08. Melankolia serta renjana

165 32 12
                                    

       JEMARI  hanya dapat mengepal kuat serta merta ia mengusap ujung hidung dengan punggung tangan. Dirinya tak mampu membendung air mata yang kini telah jatuh menghantam tanah gersang, begitu pula cairan kental yang keluar dari lubang hidungnya.

"Tolong, saya tidak bersalah...," gerutunya seraya mengangkat kedua tangannya tanda pasrah.

Kedua polisi tersebut masih terdiam di tempat, stunt gun yang mereka bawa sungguh membuat eksistensi Soobin menjadi incaran utama. "Apa kau yang membawa koper dan memasukkannya ke dalam sampah?" salah satu polisi menunjuk ke arah kotak sampah berukuran sedang di sampingnya. Tatapannya sangat tajam; setajam silet.

Gelengan cepat menjadi jawaban, namun sang polis tak akan pernah termakan oleh kebohongan yang pernah di lakukan pada salah satu tahanannya. "Jangan bohong,"

Saliva terjun membasahi tenggorokan kering Soobin, matanya hanya membulat sesaat dan kedua tangan masih terangkat setinggi daun telinga. "Eum ... Iya, saya yang membuang koper tersebut dalam sampah, T-tetapi, saya tidak membunuh korban!"

Kerutan dahi yang muncul di dua kening polisi tersebut masih bertahan hingga Soobin bungkam dan terus bergeleng-geleng tanda retislaya yang tak akan pernah hilang dari tempatnya.

"Kami tidak mengatakan bahwa kau membunuh seorang korban, dan kau justru mengatakan bahwa kau tidak membunuh korban? Berarti isi dalam koper tersebut seorang mayat?"

Bodoh, batinnya.

Tak dapat dipungkiri lagi, mata Soobin bahkan tak sanggup menatap bergantian ke arah wajah sang polis yang kini perlahan mendekatinya seraya membawa sebuah stunt gun digenggamannya. Cucur air peluh terus mengalir pada setiap bagian tubuhnya terutama pelipis. Dan salah satu polisi berkumis tipis juga mengeluarkan sebuah borgol tangan untuk sang pelaku dihadapannya. "Orang lain tak akan tahu bahwa isi dalam koper tersebut sebuah mayat. Dan sangat aneh bila kau tidak membunuhnya tapi kau justru mengetahui isi dalam koper tersebut," ungkapnya sambil menarik pelan pergelangan tangan Soobin yang amat kaku dan basah karena lembab. Mata yang awalnya melotot tegang, kini sayup dan tampak sadrah dalam keadaan yang ia jalani sekarang.

"Anda dituduh sebagai pelaku kejahatan kriminal yaitu pembunuhan. Semua perkataan yang ingin kau lontarkan dapat kau adukan dalam sidang. Tahanan nomor dua ribu empat ratus lima puluh lima kembali di tahan setelah mencoba melarikan diri untuk ketiga kalinya."

Please, aku bukan tahanan nomor dua ribu empat ratus lima puluh lima yang kalian maksud. Polisi macam apa yang menangkap seorang lelaki biasa dan ditunjuk sebagai tahanan nomor dua ribu empat ratus lima puluh lima? Bukankah wajahnya berbeda denganku? Agh, sudahlah.

Salah satu polisi muda membawa koper besar tersebut dan membuka isi dalamnya, tercium aroma nyengat besi  yang membuat siapapun akan menutup hidungnya dan meringis seraya menggembungkan pipi, "Eugh, darahnya masih segar. Sepertinya kejadian belum lama terjadi,"

Choi Soobin, pria tak bersalah yang kini memendam rasa lara dalam lubuknya. Labium rona pucat menyungging singkat hingga membuat dirinya merasa lemas dan memucat. "Dia, tega sekali padaku, haha." Pria itu sepertinya sudah dimanfaatkan oleh adik tirinya sendiri, bermaksud agar sang kakak tiri dapat merasakan penderitaan yang pernah di lakukan oleh kedua orangtuanya kepada Beomgyu.

.

𝓗𝓪𝓷𝓭

.

"Tapi, bila kau menganggapku sebagai seorang monster aku dapat menerimanya untuk sementara saja. Coba saja cabik leherku, tusuk perutku, terkam tubuhku hingga kau puas. Dirimu akan menyesal nantinya karena aku tak akan pernah bisa merasakan rasanya terluka lagi," ketus Soobin dengan tatapan tajam yang mengarah ke rasa iba bagi yang sudah mendengar ucapannya.

Vii yang begitu lekat menatap sang pria di depan si kakak hanya dapat mengepal erat tangannya. Kini ia yakin betul bahwa Soobin bukanlah sesosok manusia biasa karena sebuah kesalahan yang tak disengaja oleh dirinya dari adik tirinya sendiri yang membuatnya menjadi berbeda. Vii salah memperlakukan Soobin yang dimana ia sempat menampar pipi pria yang kini masih menyimpan rona merah pada permukaan kulitnya. "M-maafkan aku ..." mengejutkan, lirihan Vii membuat kedua pria di depannya menoleh ke arah wajahnya secara bersamaan.

"Loh, ada apa, Vii?" sahut Yeonjun yang segera memeluk sang adik yang tengah menatap Soobin dengan rasa iba. Air mata cepat sekali mengalir begitu deras, sepertinya gadis ini sangat merasa bersalah atas perlakuannya lima belas menit yang lalu.

Tetapi, Soobin hanya bungkam tak menunjukkan reaksi apapun pada Vii. Hanya saja ia mengatakan, "Tidak perlu minta maaf, itu tidak sakit sama sekali. Sudah kubilang, aku tidak merasakan rasa sakit lagi."

"Soobin, tetapi aku memiliki pertanyaan yang sangat penting dari itu semua." Yeonjun membuka suara setelah lima menit mengusap surai legam sang adik. Tanpa menoleh, Yeonjun kembali bertanya, "Apa urusanmu dengan Vii hingga kau mengunjungi rumah kami begitu mendadak?"

Soobin menunjukkan sudut labium rona oranye bersemu pink yang melengkung ke atas, "Sederhana, aku hanya ingin menemui adik kecil ku lagi, Tetapi sekarang dia adalah gadisku. Bolehkah aku membawanya kembali ke dalam hutan?" []


𝓗𝓪𝓷𝓭





























———
Jadi, yang mau lihat hasil editan video singkat dari HAND or CRANE, bisa mampir ke akun instagram © narxi12 [Ini akun khusus Wattpad ku, jadi ga cuma editan aja nanti, pokoknya ada apa aja tentang Wattpad book yang aku publish♡]

So, thank you yang udah mampir, apalagi follow and ikut nge-like biar ga ketinggalan♡

And thank you for
your support untuk
book ini! Saranghae ( ◜‿◝ )♡

𝑯𝑨𝑵𝑫 | 𝒆𝒙𝒑𝒍𝒐𝒔𝒊𝒗𝒆 𝒄𝒓𝒚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang