kisahku di Samarinda 1

123 41 9
                                    

Perjalanan yang cukup panjang yang ku tempuh. Kisah cinta yang penuh dengan lika liku. Pahit, manis, sedih dan bahagia semua sudah ku lalui. Derasnya rasa cintaku padanya seperti buih dilautan, seperti pasir yang tetap setia meski ombak menerjang, bukan seperti daun yang rontok yang hanya mengikuti kemana arah angin pergi. Aku Reni, aku ingin menceritakan pada kalian bagaimana takdir membawa ku dengannya.
Aku kuliah di Kalimantan Timur tepatnya di Samarinda. Disana tentu saja banyak kakak kakak alumni SMA ku kemarin. Aku diterima di jurusan Bahasa indonesia fakultas keguruan dan ilmu pendidikan. Disanalah semuanya berawal. Awal dimana aku mulai berselingkuh dengan salah satu kakak senior ku. Sebenarnya tidak bisa dikatakan selingkuh sih...karena memang LDR itu gak gampang, apalagi jika tidak memberi kabar satu sama lain.

Rian nama pacarku. Dia kuliah di Jakarta, jauh sekali bukan? Aku di Samarinda, sementara dia di Jakarta. Selama aku di Samarinda, bisa aku hitung berapa kali dia memberi kabar. Entahlah aku tidak tau mengapa? Aku hanya menduga duga. Pikir ku mungkin dia sangat sibuk dengan tugas kuliahnya. Jujur aku mengerti, tapi sesibuk sibuknya orang, Apa iya dia tidak bisa membalas satu kali saja pesan dariku. Sekiranya hanya untuk menghancurkan prasangka buruk yang ada di kepalaku selama ini.
Tepat sudah satu bulan aku di Samarinda, aku mendengar kabar bahwa Rian akan ke Samarinda untuk hadir pada acara nikahan abangnya. Aku senang dia datang. Sungguh hatiku menggebu gebu seperti habis lari jarak jauh. Tapi, kenapa aku harus tau dari orang lain? Kenapa bukan dia yang memberi tau ku?. Disitu pikiranku makin kacau dan bingung dengan sikapnya. Dalam hati aku bertanya, apa aku masih dianggap sebagai pacarnya? Apa aku masih penting baginya? Sungguh pertanyaan seperti mengganggu pikiranku dimalam hari itu. Akhirnya, aku beranikan diri untuk mengirimnya pesan dan bertanya apa yang selama ini ada di pikiranku. Meski sebenarnya aku canggung dan malu untuk mengirim pesan, karena aku takut tidak dibalas olehnya.

"Kenapa sih abang gk pernah mengirim pesan pada reni" kataku dengan penuh basa basi sebelum ku tanya kenapa dia tidak memberi tauku bahwa dia akan datang.
Aku menunggu balasan darinya sampai sore. Tetapi masih belum ada balasan. Tiba-tiba jam 8 malam hp ku berbunyi. Aku melihatnya, dan terdapat satu pesan, ternyata dia pesan dari dahlan. Aku tersenyum, meski belum membaca balasan darinya, inginku teriak kala itu, inginku goyang goyang diatas kasurku. Tapi sayangnya itu kasur ibu kos-kosan, hehehe.

"Aku sibuk, kamu ngertiin aku lah" jawaban singkat, padat dan jelas darinya, tanpa basa basi.

" Tapikan, abang setidaknya bisa kasih kabar sekali saja dalam sehari, ini jangankan sehari, sebulan sekali aja jarang bang, aku bingung, apa aku masih dianggap sama abang?" Kataku lagi dengan pertanyaan yang selama ini menggangguku.

Menunggu balasan darinya tidak mudah, butuh kesabaran extra. Entah, semakin dia seperti itu, semakin hatiku bergejolak. Aku dibuatnya semakin penasaran dengan menunggu balasan darinya. Aku merasa diriku benar benar dalam kegilaan yang nyata. Hp ku pun akhirnya berbunyi. Dan itu adalah balasan darinya lagi yang hampir aku tunggu sampai tiga jam Lamanya.

" Kamu nih ngomong apa? " balasan singkat darinya, yang tanpa pernah merasa bersalah. Langsung saja aku bertanya pada intinya.

" kenapa abang gak kasih tau reni kalau abang akan ke Samarinda? " tanyaku penuh rasa penasaran yang menggebu gebu.

