hasad dan ibanya sesama lain, padahal mereka tahu bahwa eksistensi mereka juga sama sama di butuhkan. Hanya saja, didikan dari orang tuanya yang membuat sang anak merasakan derita tentang melankolia.

"Kenakan topengmu, Hyung. Agar aku tak akan lebih merasa berat jika yang ku lihat bahwa pembunuhnya adalah kakakku sendiri."

.

𝓗𝓪𝓷𝓭

.

Before the debate,
The first time they talked longer

Derap langkah menjadi lebih lambat sebelum ia menjumpai lemari pintu kaca yang dapat meneruskan cahaya kedalam walau akan di pantulkan oleh benda berlekuk dengan lukisan di atasnya. Tak akan sekalipun debu menyentuh permukaan benda tersebut karena memang—Soobin adalah kolektor topeng melegenda.

𝑯𝑨𝑵𝑫 | 𝒆𝒙𝒑𝒍𝒐𝒔𝒊𝒗𝒆 𝒄𝒓𝒚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang