Suatu pagi, di bulan September.
Aku terseok-seok dalam dekap terdalam. Bercuat satu patah dua patah keluh, setelah Pembagian nilai matematika yang tragis mematikan allahuakbar.Lagi lagi diluar ekspetasi. Terlebih jika melihat kemampuan lain yang melesat diatas.
Betapa teman yang hebat itu melahap semangatku. Menyelinapkan iri dalam hati.
Awalnya iri itu muncul sekali dua kali,lama-lama tersebab sekitar seringkali membicarakan teman, menjadi rutinitas sehari-hari.Ah. Orang-orang boleh saja memborong semua piala, mendapatkan sorotan dunia, terkenal seantero semesta, tapi ingatlah bahwa itu terjadi dalam dunia mereka.
Diduniamu kamulah pemeran utamanya. Di duniamu, sehebat-hebatnya mereka tetap saja hanya figuran tambahan.
Maka, jangan sekali-kali melupakan siapa dirimu sebenarnya. Sejak kapan pemeran utama selemah ini?Perjuanganmu gak pernah tentang melawan mereka, tapi tentang melawan dirimu sendiri. Tanpa sadar, kehebatan mereka melahap semangatmu. Membuatmu terbiasa hidup dibawah bayang-bayangnya.
Izinkan saya berbisik. "Bukankah ini hidupmu? Bukankah dalam hidupmu, kau pemeran utamanya? Mengapa kamu lebih memilih menjadi pemeran tambahan?
Satu satunya tugasmu adalah memperbaiki pikiran, mencatat sejarahmu sendiri.
Tolong,
Jangan fokus membesar-besarkan orang lain!Atas nama sang pemilik mimpi.
dari saya untuk aku,
September Penuh duka.— Dikutip dari bang febriawan jauhari

KAMU SEDANG MEMBACA
Petang tentangnya
PoetryBeri waktu, yang damba akan selalu pulang ke pelabuhannya.