Part 17

8K 711 41
                                    

"Ngga lucu candaan elu, Clau. Elu cemburu? Sumpah, gue ngga ada hubungan apapun. Cinta pertama Adrian 'kan elu?" Entah apa yang merasuki Claudia hingga bicara seperti itu. Semua teman  SMA dulu juga tahu, kalau cinta pertama Adrian itu Claudia. Pasangan yang selalu terlihat mesra di mana saja. Andai benar, sungguh konyol, cemburu yang tak beralasan.

Entah ada apa, hingga sahabatku ini bisa beranggapan seperti itu. Aku kerja di klinik pun atas rekomendasinya.

"Sini! Gue unjukin biar elu percaya!" Claudia berdiri dan menghampiriku. Lagi-lagi dia menarik tanganku.

"Apaan, sih, Clau! Elu itu temen gue. Keluarga gue. Jangan beginilah. Gue ngga ada hubungan apapun dengan Adrian. Sumpah!" jelasku sambil berusaha melepaskan tangannya. Perasaanku sungguh tak nyaman.

Aku benci dengan orang ketiga, tak mungkinlah memposisikan diri jadi pihak ketiga itu di hubungan sahabatku sendiri.

"Sudah, ikut!" Claudia menarikku dengan paksa. Kami berdiri di depan kamar yang bersebelahan tempat Adrian istirahat. Dia membuka pintunya dan membawaku masuk.

"Coba elu lihat sendiri!" ucapnya dan melepaskan tanganku.

Ruangan yang sangat rapi, ada lemari kaca juga sebuah meja.

"Itu ...." Mataku terpaku pada sebuah foto yang berada di meja lalu melangkah mendekat.

"Kenapa fotoku ada di sini?" Aku mengambil Foto yang berbingkai kayu hitam.

Ada foto diriku yang masih berseragam putih abu-abu, duduk di bawah pohon dengan senyum yang mengembang, hingga deretan gigiku tampak. Foto itu diambil saat istirahat, kumpul karena Claudia membawa kamera. Aku belum kenal dengan Mas Adi waktu itu.

"Ini?" tanyaku heran sambil menunjukkan ke Claudia.

"Iya, itu foto elu. Adrian dulu minta ke gue. Saat itulah dia jatuh cinta ama elu." jelas Claudia.

"Jatuh cinta?"

"Iya, tapi Adrian ngga berani buat bilang ke elu, dia ngumpulin keberanian buat ngelakuin itu. Tapi saat dia mau bilang, dia terlambat. Mas Adi ngeduluin dia."

Saat itu aku ... tepatnya kami masih jadi siswa baru, masih tahap pengenalan. Adrian ... ah, kenapa aku lupa sosok dia seperti apa waktu itu.

"Elu bercanda 'kan? Elu mau ngerjain gue 'kan? Sumpah, ini benar-benar ngga lucu, Clau!" ucapku tak percaya.

Adrian suka, seingatku kami tak pernah dekat atau bahkan ngobrol dan duduk bareng. Berpapasan saja tak pernh bertegur sapa, hanya senyum yang aku atau Adrian lontarkan.

"Elu, ya ...! Kapan sih bisa sekali aja lebih perhatiin orang yang perhatian ama elu! Yang sayang dan perhatian ama elu itu banyak. Tapi di otak ama hati elu cuma ada Adi brengsek itu! Hati elu dah ketutup ama cinta buta! Cinta sepihak! Ah, tau ah ... gue sebel ama sifat bodoh lu itu!" Sudah sering Claudia berkata seperti ini, tapi entah kenapa kali ini terasa beda, ada yang terasa sakit di dada.

Biasanya aku akan membalas perkataan dia seperti ini dengan tawa atau bahkan membela diri dengan jawaban pembenaran diri sebagai istri yang setia. Kali ini, aku hanya diam, karena memang seperti itu, aku bodoh ... terlalu bodoh, selalu berkorban untuk orang yang sama dan sakit yang sama.

"Lihat! Isi lemari ini semua buat elu. Tapi Adrian ngga berani ngasih. Karena dia takut. Takut elu nolak, karena dia tau betul sifat elu!" Claudia menunjuk ke lemari kaca di sudut ruangan. Terlihat tumpukan box gift juga paper bag di dalamnya. Aku mencoba membukanya, tapi terkunci.

Ada rasa bersalah yang tiba-tiba menjalar di hati, separah itukah aku tak peduli dengan orang lain? Dengan pemberian orang lain? Bukan menolak, tapi hanya tak ingin hadiah yang aku terima akan mengikat dan jadi utang budi.

Istri Mantan SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang