"Gue cinta lu Hel." Ucap Darrel pas dihari ulang tahun gue yang ke 17
"Terus?" Jawab gue simpel
"Lu mau gak jadi pacar gue?" Ucapnya sekali lagi.
"Kagak."
"Kenapa?"
"Gue gak percaya."
"Gue tulus sama lu Hel."
"Gue tau."
"Lalu. Kenapa lu gak terima gue jadi pacar lu Hel?"
"Karna kita belum dewasa, baru juga cinta monyet. Cintanya ilang tinggal monyet nya."
"Ya enggak lah Hel."
"Kagak mau."
"Jadi?"
"Tunggu gue lulus kuliah. Lu juga."
"Lu baru mau jadi pacar gue?"
"Kagak juga sih."
"Lah terus?"
"Cek aja, lu serius gak sama gue."
"Pasti Hel, pasti jangan diragukan lagi."
"Oke. Gue tunggu 4 tahun lagi dirumah gue."
"Oke Hel. Gue janji gue bakal tepati. 4 tahun lagi gue bakal halalin lu."
"Key sipp. . gue tunggu."
**********
Perjalanan panjang dimasa SMA sudah terlampaui. Dari serangkaian ujian, praktek lapangan, hingga wisuda purna telah usai kujalani.
Hari itu gue, Kenzie, dan teman teman-teman sekelas gue adakan foto bareng di studio foto. Lagi lagi gue bersama dengan Darrel.
Sepulang dari sana kita mampir ke salah satu cafe terkenal dikota gue. Dan gue rasa itu adalah moment berharga bagi gue, atau setidaknya ini adalah kenangan bareng dia sebelum gue berangkat ke bandung.
Tapi nyatanya tidak, bisa jadi ini adalah hari tersedih yang pernah gue rasa. Sekalipun percakapan kita singkat namun kata kata dia yang berhasil membuatku meloloskan air mata.
"Gue pamit." yang nyatanya membuat gue serapuh ini. Dia pergi ninggalin gue gitu aja saat itu juga. Bukannya dia ada buat gue, atau setidaknya dia support gue, karna kita mau pisah jauh. Nyatanya tidak.
Untuk yang pertama kalinya, orang yang gue sayang membuat gue kecewa, membuat gue serapuh ini, dan membuat gue gak tau lagi harus berkata apa untuk semua ini.
Kenangan bersama dia, satu tahun yang indah, janji janji dia. Dan semua perjalanan hebat bareng sama dia serasa pupus begitu saja.
Padahal pandangan gue saat itu sudah sangat jauh dengan dia. Bagaimana kita nanti nikah, bagaimana kita berkeluarga, dan bagaimana bentar lagi kita bakalan menjalani jarak panjang untuk sebuah cita-cita besar.
Nyatanya gue salah. Gue menjatuhkan hati pada orang yang salah. Mending seharusnya kita gak usah kenal. Kita gak usah berteman, atau mending kita jadi musuh aja selamanya, kalo tau akhirnya akan pupus ditengah jalan.
Apapun alasannya aku benci semua itu.
*Darrel POV
Kalo gue boleh jujur sebenernya gue sayang. Gue tulus cinta sama Rachel. Gue mana peduli dia gendut, gue gak memandang semua itu.
Tapi keputusan terberat saat itu yang harus gue ambil. Gue putusin sepihak hubungan ini, tanpa memikirkan perasaan Rachel. Gue terpaksa. Gue tau Rachel pasti benci banget sama gue saat ini, dan gue tau dia pasti gak akan mau ketemu dengan gue lagi. Tapi apapun itu, semoga suatu saat nanti dia bakalan temukan orang yang lebih baik daripada gue. Yang nerima Rachel apa adanya, dan gak akan pernah buat Rachel kecewa sebagaimana gue mematahkan harinya saat ini.
Hari itu, menurut gue waktu yang tepat untuk jelaskan ini semua ke Rachel. Sepulang dari studio foto, gue ajak dia ngopi di cafe kesukaan gue. Dari sejak kita dekat, gue sering ajak dia kesini, terkadang sepulang antar dia beli buku, dia temenin gue ngopi disini. Walau hanya sebentar, namun nyatanya itu mampu membawa kita untuk melepas penat dari beban rugas sekolah.
Namun hari itu berbeda. Percakapan kita bukan berakhir dengan canda dan tawa, melainkan air mata yang berhasil lolos dari sudut matanya. Dan air mata itu lolos karna aku sebabnya.
"Hel gue mau ngomong serius." Ucap gue pas pertama kali dia duduk di depan gue.
"Ya udah ngomong aja." Seolah dia sudah siap mendengarkannya. Gue meneguk kopi didepan gue sebelum akhirnya kembali bicara
"Gue dijodohin sama rekan bisnis bokap gue." Ucap gue tanpa berani menatap matanya
"Terus lu mau?" Dia jawab dengan tegas
"Gue gak ada pilihan lain Hel, bokap gue terlilit hutang dengan keluarga dia."
"Terus?"
"Secepatnya gue bakal nikah sama dia."
"Lalu bagaimana dengan masa depan lu? Cita-cita lu selama ini?"
"Gue buntu Hel, Anissah hamil 6 bulan. Pacarnya kabur gak mau tanggung jawab. Gue yang harus gantikan posisi dia sebelum anak itu lahir."
"Lalu gimana dengan gue? Gimana soal janji lu ke gue?"
"Gue minta maaf Hel."
"Tapi Rel, lu kan udah janji 4 tahun lagi."
"Maaf Hel. Maaf."
Tiada jawaban saat itu juga, hanya air mata yang kulihat membasahi pipinya.
Sempat kehapus air mata itu, sebelum akhirnya dia menepis tangan gue dan menunduk dengan isak tangisnya.Gue gak tega melihat semua itu. Tapi ini adalah hal konyol dan pilihan yang bodoh bagiku. Tapi inilah jalan yang harus kutempuh demi nasib keluargaku.
"Gue pamit." Hanya itu kata terakhir gue sebelum akhirnya pergi ninggalin dia sendirian di cafe itu.
Coment dong di part ini :)
Gimana gimana? Cukup buat kalian baper kagak?
Dan cuma mau ngasih tau doang, kalo cerita ini bakalan end🎉🎉
Yah syedih ya :"
KAMU SEDANG MEMBACA
I HATE YOU BUT I LOVE YOU
Teen Fiction[Completed] Darrel Pratama seorang ketua OSIS yang menjadi pusat perhatian semua cewe di sekolahnya Dan Sesil Rachelya seorang gadis dengan segudang prestasi yang sangat bodoh masalah cinta . . "Cewe dekil, Gendut, Cupu mana pantas mendapat julukan...