" Siapa yang bilang?" Balasnya dengan kembali bertanya.
Semakin membuatku penasaran akan jawaban darinya.

" Kak Rahma yang bilang, abang jawab kenapa abang gak kasih tau reni kalau abang mau kesini?". Jawabku dengan kesal tanpa basa basi lagi.

Aku mengira dia akan membalas pesan dariku, tapi ternyata dia hanya membacanya dengan tanpa merasa bersalah lagi.

" Oke Reni, cukup sudah...hentikan dan musnahkan dia dari pikiranmu. Fokuslah...fokuslah dengan tujuan pertamamu datang ke Samarinda ini" ucapkan dalam hati dengan rasa kecewa.

Akupun tidur dengan lelap tanpa berfikir pertanyaan pertanyaan kemarin yang selalu saja mengganggu, tanpa berfikir dia akan benar benar datang atau tidak ke Samarinda.

Pagikupun terlihat cerah, hanya saja ada setitik awan mendung yang menutupi. Sehingga tertampak sedikit kekecewaan itu. Lagi- lagi hp ku berbunyi. Aku kira yang mengirim pesan adalah Rian, ternyata kakak senior ku, An namanya. Dia mengajakku untuk pergi ke nikahannya seseorang. Tapi aku gak tau itu nikahan siapa. Ternyata itu nikahannya kakak abang Rian. Aku bingung kenapa abang Man ngajak aku, dan ternyata dia disuruh sama kak Rahma, dan ternyata disana juga akan ada abang Rian. Aku bingung harus mengiyakan atau menolak ajakan itu. Aku sejujurnya sangat ingin bertemu dengan Rian, tapi aku juga malu dan canggung karena sebelumnya aku sempat menulis pesan putus untuknya.
Aku berjalan mondar mandir kesana kemari, kakak Sri yang melihatku mondar mandirpun bertanya.

" Reni kenapa?" Tanya kakak Sri dengan raut wajah yang kebingungan melihat tingkahku.

Aku ceritakan semuanya pada kakak Sri tentang aku dan Rian. Dan kakak Sri menyuruhku untuk mengiyakan ajakan abang An tadi untuk pergi dengannya ke pesta pernikahan.

Kakak Sri mendandaniku. Agar aku juga gak malu maluin dia dipesta nanti katanya. Karena aku sekarang adalah tanggungjawabnya. Beberapa menit setelah selesai berdandan, terndengar suara motor abang An.

" Brummmmm....brummm..."
" Itu abang An sudah datang kak " kataku sambil menunjuk ke arah abang An yang sedang menunggu dibawah.

" Oh iya, itu pangerannya sudah datang " ucap kak Sri dengan senyum sipu.

Sedikit bingung saat kak Sri mengatakan seperti itu, seperti ada udang dibalik batu. Itu yang aku simpulkan dari kata kak Sri tadi. Sepanjang jalan aku memikirkan kata kata kak Sri tadi. Dari kaca spion motor aku bisa melihat bahwa abang An selalu memperhatikan diriku.
Sebelum ke pernikahan, kami singgah dulu dikos san nya abang Ipul yang kebetulan itu juga kosnya abang An. Kami singgah karena abang Ipul mengajak untum star bersama. Aku dan abang An pun sampai di kos san. Dari kejauhan aku bisa melihat abang Ipul yang tersenyum seakan tau semuanya. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa aku merasakan seakan mereka sengaja dan ingin menyomblangiku dengan abang An.

" An udah siap? " tanya bang Ipul.
" Sudah bang " jawab abang An singkat sambil berjalan keluar dan menyalakan mesin motor.

" Cepat An, selama jamur kuning belum melengkung masih bisa kok di tikung " ucap bang Ipul sambil melirik sedikit ke arah ku yang kebingungan.
Aku melihat abang An, dia hanya tersenyum dan mengatakan.

" Punya orang bang Ipul " ucapnya dengan muka melas dan tertunduk.

Lagi lagi aku semakin bingung mendengar perkataan mereka. Karena itu aku hanya diam saja dan cuek cuek saja, tidak mau mengambil pusing dengan semua itu. Yang aku pikirkan hanya satu. Bagaimana caraku bernafas saat aku bertemu dengan Rian nanti. Sementara jantungku saat ini saja berdeguk dengan kencangnya, padahal aku belum melihatnya, apalagi jika nanti saat melihatnya. Mungkin bisa copot jantungku, hehehe.

Takdirku tenyata kamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang