Part 16

8.2K 687 28
                                    

"Hallo ... hallo, Clau ...." Aku melihat layar ponsel.

"Ah, kebiasaan, nih orang. Main matiin aja telpon tanpa pamitan," gumamku.

Seperti biasa, Claudia akan mematikan telepon jika dia maksa meminta atau menyuruh sesuatu. Datang ke rumah Adrian, apa hubungannya sakit Adrian denganku.

Aku kembali ke ruang TV.

"Sin, lama kamu ngga nginep di rumah Mamah," ucap Mamah, aku jawab dengan senyum.

Mamah, adalah ibu yang pertama kali aku kenal dalam hidupku. Tak pernah tahu kasih ibu itu seperti apa. Dulu, di panti banyak ibu asuh tapi perlakuan mereka beda sekali dengan Mamah.

Aku tinggal di panti dari kecil. Tak pernah mengenal orang tua kandung dan siapa mereka. Bahkan wajah dan namanya saja tak tahu. Dari cerita para pengasuh, aku ditemukan sedang menangis di depan pintu panti saat malam. Entah siapa yang mengantar. Umurku waktu itu, dua tahun. Tak ada identitas atau apapun, hanya baju yang melekat di tubuh.

Sempat membenci kedua orang tua yang telah menaruh ... bukan, tapi membuangku di panti walau tak mengenal wajah mereka. Hingga aku bertemu dengan Mas Adi dan Mamah.

Mamah, dulu sangat sayang denganku, hingga kini mungkin dia masih sayang, cuma dengan cara yang berbeda. Masih ingat jelas, saat dia memintaku untuk menjadi menantunya.

Ketika Mas Adi mengajak main ke rumahnya, aku selalu diperlakukan seperti anaknya. Mengusap rambutku yang panjang sepinggang, waktu itu. Kadang menyisir dan mengikatnya.

Tiap hari Minggu, Mas Adi dan Mamah ke panti, menjemput dan mengajak makan di luar atau makan di rumah Mamah dan mencicipi masakannya. Aku menemukan sosok ibu di diri Mamah. Hingga lupa akan kebencian yang dulu terpatri di hati terhadap orang tua kandungku.

Mas Adi adalah cinta pertamaku, tak ada lelaki lain dalam hidupku selama ini, kenal dengannya lalu jatuh cinta. Bahkan hanya berteman dengan lelaki lain pun tak pernah. Di hidupku hanya ada satu lelaki dan itu dia.

Namun, sayang Mamah perlahan pudar, saat cucu yang diidamkannya tak juga hadir dalam rahimku. Mamah mulai menghasut Mas Adi untuk menikah lagi. Hingga akhirnya,  aku minta untuk mencoba bayi tabung. Jika gagal, maka aku akan menyerah.

Nasibku masih cukup beruntung, walau hanya sementara. Lala hadir di tengah kami. Menghibur dan menemani hari-hariku, tatkala Mas Adi mulai sibuk dengan dunianya sendiri. Pergaulan yang membuatnya berubah. Suka nongkrong di kafe dengan teman-temannya, pulang hingga larut malam, bahkan sering pulang pagi dalam keadaan teler, tercium alkohol dan parfum lain dari tubuhnya.

Beberapa kali aku memergoki dia berselingkuh dengan wanita-wanita yang ditemuinya  di kafe, dan dia mengakui. Minta maaf, berjanji tak melakukannya lagi, walau akhirnya terulang dan terulang lagi.

Mamah mulai menyalahkanku atas perubahan sifat anaknya. Mamah menyebarkan cerita versinya, bahwa aku istri yang tak pandai mengurus dan memperhatikan Mas Adi.

Sudah lama aku tak tahan dengan sikap dan perlakuan Mamah dan Mas Adi, berulang kali minta pisah, tapi Mas Adi tak pernah mau melepaskanku. Masa depan Lala yang selalu meruntuhkan keinginan keras untuk pisah dengan Mas Adi. Tak ingin Lala bernasib sama denganku. Tak bisa menikmati kasih sayang orang tua, seutuhnya.

Namun, tiba-tiba Desi hadir dalam rumah tanggaku yang mulai sedikit tenang. Dengan alasan janin Mas Adi  ada dalam perutnya. Membuat Mamah makin asyik mengumbar kelemahan dan keburukanku. Hingga aku berada dalam titik terendah untuk pasrah mempertahankan rumah tangga yang sudah tak sehat lagi. Bahkan Lala sudah tak menjadi prioritas utama untuk bertahan waktu itu.

Walau Mas Adi tak mau melepaskanku dan tetap bersikukuh menjadikan aku istri tua dan Desi istri mudanya. Aku belum siap dan tak pernah siap berbagi ranjang dengan wanita lain. Lebih baik mundur dan merelakan semua kenangan indah itu hilang.

Istri Mantan SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang